Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Eksotisme Wisata di Desa Bleberan

Kompas.com - 13/12/2013, 13:21 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dunia parawisata di Indonesia tak ada habisnya untuk dibicarakan. Salah satu negara kepulauan terbesar di dunia ini menyimpan begitu banyak potensi wisata alam dan budaya yang belum dikenal banyak orang. Salah satunya adalah desa wisata Bleberan yang terletak di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Desa ini menawarkan dua objek wisata utama yang lokasinya tak begitu berjauhan yaitu Air Terjun Sri Gethuk dan Gua Rancang Bangun. Dengan jarak sekitar 45 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai lokasi tujuan menghabiskan waktu sekitar 1-1,5 jam. Tapi, waktu perjalanan akan lebih lama saat akhir pekan atau musim liburan. Selama ini, daerah Gunung Kidul yang didominasi tanah kapur dikenal sebagai daerah yang gersang dan tandus. Tak banyak tanaman hijau yang bisa ditanam di daerah ini.

Mendekati area Desa Bleberan, sebelah kiri kanan jalan akan ditemui hutan yang dipenuhi berbagai pohon jati dan pinus. Tapi, kondisi berbeda terasa saat mulai memasuki Desa Bleberan. Pos tiket di pertigaan jalan menjadi penanda masuk desa, di mana pengunjung harus membayar tiket terusan, sudah termasuk tiket masuk ke dua obyek wisata, asuransi, dan parkir, sebesar Rp 5.000.

Setelah melewati pos tersebut, pengunjung akan melewati jalan tanah berbatu setelah sebelumnya melewati jalan beraspal. Selain tanaman jagung, pengunjung juga akan disuguhi hamparan sawah yang luas dan hijau. Mata air yang berasal dari puncak gunung memang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, termasuk sebagai sumber irigasi bagi tanaman padi yang jarang ditemui di daerah Gunung Kidul. Dari lokasi parkir kendaraan, pengunjung akan melihat lembah yang dialiri Sungai Oyo yang begitu jernih. Meski begitu, pada musim hujan, air akan berwarna kecokelatan karena membawa endapan dari hulu sungai.

KOMPAS.Com/RAHMAT FIANSYAH Goa Rancang Kencana, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ada dua akses untuk sampai ke air terjun. Pertama, pengunjung bisa menelusuri Sungai Oyo dengan perahu yang dioperasikan oleh penduduk desa dengan biaya Rp 10.000 untuk pulang pergi. Sementara yang kedua, pengunjung bisa berjalan kaki menuju air terjun sekitar 1 kilometer. Sampai di lokasi, gemuruh air langsung terdengar mendominasi suasana. Ada tiga air terjun utama yang tingginya sekitar 50 meter. Tak hanya itu, pengunjung juga dapat melihat panorama tebing di seberang air terjun yang dibatasi sungai.

Menurut penuturan salah seorang operator perahu, nama Air Terjun Sri Gethuk berasal dari kata "kethuk" yang berarti bunyi gamelan yang erat dengan legenda masyarakat yang bernuansa mistis. "Konon, dulunya tempat itu untuk menyimpan gamelan dan kadang-kadang juga muncul suara gamelan dari tempat itu," katanya, Selasa (10/12/2013).

Kesan mistis lebih terasa saat berkunjung ke Goa Rancang Kencana. Di tengah-tengah goa terdapat sebuah pohon raksasa yang menjulang tinggi melebihi atap gua. Seperti goa pada umumnya, goa ini terdapat stalaktit fan stalagmit. Goa ini terdiri dari tiga ruangan utama yang semakin dalam ditelusuri, semakin kecil ukurannya. Sebelum diresmikan menjadi obyek wisata, anak-anak dari warga sekitar biasa bermain bersama di ruangan pertama yang paling besar.

Pemandu wisata goa, Min Safitri (55) mengatakan ruangan terakhir yang paling kecil biasa digunakan untuk melakukan aktivitas ritual oleh beberapa paranormal kondang seperti Ki Joko Bodo, Ki Kusumo, hingga politisi sekaligus paranormal, Permadi. "Dulunya goa ini bekas tempat bagi laskar Mataram untuk bersembunyi saat bergerilya melawan pasukan penjajah Belanda. Tapi, berdasarkan pustaka Yogyakarta, goa ini sudah ada sejak 4.000 tahun yang lalu," tuturnya.

