Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gamelan, "Orkestra Jawa" yang Justru Populer di Amerika

Kompas.com - 16/01/2014, 10:40 WIB
BERAPA banyak sekolah atau perguruan tinggi di Indonesia yang mengajarkan gamelan kepada siswa atau mahasiswanya? Pasti sangat langka.

Gamelan boleh jadi hanya diajarkan di sekolah karawitan atau sekolah tinggi seni. Padahal, di Amerika Serikat, gamelan sangat populer. Bahkan, karena membutuhkan kerja sama yang apik di antara para pemainnya, ada yang menyebut gamelan sebagai ”orkestra Jawa”.

Bukti populernya gamelan, antara lain, kini kelompok pemain gamelan tersebar di 45 dari 50 negara bagian di AS. Haryo Winarso, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedubes RI di AS, mengatakan, ada sekitar 400 komunitas gamelan di AS, terutama berbasis di perguruan tinggi. Dari 400 komunitas gamelan tersebut, 127 komunitas aktif berlatih dan menggelar pementasan.

Diperkirakan lebih dari 300 set gamelan asal Indonesia yang dimainkan di AS. Mulai dari gong, kempul, bonang, gender, celempung, dan masih banyak lagi perangkat gamelan lainnya didatangkan khusus dari Jawa dan Bali.

Denyut gamelan di AS tidak hanya dibuktikan dengan komunitas gamelan yang aktif berlatih dan menggelar pementasan. Rekaman ensambel gamelan berupa instrumen maupun dengan iringan vokalis juga banyak beredar.

Burhan Sukarma yang menetap lebih dari 20 tahun dan menikah dengan Rae Ann Stahl, warga AS, mendirikan Pusaka Sunda di California yang fokus pada gamelan degung Sunda. Kelompok ini telah eksis selama 25 tahun dan sudah menelurkan tiga album musik gamelan. Album terakhir bertajuk Live at The Jazzschool.

Sementara itu, Tyler Yamin (27), dosen gamelan di Loyola Marymount, Los Angeles, California, setahun lalu membentuk grup Gamelan Pandan Arum. ”Kelompok kami satu-satunya di AS yang memainkan gamelan Semara Pegulingan dari Desa Kamasan, Bali. Permainan gamelan yang berusia 400 tahun ini sudah langka,” kata Tyler.

Bahkan, Pandan Arum berupaya menggalang dana dari masyarakat supaya dapat terus memperkenalkan gamelan langka ini.

Aaron Taylor Kuffner, seniman yang memiliki studio di Brooklyn, New York, mengembangkan Gamelatron Project. Dia mengawinkan gamelan dengan teknologi robotik. Gamelan pun dapat menghasilkan bunyi tanpa pemain, hanya dengan menambahkan alat yang didesain dengan teknologi robotik.

Gamelatron yang disajikan Aaron terdiri dari trompong bali, reyong, kempli, klentong, dua ceng-ceng, empat kopyak, dua kempur, dan dua gong.

Pengembangan gamelan juga dilakukan kelompok Charlottesville Javanese Gamelan dari Virginia. Komunitas ensambel gamelan ini berkomitmen untuk belajar budaya Indonesia lewat musik dan bereksperimen dengan musik. Pendiri dan direktur Cindy Benton-Groner menjadikan gamelan Jawa untuk mengiringi lagu-lagu yang sedang populer di AS.

Gamelan Lila Muni dari Eastman Consermatory of Music Rochester, New York, yang didirikan pada 1993 tidak hanya melibatkan pihak kampus, tetapi juga masyarakat Rochester. Kelompok ini sudah tampil di banyak tempat. Mereka tampil dengan musik gamelan tradisional ataupun dengan menciptakan komposisi baru seperti ”Persimpangan” yang di-compose mahasiswa doktoral Lena Nietfeld.

Decak kagum

Untuk lebih mengenalkan Indonesia ke kalangan masyarakat AS, November 2013 lalu digelar Performing Indonesia: Conference, Music, Dance, and Drama di Museum Freer and Sackler Gallery, Smithsonian Institution, di Washington DC.

Antusiasme warga AS terhadap kegiatan itu terlihat dari banyaknya peminat yang mendaftar untuk mendapatkan tiket gratis jauh sebelum acara berlangsung. Bahkan, satu jam sebelum konser empat hari yang menampilkan pergelaran wayang, gamelan dan tari Jawa dari Yogyakarta, musik dan tari Bali, serta tari dan teater tradisional Sumatera dari Minangkabau itu, antrean pengunjung mengular di depan meja panitia untuk bisa mendapatkan tiket tambahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com