Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lamongan Menyerbu Indonesia

Kompas.com - 17/02/2014, 16:08 WIB

Serbuan perantau Lamongan memuncak setelah krisis multidimensi tahun 1998. Ketika itu, kata Soen’an, orang desa berbondong-bondong mencari peruntungan di kota-kota besar. Di Jakarta, mereka menyasar daerah Kebon Sirih, Pasar Minggu, Grogol, Cempaka Putih, dan Kabayoran Lama. Mereka membentuk perkampungan dan komunitas seperti Arek Lamongan Jaya dan Putra Asli Lamongan.

Ekspansi

Salah satu perkampungan arek Lamongan di Jakarta yang cukup besar ada di sekitar Pasar Kebayoran Lama, tepatnya di RT 011 RW 001, Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama. ”Di sini 99,9 persen dari 400-an warga berasal dari Lamongan,” ujar Mat Lai, sesepuh kampung yang tinggal di sana sejak 1980-an. Dia menceritakan, awalnya kampung itu berupa kebun dengan sedikit rumah.

Orang Lamongan kemudian datang bergelombang dari tahun 1980-an. Mereka menyewa atau membeli tanah di daerah itu. Tahun 2000-an, lanjut Mat Lai, kampung itu padat oleh pendatang Lamongan. Umumnya mereka berprofesi sebagai pemasok ayam potong yang sebagian pelanggannya pemilik warung lamongan. Mat Lai mengatakan, dari 25.000 ayam yang dipotong sehari, 3.000 di antaranya dipasok ke warung lamongan. Jaringan bisnis antarpedagang Lamongan memang telah terbentuk lewat perantara paguyuban dan koperasi.

Namun, Jakarta bukan lagi satu-satunya tanah rantau yang menjanjikan. Soen’an menambahkan, generasi arek Lamongan yang lebih muda menyasar tanah rantau yang lebih jauh. Hasil kajian sederhana Forum Silaturahmi Putra Lamongan memperlihatkan, tanah rantau yang diincar selain Jakarta adalah Kalimantan, Bandung, Surabaya, Yogyakarta (40,9%); Bali, Bangka Belitung, Jawa Barat, Riau, Sidoarjo, dan Tangerang (9,1%); lain-lain 4,6%.

Biasanya, pedagang dari desa tertentu menyasar wilayah tertentu pula. Kepala Desa Patihan Hadi Kuswanto yang pernah jualan pecel lele di Barabai, Kalsel, mengatakan, sebagian warga Jabung, Kecamatan Laren, biasanya memilih wilayah Ternate dan Maluku, warga Mindu, Kecamatan Kedungpring, kebanyakan jualan di Timika dan Papua, warga Maduran memilih jualan di Makassar, Sulawesi Selatan, sedangkan warga Siman, Kecamatan Sekaran, menguasai Jabodetabek.

Sejauh ini, tidak ada data pasti berapa jumlah arek Lamongan yang jualan soto dan pecel lele di penjuru Nusantara. Soen’an hanya bisa memperkirakan angkanya puluhan ribu. ”Setiap halalbihalal, warga Lamongan di Jakarta saja yang datang 3.000-an orang, sebagian besar pedagang soto dan pecel lele. Itu yang bisa kita kontak. Yang lain banyak sekali.”

Di mana mereka sekarang? Mungkin sedang sibuk mencari trotoar dan tanah kosong untuk lokasi jualan. (Budi Suwarna, Indira Permanasari, Adi Sucipto Kisswara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Sumber hhhhhhhhhh
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com