Selain dua obyek wisata tersebut, pengunjung juga bisa menikmati budaya yang ditawarkan Desa Bleberan, seperti upacara kenduri rasulan, upacara kenduri nyadranan, dan sebagainya. Untuk kuliner, di lokasi parkiran terdapat area pemancingan ikan yang siap untuk digoreng sebelum dimakan. Selain itu, ada pula makanan khas Gunung Kidul, seperti sego pletik sambel walang dan gudeg daun singkong.

KOMPAS.Com/RAHMAT FIANSYAH Sungai Oyo
Meskipun begitu, pengelolaan aset wisata ini belum tergarap secara maksimal. Hal ini pun diakui oleh Manajer Desa Wisata Bleberan, Tri Harjono. Ia mengatakan potensi wisata air terjun di desa ini baru ditemukan sekitar tahun 2007 dan diresmikan sebagai obyek wisata pada tahun 2009. "Tahun 2009 launching, booming tahun 2011. Kita tidak siap, industri pariwisata belum siap," ucapnya.

Peluang Ekonomi Desa Wisata

Desa wisata menyimpan potensi ekonomi yang berguna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di desa tersebut. Tri mengatakan pada tahun 2012, pengunjung Desa Bleberan mencapai angka 120.000 orang per tahun dengan pendapatan sekitar Rp 1 miliar. Sejak diresmikan, sektor wisata ini menjadi salah satu unit bisnis di samping pengelolaan air dan usaha kecil menengah di bawah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Potensi inilah yang direspons oleh PT Bank Central Asia (BCA). Sebagai wujud kepedulian perusahaan, BCA melakukan kerja sama dengan warga Desa Bleberan untuk mengembangkan industri pariwisata di desa tersebut. Menurut Inge Setyawati, Corporate Secretary BCA, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi program Corporate Social Responsibility (CSR) BCA di samping sektor pendidikan dan kesehatan.

"Diharapkan melalui kegiatan ini dapat menghasilkan tenaga terampil di bidang pemandu wisata serta meningkatkan kemampuan para pramuwisata sehingga mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan keinginan wisatawan," terang Inge.

Dalam kesempatan yang sama, Head of CSR BCA, Sapto Rachmadi menambahkan di samping memberikan pendukung operasional, program ini lebih banyak fokus pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Desa Bleberan bidang pariwisata. Program berbasis pemberdayaan ekonomi komunitas ini, kata Sapto, merupakan kelanjutan program Desa Wisata Goa Pindul pada tahun 2011 yang berhasil meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat desa secara signifikan.

KOMPAS.Com/RAHMAT FIANSYAH Head of CSR BCA, Sapto Rachmadi (paling kiri), Perwakilan Desa Bleberan, Marjuni (kedua dari kiri), Corporate Secretary BCA, Inge Setyawati (kedua dari kanan), dan Trainer BCA AA.SG. Inten Adriyani (paling kanan) dalam acara Program Bakti BCA, di Hotel Arjuna, Yogyakarta, Selasa (10/12/2013).
Tak hanya mendapatkan pelatihan teori, keesokan harinya, Rabu (11/12/2013), BCA juga mengajak para pengurus Desa Wisata Bleberan untuk melakukan studi banding ke obyek wisata Dolan Ndeso yang sudah sukses mengembangkan pariwisatanya. Dolan Ndeso berlokasi di Desa Banjar Asri, Kecamatan Kali Bawang, Kabupaten Kulon Progo. Di sini para peserta belajar tentang cara kerja organisasi bisnis, pemandu wisata, dan fasilitas homestay dan kuliner.

Terkait hal tersebut, Tri mengapresiasi kerja sama dengan BCA. Menurutnya, selama ini pelayanan terhadap wisatawan dilakukan secara otodidak. Ia berharap para pengurus bisa melakukan pelayanan secara profesional setelah mendapat pelatihan SDM dari BCA. "Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada BCA. Ini adalah peluang luar biasa yang harus kita tangkap," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com