Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Padang, Situs Megalitik yang "Menggelitik"

Kompas.com - 06/01/2014, 17:19 WIB
Pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana... Itulah pepatah Prabu Raja Wastu yang tertulis dalam prasasti Kawali pada tahun 1375. Pepatah yang artinya bekerja keraslah supaya berjaya di dunia itu barangkali relevan apabila dikaitkan dengan aktivitas situs megalitik Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Raja dari Kerajaan Sunda Galuh yang terkenal dengan sebutan Niskala Wastu Kancana (1371-1475) itu adalah pemimpin visioner Ki Sunda. Pandangannya selalu jauh ke depan. Ia juga ingin keturunan Ki Sunda memiliki etos kerja keras, all out, tidak setengah-setengah dan tidak malas. Baginda raja paham benar bahwa sebuah karya besar tidak akan pernah bisa diperoleh tanpa kerja keras dengan jalan mudah.

Sejak awal tahun 2012, kawasan situs megalitik Gunung Padang dikaji oleh Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM), yang bekerja sama dengan Staf Kabinet RI dan Staf Khusus Presiden RI bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Tim melakukan penelitian terhadap cagar budaya tersebut. Situs ini ditengarai sebagai bangunan megalitik yang konon membuktikan adanya peradaban manusia sejak beberapa abad sebelum Masehi (SM) atau lebih dari 500 tahun SM.

Untuk menyikapi proses penelitian tersebut, pada 26 April 2013 berkumpul sejumlah ahli dari berbagai bidang ilmu yang peduli terhadap pelestarian cagar budaya, khususnya situs Gunung Padang di Cianjur. Dalam pertemuan itu, para ahli menyatakan kekhawatirannya atas kelestarian situs Gunung Padang sehubungan dengan penelitian yang dilakukan secara besar-besaran.

Proses ekskavasi itu menggelitik tokoh dan budayawan Sunda, termasuk warga setempat sebab dilakukan pengeboran menggunakan alat-alat berat yang didahului peledakan. ”Di situlah terjadi insiden berupa penganiayaan ringan oleh warga terhadap anggota peneliti karena peledakan itu dilakukan di tanah mereka,” ujar Bah Ruskawan, budayawan Cianjur.

KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO Batu situs Megalitik Gunung Padang yang dikelilingi keindahan alam pegunungan di kawasan Cianjur, Jawa Barat, Jumat (15/3/2013).
Karena khawatir menimbulkan konflik, berbagai unsur masyarakat Sunda yang memiliki kepedulian atas kelestarian Gunung Padang pun berkumpul di Kabupaten Cianjur. Mereka menolak penelitian Gunung Padang. Para tokoh Ki Sunda itu juga mengajukan penangguhan penahanan terhadap ketiga warga yang dituding menganiaya. Permohonan itu dikabulkan Pengadilan Negeri Cianjur.

Pelestarian cagar budaya

Pernyataan sikap itu dipelopori oleh Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, organisasi terbesar masyarakat Sunda dan Lembaga Swadaya Masyarakat Ma’soem Peduli Umat (Mampu), yang diikuti 700 orang dari berbagai unsur komunitas kesundaan, seperti Sundawani, Kabuyutan, aktivis mahasiswa Cianjur, serta pakar hukum dan budayawan di Jawa Barat.

Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, Didi Turmudzi menyatakan, keterlibatan Paguyuban Pasundan semata-mata karena kepedulian terhadap kelestarian situs Gunung Padang sebagai cagar budaya warisan leluhur. ”Sama sekali tak ada kaitannya dengan keinginan untuk menguasai kekayaan di dalam perut cagar budaya itu,” kata Didi.

Ketua LSM Mampu Asep Sujana menambahkan, kehadirannya di Cianjur untuk mendukung kelestarian cagar budaya Gunung Padang sebagai aset dan kekayaan budaya leluhur Ki Sunda. LSM Mampu juga menuntut agar penelitian oleh TTRM dihentikan hingga proses hukum terhadap tiga warga Gunung Padang tuntas. ”Jika dilanjutkan, kami khawatir berujung konflik horizontal,” katanya.

Namun, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan justru berpendapat berbeda. Dia justru berharap semangat mengkaji Gunung Padang terus dilakukan untuk mengungkap kejayaan masa lalu yang bisa mengubah sejarah Indonesia. ”Saya tegaskan, pembahasan Gunung Padang harus tuntas agar pro-kontra juga tuntas,” ujar Heryawan saat Festival Gotrasawala yang digelar di Bandung.

Untuk mendukung penelitian, luas kawasan Gunung Padang yang semula ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seluas 1,7 hektar, lewat peraturan gubernur diperluas jadi 25 hektar. ”Jika para ahli bangsa lain begitu peduli, apalagi kita sebagai pemiliknya,” kata Heryawan.

KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO Situs Megalitik Gunung Padang yang dikelilingi keindahan alam pegunungan di kawasan Cianjur, Jawa Barat, Jumat (15/3/2013).
Mirip Machu-Picchu

Sementara itu, kesimpulan awal TTRM antara lain menyatakan, semula di atas bukit situs Gunung Padang dianggap berupa teras-teras dari tumpukan batu yang disusun sederhana, tetapi ternyata tidak demikian. Tim sudah membuktikan, situs Gunung Padang adalah sebuah struktur punden berundak raksasa yang menutup lereng-lereng bukitnya dan dibuat dengan desain arsitektur-konstruksi tingkat tinggi.

”Bisa kita bilang setara atau mirip dengan konstruksi bangunan Machu-Picchu di Peru,” ungkap Boediarto Ontowirjo atas nama TTRM melalui surat elektronik.

Ahman Sya, budayawan, yang juga Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya memaklumi reaksi sebagian budayawan terhadap TTRM. Persoalannya, tidak hanya koordinasi antarberbagai unsur yang terabaikan, tetapi juga aspek etika kultural yang mungkin terlupakan. Masyarakat di sekitar Gunung Padang punya kepercayaan yang harus dihormati.

”Sebab itu, diperlukan kesepakatan sebelum kegiatan riset dilanjutkan,” kata Ahman.

Penelitian boleh saja dilakukan, apalagi untuk mengungkap misteri masa silam. Namun, tentu tata krama harus diindahkan agar tradisi dan adat istiadat yang berlaku tidak dilanggar. (Dedi Muhtadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Rekomendasi Kafe Kucing di Bandung

3 Rekomendasi Kafe Kucing di Bandung

Jalan Jalan
Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com