Udara dingin semakin menyengat. Namun, rencana melanjutkan perjalanan ke ibu kota Jepang, Tokyo, membuat kami lebih bersemangat. Satu demi satu, tas dan koper kami tumpuk di bagian belakang bus.
Lima belas menit setelah bus melaju, kami pun tiba di stasiun yang menjadi pintu masuk pelancong ke sirkuit internasional yang pembangunannya dirintis sejak tahun 1962 silam.
Berbeda dengan saat tiba, kali ini kami memilih kereta Kintetsu kelas eksekutif menuju Nagoya. Ya, kami memang harus transit di Nagoya sebelum mencari kereta api cepat Tokaido Shinkansen menuju Tokyo.
Tarif KA Kintetsu eksekutif dibaderol 1.700 yen atau hampir Rp 200.000 per penumpang. Sementara itu, harga tiket kelas ekonomi cuma 800 yen atau sekira Rp 100.000.
Kedua kelas berbeda tersebut berjalan dalam satu rangkaian KA. Yang membedakannya cuma posisi duduk. Di kelas eksekutif, kami mendapatkan kursi dan nomor sesuai yang tercantum di tiket. Posisi duduk berjajar menghadap ke depan. Di tiap-tiap sisi ada dua tempat duduk, persis seperti kereta api jarak jauh lainnya.
Sementara itu, di kelas ekonomi, penumpang duduk berhadap-hadapan. Posisinya mirip dengan kereta commuter line di Jakarta. Tak ada nomor kursi di gerbong ini.
Kami masukkan semua koper dan tas yang kami bawa ke dalam kompartemen di atas kursi penumpang. Sejumlah koper berukuran besar ditempatkan di ujung gerbong, dekat dengan pintu keluar.
Dibutuhkan waktu kira-kira 50 menit untuk menuju Nagoya yang berjarak sekira 52 kilometer dari Shiroko. Ketika kereta tiba di Stasiun Nagoya, kami pun bergegas turun.
Lagi-lagi, kepadatan manusia di terminal bawah tanah Nagoya menyambut kedatangan kami yang bersamaan dengan jam pulang kerja. Kendati demikian, tak ada kebisingan berarti. Semua berjalan lancar. Antrean penumpang pun tertata tertib.
Ya, peradaban manusia di negara maju kembali terasa di tempat ini. Semuanya patuh dan menghormati hak orang lain. Kelancaran dan ketertiban pun menjadi ganjarannya.
Kehilangan tas
Seusai menguras perhatian saat mencari jalur menuju layanan kereta api Shinkansen ke Tokyo, akhirnya kami tiba di luar stasiun. Suasananya sudah gelap kala itu. Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan. Lalu lalang manusia pun terus terlihat tak berhenti.
Entah mengapa, kami tidak bisa menemukan jalur penghubung dari Terminal Kintetsu menuju jalur Shinkansen. Akhirnya kami memilih keluar, dan masuk ke Stasiun Nagoya dari pintu yang berbeda agar loket Shinkansen lebih mudah ditemukan.