Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biarkan Mereka Menggandrungi Gandrung

Kompas.com - 16/12/2013, 20:35 WIB
SAAT selendang dikembangkan 1.053 pasangan penari gandrung, mereka ibarat ribuan bidadari yang terbang mengepakkan sayapnya. Liukan gerakan kepala, badan, pinggul, dan gerak kaki yang lincah dan energik dipadu senyuman manis menghipnotis ribuan penonton saat menyaksikan Paju Gandrung Sewu, laki-laki yang mengiringi perempuan menari.

Alunan musik khas Banyuwangi dengan lagu ”Kembang Waru” dan ”Embat-embat” yang mengentak bercampur aroma dupa dan kemenyan terbakar menciptakan atmosfer magis yang kuat. Sorot mata dan senyuman para gandrung sungguh memesona.

Tak lama kemudian para paju (penari pria pengiring) menyerbu lapangan di Pantai Boom, Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka seolah menjemput masing-masing bidadari dan larut dalam tarian sukacita. Kemudian, 2.106 orang penari larut dalam tarian serempak dan tak mau kalah dengan riak ombak Selat Bali, yang berlari, berkejaran. Tarian itu pun berakhir dengan membentuk formasi tulisan I ♥ BWI yang menjadi spirit masyarakat ”Aku Cinta Banyuwangi”.

Tarian kolosal yang melibatkan siswa SD, SMP, SMA, mahasiswa, dan penari gandrung profesional, bangga ikut ambil bagian di acara akbar tersebut. Sebagian siswa yang berasal dari kecamatan di pinggir Banyuwangi rela menginap di sejumlah sekolah dengan membawa bantal dan tikar sendiri.

Sebagian berdandan dan bersiap-siap sejak pukul 05.00. Hebatnya, satu sama lain saling membantu merias dan memasangkan busana tari dan omprok (semacam mahkota untuk penari gandrung). Sambil menunggu pagelaran dimulai, sebagian tidur-tiduran di sejumlah ruang kelas yang disulap jadi ruang rias seperti di SD Kepatihan.

Kelelahan mereka terbayar saat mereka bisa menampilkan tarian yang memukau di hadapan ribuan orang. ”Rasanya lega dan senang sekali setelah tampil,” ujar Sarita (17) yang ikut menari, dengan mata berbinar-binar.

Fragmen gandrung

Tarian Paju Gandrung Sewu diawali dengan pemasangan kiling (baling-baling), yang biasa digunakan petani di Banyuwangi untuk menghalau burung di sawah. Awalnya, seorang pria berlari ke tengah lapangan membawa kayu, lalu memanjat bambu setinggi sekitar 10 meter. Kemudian, ia memasang kayu tersebut untuk kiling atau kincir pengusir burung.

KOMPAS/ADI SUCIPTO Upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melestarikan gandrung dimulai dengan mengenalkan tari gandrung. Sebanyak 1.053 penari gandrung dilibatkan dalam paju gandrung sewu di pantai Boom Banyuwangi Jawa Timur pada Sabtu (23/11/2013) lalu artinya ada 2056 penari termasuk 1053 penari paju.
Setelah kiling terpasang, suasana magis semakin terasa. Beberapa penari seblang memasuki lapangan diiringi dengan lagu ”Banyuwangi Podo Nonton”. Seblang adalah cikal bakal dari penari gandrung. Mereka mengenakan omprok dari daun-daunan.

Setelah itu, muncul penari gandrung laki-laki yang dikenal dengan Gandrung Marsam. Awalnya, memang gandrung ditarikan laki-laki, tetapi akhirnya berkembang dan lebih banyak dibawakan oleh kaum perempuan. Pada fragmen digambarkan seorang penari gandrung perempuan pertama yang diusung menggunakan tandu. Penari gandrung itu menggunakan selendang putih yang menggambarkan penari gandrung perempuan pertama bernama Gandrung Semi.

Selanjutnya, beberapa penari gandrung profesional membawakan tarian Jejer Gandrung. Saat itu para pengiring (paju) menari bersama sambil memberikan saweran kepada gandrung sambil diselingi minuman keras. Oleh karena minuman keras dianggap merusak, maka selanjutnya ada dialog bahwa gandrung harus menjaga nama baik agar terus tumbuh di masyarakat Banyuwangi.

Setelah itu, barulah muncul ribuan penari gandrung yang meliuk-liuk menari secara kolosal, disusul ribuan paju yang bergabung sebagai penari pengiring. Lebih dari seribu pasang penari ini membentuk formasi ”I ♥ BWI” sambil melempar sampur (selendang) yang ditahan di tangannya berulang-ulang dan meneriakkan kata, ”ya-ya-ya-ya”.

Ketua Panitia Paju Gandrung Sewu, Budianto, menjelaskan, pagelaran tari kolosal Paju Gandrung Sewu merupakan sebuah pertunjukan yang menceritakan cuplikan cerita gandrung yang berkembang di masyarakat. Paju adalah para penonton pria yang ikut diajak menari. Paju Gandrung biasanya dihadirkan saat masyarakat using (suku asli Banyuwangi menggelar hajatan.

Pertahankan tradisi

Menurut Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singadimayan (83), gandrung salah satu jati diri dan identitas Banyuwangi. Ia berharap gandrung bukan saja dipertahankan masyarakat Banyuwangi, tetapi dikenal meluas ke luar Banyuwangi. ”Banyuwangi harus bangga dengan identitasnya. Kalau anak-anak muda mencintai budayanya sendiri, identitas itu tak akan tergerus zaman,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com