Suara mesin kapal yang sedikit berisik, berbenturan dengan bunyi ombak kecil yang menghantam sisi bawah kapal. Sepanjang mata memandang, terlihat laut biru muda yang dikelilingi oleh tepi pulau hijau di sekitarnya. Sesekali terlihat juga kapal dan perahu yang melintas.
Perjalanan dari tepi pulau Lombok ke suatu pulau kecil bernama Gili Sudak itu pun menjadi sangat mengasyikkan. Bicara soal gili -- begitulah mereka menyebut pulau kecil di sini -- tentunya kita langsung teringat dengan Gili Trawangan. Sebuah gili yang memang sudah sangat terkenal di kalangan wisatawan dalam dan luar negeri.
Namun kami sengaja memilih gili lain, yang masih sepi dan jauh dari keramaian manusia. Untuk diketahui, Pulau Lombok ini memang memiliki sangat banyak gili di sekitarnya, dan kebanyakan masih belum ramai dijamah manusia.
Sesuai dengan yang dikatakan Fakhrurozi, hanya terdapat beberapa bangunan di sisi luar pulau ini. Sementara di sisi dalamnya adalah pohon-pohon hijau yang membentuk sebuah hutan belantara.
Pengunjungnya saat itu pun, kebetulan hanya rombongan kami saja. Kesan liar dan eksotis langsung terasa menyebar di seluruh penjuru pulau ini.
Kita pun langsung disambut oleh rekan-rekan Fakhrurozi yang telah menunggu di sana. Makanan lezat langsung dihidangkan, mengingat waktu saat itu menunjukkan jam makan siang.
Setelah perut kenyang, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Snorkeling. Untuk dapat mengamati terumbu karang dengan ikan-ikan yang indah, tidak perlu bergerak hingga jauh ke tengah laut.
Hanya berjarak beberapa meter dari tepi pantai, terumbu karang pun sudah mulai bermunculan. Namun jika bergerak lebih ke tengah lagi, tentu saja spesies terumbu karang dan berbagai jenis ikan semakin ramai bermunculan.
Melihat berbagai ikan yang tidak diketahui nama dan jenisnya itu meliuk-liuk keluar masuk terumbu karang, menimbulkan rasa iri. Jika bisa, rasanya ingin menjelma menjadi spesies ikan dan ikut berenang di antara terumbu-terumbu karang itu. Tinggal sementara di dunia bawah laut yang indah, melupakan kepenatan yang terjadi di daratan.
"Kalau ombaknya besar, susah untuk snorkeling. Nanti bisa pusing dan mual," ujar Fakhrurozi.
Hujan Bukan Halangan
Berwisata alam saat musim hujan seperti sekarang memang bisa menjadi masalah besar. Aktivitas liburan bisa rusak dalam sekejap dengan hujan yang datang mengguyur. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi kami.
Meski hujan cukup deras sudah mulai turun, namun kami masih asyik menyatukan diri dengan alam yang ada di Gili Sudak. Tak ada yang mundur saat hujan turun mengguyur.
Beberapa masih asyik snorkeling. Namun ada juga yang sudah mulai beralih ke permainan lainnya, mengayuh-ngayuh perahu kano. Nah, kekurangan yang masih sangat terasa di Gili Sudak ini adalah minimnya fasilitas.
Jadi, beberapa di antara kami yang sudah puas dengan snorkeling, dan tidak kebagian perahu kano yang jumlahnya minim, menikmatinya dengan berenang atau sekadar berendam. "Kalau ke atas malah dingin, enak di sini berendam, hangat," ujar Danu, salah satu jurnalis media online.
Gili Ukuran Mini
Dari Gili Sudak, terlihat sebuah gili berukuran mini yang dinamakan Gili Gendis. Kami pun menyempatkan diri menyeberang ke sana karena bentuknya yang sejak tadi membuat kami penasaran.
Bentuk pulaunya hampir membentuk lingkaran. Di sisi luar, pulau, pasir putih kecokelatan terlihat melingkar mengikuti kontur pulau. Sementara di bagian dalam, terdapat pepohonan lebat yang juga membentuk lingkaran.
Sesampainya di sana, kami pun memutuskan untuk lebih mengenal gili ini dengan berjalan satu putaran mengitarinya. Hanya ada satu gardu kecil di gili ini, sisanya masih alami tanpa modifikasi tangan-tangan manusia. Kesan liar dan eksotis tentunya lebih kentara di Gili Gendis ini. Usai berkeliling, Fakhrurozi yang suka bercanda pun kembali berkelakar.
"Nanti kalau kalian pulang ke Jakarta, kalian bisa cerita kalau kalian sudah berjalan kaki keliling satu pulau," selorohnya.