Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benang Bintik Khas Kalteng

Kompas.com - 01/03/2014, 16:19 WIB
BERBEKAL pengalaman membatik dari sang ayah, Dimyati (65), dan pengalaman kerja di toko batik di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Anang Risqiyanto (35) asal Pekalongan, Jawa Tengah, melihat peluang mengembangkan produksi batik khas Kalimantan Tengah. Batik khas yang biasa dikenal dengan benang bintik Kalimantan Tengah.

”Sekitar tiga tahun saya bekerja pada bagian pewarna di toko batik. Penghasilan per bulan Rp 2 juta, sedangkan kebutuhan hidup kian bertambah. Saya mengundurkan diri dan mencoba usaha mandiri karena masih sedikit perajin batik di Palangkaraya. Umumnya batik Kalteng dipesan dan dijual di Kalimantan, tapi produksinya di Pekalongan,” kata Anang pada awal Februari 2014 lalu.

Pada tahun 2008, Anang bersama Paramita (24), istrinya, yang juga pernah bekerja di toko batik di Jalan Ahmad Yani, Palangkaraya, merintis usaha produksi batik dengan modal Rp 1,5 juta. ”Ada kenalan pedagang batik yang memberi kepercayaan kepada saya untuk membuat batik. Mereka meminjamkan 13 canting cap, sebuah ender atau wajan, dan 300 meter kain. Dengan upah Rp 17.000 per meter, saya mulai menabung untuk menambah modal,” ucap Anang yang datang ke Kalimantan tahun 2005.

Dari kerja sama sekitar dua tahun, produksi benang bintik Anang mulai dikenal orang. Anang pun memohon izin usaha ke kelurahan dan mendaftarkan usahanya ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palangkaraya dengan nama usaha Kerajinan Benang Bintik Paramita.

”Sedikit demi sedikit saya bisa membeli canting cap serta menyisihkan uang untuk membeli tanah, juga rumah,” kata Anang yang sejak tahun 2008 mengontrak rumah untuk tempat tinggal dan usaha di Jalan Rajawali 08, Palangkaraya.

Setelah nama usahanya didaftarkan, kesempatan mengikuti pameran dan pelatihan pengembangan usaha mulai berdatangan. Anang mengikuti sejumlah pameran, antara lain Pameran Produk Unggulan Kalteng 2010 di Palangkaraya, Expo Kalteng 2011 di Palangkaraya, dan Pameran Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Batam, Kepulauan Riau, tahun 2010. ”Setiap kali pameran, pendapatan mencapai Rp 2 juta hingga Rp 7 juta. Pesanan terus meningkat,” ujarnya.

Sejak tahun 2008 hingga 2010, pemasukannya dalam sebulan berkisar Rp 12 juta hingga Rp 15 juta dengan rata-rata pendapatan bersih Rp 4 juta. Sejak mengikuti pameran tahun 2010, pemasukan Anang setiap bulan lebih dari Rp 20 juta dengan pendapatan bersih di atas Rp 6 juta.

”Memang tidak selalu mendapatkan sebanyak itu, tergantung pada jumlah pesanan yang ada. Dulu per bulan pesanan paling banyak sepanjang 300 meter. Setelah tahun 2010, pesanan kadang mencapai 500 meter hingga 1.000 meter per bulan,” kata ayah dua anak itu.

Kerja sama dengan ayah

Bahan baku, seperti kain dan canting, diperolehnya dari Jawa. Dia terus menjalin kerja sama dengan sang ayah di Pekalongan untuk mendapatkan bahan baku kain. ”Banyak desain khas Kalteng saya peroleh dari para pemesan. Mereka datang dan membawa desain dan motif, lalu saya sedikit modifikasi,” ujar Anang.

Desain itu lalu dikirimkan ke Pekalongan untuk dibuatkan canting cap. Harganya berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 setiap cap. ”Motif batang garing atau pohon kehidupan menjadi kekhasan dari batik Kalteng,” ujarnya. Anang juga mengembangkan desain batik berupa rumah betang, talawang, pusaran air, dan ikan.

Para pemesan antara lain pegawai instansi pemerintahan. Misalnya, pesanan seragam Musabaqah Tilawatil Quran Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2010 sepanjang 500 meter serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sebanyak 250 meter pada tahun 2013. Selain itu, Kantor Pajak Palangkaraya memesan batik sepanjang 250 meter pada tahun 2013 dan Wanita Katolik Republik Indonesia sekitar 200 meter. Demikian juga Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia memesan 1.000 meter batik motif batang garing untuk seragam wali kota seluruh Indonesia.

Untuk menyelesaikan pesanan batik itu, setiap hari Anang dan Paramita dibantu seorang pekerja yang tinggal di rumah mereka. Kebutuhan hidup dan tempat tinggal dipenuhi Anang dan per bulan Anang memberi gaji bersih Rp 400.000. Saat pesanan lebih dari 500 meter, Anang memanggil dua karyawan lain dari Kabupaten Pulang Pisau, kampung halaman Paramita.

”Kadang kala mereka tinggal di sini tiga minggu sampai satu bulan, tergantung banyaknya pesanan dan rumitnya motif yang diminta,” kata Anang yang juga mempekerjakan seorang penjahit di sekitar rumahnya.

Sejumlah pelatihan diikuti Anang dan Paramita agar lebih tangguh dan berkualitas. Salah satunya, pelatihan kewirausahaan untuk industri kecil dan menengah yang diselenggarakan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia yang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalteng pada Juni 2011.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com