Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Tua Penambang Emas Pun Memesona

Kompas.com - 24/12/2013, 12:46 WIB
"LLHA formosa...pulau yang cantik,” begitu para pelayar Portugis menyebut Taiwan ketika melewati pulau yang terletak di antara China, Jepang, dan Filipina itu. Tak hanya menyandang sebutan cantik, bangsa yang mendiami pulau itu juga kreatif mengolah sumber daya alam.

Hanya sebuah batu, hanya sebuah pasar malam, dan hanya sebuah desa di lereng gunung, tetapi bisa ”disulap” menjadi kawasan pariwisata. Pariwisata berbasis sejarah, ekologi, dan budaya yang mendongkrak ekonomi kreatif warga sekitarnya.

Kesan tersebut muncul ketika Kompas mengikuti ”2013 Taiwan Study Camp for Future Leaders from Southeast Asia” pada 21-30 November yang digelar Kementerian Luar Negeri Taiwan. Kegiatan yang berfokus pada pelatihan kepemimpinan di bidang ekonomi, lingkungan hidup, dan energi terbarukan itu diikuti 38 peserta dari negara-negara Asia Tenggara.

Kesan itu kami dapati ketika diajak ke sejumlah tempat wisata. Beberapa di antaranya adalah Yehliu Geopark, desa penambang emas Jiufen, dan Taiwan Indigenous Peoples Culture Park.

Yehliu Geopark membentang sepanjang 1.700 meter di pesisir pantai Wanli, New Taipei City. Yehliu Geopark merupakan taman batu karang yang menyuguhkan panorama batu dengan aneka macam bentuk. Lebih kurang ada 180 formasi batu karang. Ada yang menyerupai jamur, lilin, sarang lebah, kepala ratu, gorila, naga, dan masih banyak lagi.

Batu-batu karang itu terbentuk karena proses alam selama jutaan tahun. Erosi air laut berpadu dengan angin, hujan, gelombang laut, dan topan timur laut membantu proses pembentukan batu-batu karang itu.

Mangin Stephen, pemandu Yehliu Geopark asal Perancis, mengatakan, dahulu kawasan itu merupakan tempat tinggal masyarakat Aborigin Taiwan atau Taiwan Indian. Mereka bekerja sebagai nelayan dan berasal dari sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Filipina.

Lantaran kerap didatangi para peneliti dan akhirnya menjadi tempat wisata geologi, mereka pindah ke sejumlah kawasan pegunungan Taiwan. Dahulu, mereka memanfaatkan batu-batu itu sebagai tempat berlindung dari serangan musuh yang datang dari laut.

”Rata-rata ada 3 juta orang per tahun yang datang ke Yehliu Geopark. Agar formasi batu tidak rusak, kami membatasi para pengunjung yang masuk ke taman, terutama di hari-hari libur. Kami juga menempatkan penjaga untuk menjaga batu-batu itu agar tidak disentuh pengunjung,” kata Stephen.

Stephen menambahkan, masyarakat sekitar Yehliu Geopark juga diberi kesempatan untuk berdagang di kompleks tempat parkir. Mereka mendapat uang dengan menjual makanan, jajanan, dan suvenir.

Sekitar 1 jam perjalanan dari Yehliu Geopark, terdapat tempat wisata desa kuno yang menjadi saksi bisu penambangan emas terbesar di Taiwan. Desa itu adalah Jiufen, berada di antara Gunung Jiufen dan Ghinkuashin.

Jalan kuno

Pada awal pemerintahan Dinasti Qing, Jiufen hanyalah sebuah kampung kecil yang terpencil, terisolasi, dan sepi. Penghuninya hanya sembilan keluarga. Pada 1890, seorang pendatang menemukan bijih emas di Jiufen sehingga kawasan itu menjadi ramai. Pada 1971, tambang itu tidak lagi menghasilkan emas dan ditutup.

Saat ini, kawasan itu berkembang menjadi desa wisata yang menampilkan panorama alam pegunungan. Dari atas desa tersebut, pengunjung dapat melihat sebagian pesisir Lautan Pasifik Taiwan dari gardu pandang sembari meminum teh khas Jiufen.

Selain itu, desa tersebut mempunyai jalan kuno yang dahulu dilewati para penambang emas. Jalan itu berupa tangga batu dan lorong-lorong yang terhubung dengan jalan utama desa. Di desa itu pula banyak pengunjung dapat membeli aneka makanan dan suvenir khas Taiwan. Lantaran terkenal sebagai daerah dingin, banyak pedagang yang menawarkan minuman jahe khas pegunungan Taiwan.

Berkat pengelolaan yang matang dan terencana, desa itu tumbuh sebagai tempat wisata yang diminati ribuan pengunjung. Hampir sebagian masyarakat desa hidup sebagai pedagang dengan mengubah rumah mereka menjadi kios makanan dan minuman atau suvenir.

Jenny Tseng dari Taiwan Turnkey Project Association, pendamping peserta 2013 Taiwan Study Camp, mengemukakan, Pemerintah Taiwan sangat peduli dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu, mereka menempuh berbagai macam upaya, salah satunya mengemas kekuatan dan kearifan lokal dan menawarkannya kepada wisatawan.

”Mereka mengajak warga setempat untuk memasarkan kekuatan dan kearifan lokal yang khas. Kearifan lokal itu bisa berupa potensi alam, budaya, sejarah, dan kesenian,” kata dia.

Salah satu peserta dari Indonesia, Laela Royani, mengaku terkesan dengan pengelolaan pariwisata Taiwan. Pemerintah Taiwan benar-benar melibatkan swasta dan masyarakat setempat. Hal-hal yang mungkin dipandang remeh, seperti batu dan bekas penambangan emas, justru dikemas dengan sangat menarik dan ditawarkan kepada para wisatawan.

”Selain itu, pariwisata di Taiwan ditujukan pula untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui geliat industri rumahan. Pariwisata itu tidak semata untuk menambah pendapatan asli daerah,” kata Laela. (HENDRIYO WIDI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com