Gampang jual
Janet de Neefe, penggagas UWRF, mengatakan, Ubud memiliki nilai lebih karena sudah mendunia sehingga memudahkan dirinya memperkenalkan kegiatannya. ”Ubud merupakan tempat yang tepat untuk mendapatkan kualitas terbaik yang bertaraf internasional,” ujarnya.
Ia tidak ragu memilih Ubud karena tak hanya soal pariwisata, tapi juga bisa menjadi pertemuan seniman dan penulis dunia untuk saling bertukar pengalaman. Sesampainya di Pulau Bali, menurut dia, jarang orang tak mengenal Ubud sehingga memudahkan siapa pun yang datang dari belahan dunia mana pun menemukan lokasi Ubud.
Meski berbeda dari masa ke masa, perkembangan Ubud begitu hampir merata. Jika pada 1990-an, masyarakat begitu antusias menerima wisatawan dengan berkembangnya seni lukis hingga menjual produk lukisan massal di pasar tradisional Ubud. Para penari dan penabuh laris manis pentas di beberapa lokasi. Saat ini, sebagian warga dan yang dulunya pelukis pun tergiur untuk bekerja di vila dan restoran. Maklum, lima tahun terakhir vila dan aneka kuliner terus memasuki Ubud.
Suasana tenang tanpa ingar-bingar lagu keras dan disko menjadikan Ubud tetap bersahaja. Hanya saja, para penglingsir dan tokoh mengkhawatirkan sesaknya jalan-jalan di Ubud yang mulai macet di sana-sini.
Tepuk tangan meriah dan jepretan kamera dari sekitar 100 wisatawan asing yang menonton pementasan pun menyambut puas penampilan tangan-tangan gemulai penari legong dan penabuh malam itu. Langit malam yang cerah menaungi panggung pentas yang tak beratap dan berlatar pintu masuk Puri Agung Ubud. ”Kami percaya, Ubud bisa terjaga. Kami pun setia untuk tetap menjaga budaya karena kami hidup dari budaya,” kata Roja sambil menutup buku penjualan tiket malam itu. (Ayu Sulistyowati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.