Kawasan Bay Street, Boulevard, membentang sepanjang kurang lebih tiga kilometer, mulai dari Kelurahan Bahu, Kecamatan Malalayang, hingga pusat Kota Manado. Di siang hari, kawasan yang sebagian di antaranya hasil reklamasi itu tampak gersang. Namun, begitu senja beringsut dan warna jingga di permukaan laut berubah jadi hitam, kawasan itu memperlihatkan geliatnya.
Saat itulah, ratusan restoran dan rumah makan membuka pintunya lebar-lebar. Sebagian menyalakan lampu kelap-kelip yang menyilaukan mata dan menyetel musik keras-keras. Dengan cara itu, pengelola restoran berusaha memikat orang-orang yang ingin santap malam.
Di pengujung November lalu, kami mampir ke Restoran Taipan Seafood yang Desember ini genap berusia satu tahun. Begitu masuk ke restoran kayu berdinding separuh, angin laut segera menyambar dingin. Syuuurrr....
Seperti ingin menantang terpaan angin, kami duduk menghadap laut. Dari sudut itu, kami bisa melihat orang-orang yang memancing ikan di tepi pantai. Kami juga bisa menatap lampu Kota Manado yang berkelap-kelip seperti ribuan bintang terang. Sebuah keasyikan yang hanya bisa diinterupsi oleh kedatangan para pelayan yang membawa aneka masakan lezat, mulai kakap merah bakar bumbu rica (cabai rawit), sup ikan kerapu (goropa), cumi tinta, udang woku, dabu-dabu, hingga oseng kangkung-bunga pepaya.
Makam malam itu dibuka dengan semangkuk sup goropa. Kuahnya terasa pedas dan segar. Rasa bawang putih, bawang merah, tomat, jahe, lengkuas, serai, dan jeruk lemon berpadu sempurna. Sup itu tandas dalam sekejap.
Kami beralih ke kakap rica. Rasa super pedas langsung menyengat lidah begitu kakap rica itu mendarat di lidah. Libby Sinsu, pengelola restoran, tertawa melihat wajah kami yang kepedasan. ”Itu ricanya hanya setengah dari seharusnya,” ujarnya menjelaskan.
Ada beberapa menu lezat lain yang kami cicipi, yakni cumi tinta, udang woku, oseng bunga pepaya, cah daun pakis, dabu-dabu kecap, dabu-dabu jahe, dan dabu-dabu lilang (potongan cabai merah, tomat, dan bawang merah yang dicampur dan diberi asam dari perasan air lemon cui). Makan malam itu begitu kaya dengan cita rasa asam, gurih, dan pedas. Kami menutupnya dengan es kelapa muda yang dicampur gula aren.
Hari berganti, kami berkunjung lagi ke pusat kuliner di kawasan Boulevard. Kali ini, kami memilih Restoran Wisata Bahari yang berupa rumah panggung di atas laut. Dari kejauhan, restoran itu seperti kapal besar sedang berlayar di Teluk Manado. Kami mengambil tempat di bagian ujung restoran yang mirip anjungan kapal. Dari situ, Pulau Manado Tua terlihat bagai bayang-bayang. Air laut terlihat begitu tenang hingga riaknya terdengar bagai bisikan.
Seperti banyak restoran lain di kawasan Boulevard, Wisata Bahari menyajikan menu-menu laut yang diolah dengan bumbu khas Manado, baik rica maupun woku. Kami menikmati woku cumi-cumi yang manis, pedas, dan segar. Bumbu-bumbu penunjang, seperti jahe, serai, kemangi, dan kunyit, terasa samar jejaknya.
Mengurangi pedas
Restoran-restoran yang ada di kawasan Bay Street menjadi salah satu penunjang keramaian malam di Kota Manado. Angelique Randan (13), warga Bahu, Kecamatan Malalayang, mengatakan, dirinya kerap memilih restoran-restoran di Bay Street setiap menggelar acara keluarga. ”Saya biasa merayakan ulang tahun di sini, Oma juga,” kata Angelique.
Restoran-restoran itu menjadi semacam jawaban atas gaya hidup sebagian orang Manado yang suka berkumpul dan makan-makan. ”Asalkan makanannya enak, restoran pasti ramai,” ujar Libby.
Orang Manado yang makan di sini, kata Libby, biasanya minta tambahan rica agar rasa pedas masakan lebih menyengat. ”Kami tinggal bawakan segepok rica, ha-ha-ha,” ujar Libby.
(Pingkan Elita Dundu dan Budi Suwarna)