Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kura-Kura di Tepian Samudra

Kompas.com - 03/02/2014, 16:21 WIB
BERDIRI kokoh menghadap Samudra Hindia, Benteng Marlborough menjadi saksi sejarah pembangunan ekonomi Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Benteng peninggalan Inggris itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya pencarian hasil bumi berujung pada kolonisasi di pesisir barat Sumatera.

Berada di sebuah bukit kecil di kawasan Pantai Tapak Paderi, Kelurahan Malabro, Kecamatan Teluk Segara, Benteng Marlborough berfungsi sebagai basis pertahanan Inggris pada sekitar abad ke-18. Moncong meriam di atas bastion yang mengarah ke samudra siap memuntahkan peluru ke kapal asing yang mencoba mengganggu kepentingan Inggris di Bencoolen (nama Bengkulu saat itu).

Petinggi militer Inggris beserta keluarganya, pasukan, dan para pekerja tinggal di dalam benteng. Denyut kehidupan berlangsung di balik tebalnya tembok benteng saat itu.

Tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan militer, benteng yang selesai dibangun tahun 1719 itu merupakan gudang penyimpanan lada milik East India Company (EIC), sebuah kongsi dagang Inggris yang memonopoli perdagangan rempah, terutama lada, di pesisir Barat Sumatera.

Kala itu, setelah terusir dari Banten tahun 1682, Inggris pergi ke Sumatera mencari sumber rempah yang diperjualbelikan di Pelabuhan Banten. Pada 16 Juni 1685, tiga kapal Inggris, yaitu The Caesar, The Revolution, dan The Defence, akhirnya tiba di Bengkulu. Melalui EIC, mereka kemudian menjalin kerja sama perdagangan dengan kerajaan-kerajaan kecil di Bengkulu dan sekitarnya, seperti Kerajaan Silebar, Sungai Hitam, dan Sungai Lemau. Lada yang dikirim dari wilayah selatan dan utara Bengkulu ditampung di dalam benteng.

Saat ini, benteng berubah fungsi menjadi obyek wisata yang paling ramai dikunjungi wisatawan di Kota Bengkulu. Sore hari, muda-mudi duduk dan bercengkerama di bastion benteng menghabiskan waktu hingga matahari terbenam.

Di benteng inilah, menurut rencana puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) akan digelar 8-9 Februari 2014. Kini, benteng yang kusam itu mulai bersolek. Halaman dalam benteng dirapikan. Dinding benteng dicat meskipun masih terlihat belang-belang karena tidak semua bagian diperbaiki.

Bagian dalam ruangan-ruangan yang ada ditata ulang. Para petugas berharap semua sudah tuntas ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hadir awal Februari nanti.

ARSIP INDONESIA.TRAVEL Benteng Marlborough di Bengkulu.
Benteng yang jika dilihat dari atas seperti bentuk kura-kura itu diberi nama Marlborough sebagai kenangan kepada pahlawan perang Inggris yang berjaya di sejumlah peperangan di Eropa, John Churchill yang bergelar ”The First Duke of Marlborough”.

Jantung ekonomi

Sebelum membangun Benteng Marlborough, sesungguhnya Inggris sudah membangun Benteng York di muara Sungai Bangkahulu. Namun, karena tingginya gelombang laut, lokasi benteng yang dikelilingi rawa, dan penyakit malaria yang kerap merenggut nyawa pasukan, akhirnya Benteng York ditinggalkan. Inggris lalu mendirikan Benteng Marlborough di dekat pelabuhan Tapak Paderi.

Selain pelabuhan dan benteng, di kawasan Tapak Paderi juga terdapat pecinan. Ketiganya menjadi segitiga perniagaan di Kota Bengkulu saat itu. Hingga awal tahun 1980-an, kawasan tersebut menjadi jantung perekonomian Bengkulu yang terus berdenyut.

Ho Liang (59) alias Iskandar, yang masih tinggal di pecinan bersama keluarga dan orangtuanya, mengisahkan, jauh sebelum ia lahir, pecinan Bengkulu sudah menjadi pusat perniagaan Kota Bengkulu. Posisinya yang dekat dengan pelabuhan di Pantai Tapak Paderi membuat aktivitas warga berlangsung 24 jam tanpa henti. Aktivitas nelayan di sekitar pelabuhan pun sibuk dan ramai.

Di sekitar pecinan berdiri gudang-gudang dengan pintu yang besar-besar untuk menampung hasil bumi yang dikirim dari pelosok Bengkulu. Kopi, cengkeh, sahang atau lada, dan karet adalah hasil bumi dari Bengkulu yang mendominasi perdagangan lintas pulau kala itu.

Sekitar 10 kapal kecil berkapasitas penumpang 20-30 orang yang melayani rute Padang- Bengkulu pun masih beroperasi. ”Saya ingat ada kapal besar bernama Kuan Maru yang berlayar dari Padang-Bengkulu-Jakarta. Saya biasa berenang hingga ke bawah kapal tongkang yang membawa penumpang dari Kapal Kuan Maru ke pelabuhan,” kenang ayah empat anak itu.

Melambat

Akan tetapi, ketika Gubernur Bengkulu periode 1979-1989 Soeprapto mengembangkan kota dengan mengarahkan pembangunan ke arah timur, detak ekonomi di benteng dan sekitarnya mulai melambat. Terlebih pelabuhan di Tapak Paderi yang mendangkal dipindahkan ke Pulau Baai, tahun 1984.

Kini, pecinan di depan Benteng Marlborough pun sepi. Warga keturunan Tionghoa sudah banyak yang meninggalkan rumah-rumah mereka. Generasi muda keturunan Tionghoa banyak yang bersekolah dan bekerja di luar Kota Bengkulu. Mereka enggan kembali karena daerah pecinan sepi. Sebagian rumah kayu milik warga keturunan Tionghoa di sana telah berubah menjadi sarang walet.

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Benteng Marlborough di Bengkulu, Selasa (14/2/2012). Benteng peninggalan Inggris ini didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1713-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris.
Menatap samudra dari atas benteng tidak tampak lagi kapal penumpang bersandar di Tapak Paderi. Hanya lapak-lapak pedagang yang memenuhi kawasan itu. Pandangan dari bastion benteng ke arah laut lepas itu kini justru terhalang bangunan mess pemda yang belum juga rampung dibangun meskipun telah menghabiskan anggaran puluhan miliar rupiah. Pecinan yang dulu ramai sekarang berhias sarang walet yang menjulang.

Tinggallah Benteng Marlborough sebagai pengingat sejarah peradaban Bengkulu yang harus terus dipelihara. Memeliharanya sama dengan memelihara ingatan peradaban masa lalu. (Adhitya Ramadhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com