Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolaborasi Barongsai dan Seudati di Banda Aceh

Kompas.com - 03/02/2014, 09:06 WIB
Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com -- Lantunan syair-syair dalam bahasa Aceh dipadukan dengan suara suling serune kale, tiba-tiba dikejutkan dengan dentuman simbal, gong dan tambur pengantar tarian barongsai. Tepuk tangan penonton pun gemuruh. Pemandangan yang luar biasa disajikan kepada penonton, gerak atraktif para penari seudati, berpadu dengan lompatan-lompatan agresif dua barongsai jantan dan betina. Sebuah keindahan perpaduan gerak dan musik yang luar biasa.

Pemandangan kolaborasi Tari Seudati, sebuah tari tradisional Aceh dan Barongsai ini ditampilkan dalam rangkaian perayaan Imlek di Banda Aceh, Minggu (2/2/2014). Kemeriahan Imlek di Banda Aceh masih terasa.

Meski berada di tengah mayoritas warga lokal, kaum keturunan Tionghoa Aceh merayakan Tahun Baru Imlek 2565 dengan semarak dan khidmat. Perpaduan dan kebersamaan menjadi tema penting perayaan Imlek di Banda Aceh.

"Warga keturunan Tionghoa di Banda Aceh ini kan hidup di tengah orang Aceh dan kami sudah menjadi bagian dari warga, tidak ada perbedaan di sini,” jelas Kriswan, Pembina Kelompok Barongsai Macan Putih.

Perpaduan inipun diwujudkan dengan penampilan kolaborasi tarian Barongsai dengan tari Seudati Aceh. “Keduanya sama-sama sebuah tarian dengan gerakan yang atraktif, dan ini sebuah perpaduan yang luar biasa, tidak hanya secara fisik tapi juga secara makna yang bisa diambil sebagai pelajaran hidup,” kata Kriswan.

Perpaduan kolaborasi Barongsai dan Seudati ini pun ditampilkan di sebuah kegiatan festival warga dalam memeriahkan tahun baru Imlek di Komplek Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh.

Hubungan Tionghoa alias China dengan Aceh, sebut Kriswan alias Apong, sudah terjalin sejak berabad-abad yang lalu. “Lihat saja keberadaan lonceng Cakra Donya yang dihadiahkan oleh Kaisar Cheng Ho kepada Sultan Iskandar Muda. Ini menunjukkan hubungan yang dijalin sudah ada sejak dulu,” ujar Kriswan.

Lonceng Cakra Donya merupakan benda bersejarah yang kini menjadi salah satu koleksi Museum Aceh. Menurut sejarahnya lonceng ini diberikan oleh kerajaan China melalui Laksamana Cheng Ho yang merupakan pelayar tangguh, sebagai ikatan persahabatan antara kerajaan China dengan Kerajaan Aceh.

Cakra Donya adalah lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan China pada tahun 1409 M, dengan tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra berarti poros kereta, lambang-lambang Wishnu, cakrawala atau matahari. Sedangkan Donya berarti dunia.

Pada bagian luar Cakra Donya terdapat hiasan dari simbol-simbol aksara China dan Arab. Aksara China bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Yat kat Tjo, sedangkan aksara Arab tidak dapat dibaca lagi karena telah aus.

Pada dasarnya Cakra Donya (Cakra Dunia) adalah nama sebuah kapal perang Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yaitu Kapal Cakra Donya di mana lonceng ini pernah digantungkan dalam penyerbuannya terhadap Portugis di Malaka. "Di Tahun Kuda ini kita diingatkan lagi bahwa kita adalah satu dan harus terus bisa memelihara harmonisasi ini," tambah Kriswan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com