Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Willem I Lelap di Ambarawa

Kompas.com - 02/03/2014, 19:44 WIB

Pada 1 Juni 1970, jalur kereta api Kedungjati menuju Ambarawa benar-benar tak diaktifkan lagi. Adapun jalur Ambarawa-Tuntang masih dihidupkan untuk kereta api wisata. Arah sebaliknya, dari Ambarawa menuju Stasiun Bedono yang melintasi Stasiun Jambu ke Yogyakarta, juga tetap dihidupkan untuk jalur kereta api wisata.

Kereta api wisata dari Ambarawa juga masih beroperasi hingga kini. Kereta api wisata yang terkenal dari Ambarawa sampai Bedono adalah berlokomotif uap bergerigi. Gerigi pada putaran mesin itu vital untuk jalur menanjak.

Hidupkan kembali

Kini, Stasiun Willem I masih terlelap tidur. Tidak melayani jalur angkutan penumpang dan barang.

Menurut supervisor Museum Kereta Api Ambarawa Hardika, jalur Ambarawa ke Semarang akan dihidupkan lagi. ”Belum tahu jalur satunya lagi yang ke Yogyakarta, apakah akan dihidupkan lagi atau tidak,” ujarnya.

Ia belum lama pulang dari Belanda mempelajari permuseuman kereta api. Sejak Juni 2013, museum itu ditutup untuk direnovasi. Beberapa koleksinya, antara lain telepon kuno dan telegraf morse kuno. Ada pula lonceng, kursi, meja, lemari, dan peralatan sinyal. Sebanyak 21 lokomotif tua juga jadi koleksi yang tak ternilai.

”Lebar rel kereta api ke Semarang dulunya berbeda dengan lebar rel yang ke Yogyakarta. Stasiun ini awalnya hanya untuk pemberhentian. Ketika ingin melanjutkan perjalanan harus berganti kereta karena lebar rel berbeda,” kata Hardika.

Jawa Tengah, menurut Djoko Setijowarno, memiliki jalur kereta api sepanjang 1.557 kilometer. Sepanjang 894 kilometer masih berfungsi dan 663 kilometer jalur mati.

”Reaktivasi dengan menghidupkan kembali jalur-jalur kereta api yang mati sekarang makin berpeluang. Jalan raya terlampau banyak dibebani kendaraan. Bencana alam juga kian sering mengganggu kondisi jalan raya,” kata Djoko.

Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia Sulistyo Wimbo Hardjito dalam suatu paparan menyampaikan, saat ini dibutuhkan keberpihakan pemerintah untuk mendukung pengalihan moda transportasi. Ia mencontohkan angkutan barang di jalan raya.

Perjalanan truk barang dari Jakarta menuju Surabaya membutuhkan waktu lama, setidaknya 2-3 hari. Bandingkan dengan perjalanan menggunakan kereta api yang memakan waktu 18-23 jam.

Kapasitas angkut truk sekali jalan maksimal 30 ton. Sementara kereta api di Jawa bisa menarik 30 gerbong dengan kapasitas 40 ton per gerbong. Di Sumatera bahkan bisa sampai 60 gerbong dengan kapasitas 50 ton per gerbong.

KOMPAS/RADITYA MAHENDRA YASA Sejumlah turis asing menikmati perjalanan dengan menumpang kereta api uap di Stasiun Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (27/12/2011). Museum Kereta Api Ambarawa yang menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan setelah Candi Borobudur saat ini dalam tahap renovasi untuk menunjang kenyamanan pengunjung.
Selain itu, angkutan berat di jalan raya saat ini—dengan beban berat dan kualitas jalan yang rendah—menyebabkan jalan cepat rusak. Angkutan truk juga berpotensi menyebabkan kemacetan di jalur umum, sedangkan kereta api jelas-jelas menggunakan jalurnya tersendiri sehingga tidak menimbulkan kemacetan.

Rabu siang itu, perjalanan dari Gerbang Tol Ungaran menuju Ambarawa menegaskan gambaran kondisi jalan raya seperti di atas. Jalur antrean truk selain memperparah kemacetan juga membebani jalan. Lubang-lubang di jalan raya menunjukkan beban berat menanggung beban kendaraan dan muatannya.

Di tengah masalah kualitas dan kenyamanan jalan raya yang terus disoal, jalur kereta api Ambarawa menuju Semarang atau sebaliknya, sungguh berpeluang dihidupkan kembali. Bahkan, sangat bermanfaat.

Kini, Stasiun Willem I yang tertidur lelap siap dibangunkan kembali. Bukan sekadar untuk nostalgia, melainkan menjadi solusi persoalan transportasi dan mobilisasi manusia dan barang. Tak ada kata terlambat untuk memulai dan menyusul jalur-jalur mati yang lain. Semoga. (Nawa Tunggal)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com