Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ultah, Kelenteng Hoo Tong Banyuwangi Gelar Wayang Kulit

Kompas.com - 27/02/2014, 16:39 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Kelenteng Hoo Tong Bio di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Kota Banyuwangi, Jawa Timur mempunyai tradisi unik sebagai penanda ulang tahun yang dirayakan setiap tanggal 28 Februari. Mereka menggelar wayang kulit selama satu hari satu malam.

Indrana Cahyono (55), pengurus kelenteng Hoo Tong Bio bidang keagamaan kepada Kompas.com, Kamis (27/2/2014) menjelaskan pergelaran wayang kulit merupakan tradisi dari kelenteng yang dibangun tahun 1784 tersebut.

"Sejak saya masih kecil tradisi nanggap wayang kulit ini ya sudah ada. Memberikan hiburan kepada masyarakat sekitar. Bahkan kita juga pernah nanggap wayang untuk ruwatan. Dulu di dalam pelataran kelenteng tapi sekarang diletakkan di halaman depan tepatnya di lapangan basket milik kelenteng," jelasnya.

Untuk tahun 2014, kelenteng mengadakan dua pergelaran wayang sekaligus pada Rabu, 26 Februari 2014. "Rabu siang lakonnya Anggodo Mbalelo dengan dalangnya Ki Gaguk Pandu Asmoro, sedangkan malamnya Ki Dalang Suryadi Sudarmojo dengan lakon Wahyu Makuthoromo. Untuk lakon yang siang hari kami bebaskan, tetapi untuk yang malam permintaan dari pihak kelenteng. Kami sengaja memilih lakon Wahyu Makuthoromo karena menceritakan tentang perebutan wahyu untuk meneruskan sebuah dinasti. Ya seperti keadaan Indonesia seperti saat ini," tutur pria keturunan Tionghoa tersebut.

Setelah pementasan lakon yang pertama, pengurus kelenteng membawa wayang "gunungan" yang kemudian di letakkan di altar Kongco Tan Hu Cin Jin, sang Dewa tuan rumah kelenteng. Indrana menjelaskan banyak beberapa filosofi wayang yang hampir sama dengan dengan Tiongkok.

"Salah satu filosofi yang sama antara Jawa dan Tiongkok adalah untuk mendapatkan sesuatu maka tokoh harus melakukan pertapaan atau tirakat, termasuk untuk mendapatkan kesaktian. Bisa dilihat dari tokoh Arjuna," jelas pria yang hapal dengan kisah-kisah pewayangan ini.

Sedangkan untuk wayang khas China, wayang Potehi terakhir kali dipentaskan di Kelenteng Hoo Tong Bio tahun 1998. "Saat ini dalang untuk wayang Potehi sudah sangat jarang sekali. Kalau wayang Potehi dipentaskan pada tanggal 15 bulan 7 pada saat Imlek," jelasnya.

Akulturasi antara budaya Jawa dan China juga terlihat saat tepat jam 12 malam pergantian dari tanggal 26 Februari ke 27 Februari. Sebanyak 6 tumpeng yang berada di atas altar Kongco Tan Hu Cinjin dimakan bersama di pelataran halaman kelenteng. "Ini sudah tradisi di sini, bahkan kami menyediakan satu tumpeng khusus mereka yang vegetarian," kata Indrana.

Sedangkan puncak sembahyangan dilakukan pada 28 Februari . "Biasanya semua umat akan melakukan doa bersama di sore hari yang dihadiri ratusan orang," jelasnya.

Kuil Perlindungan

Kelenteng yang merayakan ulang tahun setiap 28 Februari ini berada tepat di tengah kota Banyuwangi yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa untuk menghormati leluhur mereka Konco Tan Hu Cin Jin. Menurut biokong kelenteng, Li Sin Wed (76) kepada Kompas.com, Hoo Tong Bio mempunyai makna kuil perlindungan chinese. "Konco Tan Hu Cin Jin dipercaya melindungan etnis Tionghoa saat mereka tinggal di Kerajaan Blambangan sebagai cikal bakal Kabupaten Banyuwangi. Kuil ini sendiri tercatat berdiri di tahun 1784," katanya.

Li Sin Wed juga menjelaskan jika Kelenteng Hoo Tong Bio merupakan kelenteng terbesar dan tertua di wilayah Jawa Timur dan Bali. "Apalagi setiap ulang tahun seperti ini, banyak tamu dari kelenteng-kelenteng lain, karena kelenteng di sini dianggap ibu dari kelenteng lainnya seperti dari Buleleng, Jembrana, Tabanan, Probolinggo dan Situbondo," jelas Li.

Menurut Li, Kongco Tan Hu Cin Jin merupakan dewa lokal yang tidak ada tempat lain. "Awalnya untuk menghormati Kongco dibangun kuil di wilayah Rogojampi sekitar 13 kilometer dari Banyuwangi kota lalu kemudian dipindahkan ke sini saat zaman kolonial," kata Li.

Satu lagi yang khas dari kelenteng ini yaitu kepiting yang juga dianggap dewa dan ikut dipuja. Legenda yang dipercaya oleh masyarakat, Kongco menyelamatkan orang-orang Tiongho yang di bawa VOC ke Batavia untuk dijadikan budak. "Saat menyelamatkan itu dibantu dengan kepiting. Kongco juga dipercaya sebagai tabib yang bisa menyembuhkan semua penyakit," tambah Li.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com