Kisah Tan Bun An dan Siti Fatimah terukir di sebuah prasasti bertanda Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang yang berada di kompleks Kelenteng Hok Cing Bio di Pulau Kemaro, Palembang, Sumatera Selatan.
Diceritakan, Tan Bun An terjun ke Sungai Musi mengejar guci-guci berisi emas hadiah keluarganya di Tiongkok yang awalnya disangka hanya berisi sawi asin. Saat ia tak kembali, pengawalnya menyusul terjun, tetapi juga tak terlihat lagi. Dirundung resah, Fatimah, putri Palembang itu, menyusul kekasihnya terjun ke Sungai Musi dan tak pernah terlihat lagi.
Beberapa waktu kemudian, dari tempat sejoli itu terjun muncul pulau kecil yang tak tenggelam saat Musi pasang sekalipun. Warga kemudian menamakannya Pulau Kemaro (Kemarau) karena selalu jauh dari jangkauan pasang Musi. Inilah legenda asal mula pulau seluas sekitar 180 hektar itu.
Hingga kini, Kelenteng Hok Cing Bio di Pulau Kemaro menjadi salah satu tujuan wisata di Palembang. Tak hanya legenda Tan Bun An dan Siti Fatimah yang menjadi daya tarik Pulau Kemaro, tetapi juga kelenteng tua Hok Cing Bio yang diyakini dibangun ratusan tahun lalu.
Jumat (24/1/2014), suasana Pulau Kemaro terlihat lengang. Hanya satu-dua orang yang tampak menikmati es kelapa muda di bawah naungan pepohonan rimbun. Namun, di sana-sini mulai terlihat kesibukan beberapa pekerja memasang deretan lampion dan lampu serta membenahi bangunan kelenteng.
Kelenteng yang dikelola Yayasan Toa Pekkong Pulau Kemaro itu tengah berhias menyambut Cap Go Meh yang tahun ini jatuh pada 13 Februari mendatang. Setiap tahun pada malam Cap Go Meh, yaitu malam perayaan bulan purnama pertama setelah Imlek, ratusan ribu orang memadati kompleks yang hanya seluas 6 hektar itu. Tahun 2013, sebanyak 500.000 pengunjung datang ke Pulau Kemaro.
Pada malam bulan purnama pertama setelah Imlek, kelengangan harian di Pulau Kemaro berganti dengan kemeriahan semalam suntuk. Sekitar 2.000 lampion dan lampu puluhan ribu watt menerangi seluruh kompleks kelenteng. Panggung-panggung pertunjukan kesenian Tionghoa menggelar pertunjukan semalam suntuk.
Di malam itu, berbagai kesenian tradisional Tionghoa dipentaskan, mulai dari wayang potehi, drama tradisional China, hingga musik. Beragam jenis jajanan dan barang kelontong digelar di 150 stan. Keramaian ini berlangsung semalam suntuk.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.