”Kita akan bertamu ke rumah para bekantan,” katanya. ”Ssstt..., tapi tak boleh berisik.” Kami seketika saling toleh, tak sepenuhnya paham mengapa tidak boleh berisik kalau bertemu bekantan. Sungai Somber yang mengarah ke Teluk Balikpapan terlihat tenang. Airnya yang kehijauan berpendar-pendar ditimpa cahaya. Bayangan pepohonan memantul di permukaan air, sesekali tampak bergoyang seturut angin yang bertiup perlahan. Beberapa sampan kecil terlihat mengambang, seperti melamun menunggu ikan-ikan menarik tali pancing para nelayan.
Herman perlahan mematikan mesin perahu. Kami mendekat ke tepian agar sedikit terlindung oleh bayang daun bakau. Di ketinggian beberapa bekantan asyik memetik buah bakau. Selebihnya berloncatan dari pohon satu ke pohon yang lain dan kemudian menyelinap dalam rerimbunan hutan. Bekantan termasuk jenis monyet yang peka terhadap keramaian manusia.
Oleh sebab itu, kata Herman, tidak setiap wisatawan bisa bertemu si tuan rumah yang menghuni kawasan hutan bakau seluas 150 hektar itu. ”Di hutan ini ada beberapa komunitas bekantan, tiap komunitas ada antara 10-15 ekor. Mereka hidup menyebar di dalam hutan,” kata Herman, beberapa pekan lalu.
Pagar pelindung
Cerita hutan bakau, yang kemudian dikenal dengan Mangrove Centre, di Kecamatan Balikpapan Utara, cukup panjang. Sekitar awal tahun 1990 berdiri perumahan bernama Graha Indah di atas areal seluas 3 hektar. Sebagian dari lahan perumahan memanfaatkan hutan bakau. Tahun 1998-2000, hutan bakau di sisi barat perumahan dikonversi menjadi lahan tambak. ”Tahun 2001, terjadi puting beliung. Sebagian perumahan kena dampaknya,” tutur Agus Bei, Ketua Pokmaswas RT XIV, Perumahan Graha Indah.
Sejak peristiwa itu, Agus Bei bersama beberapa orang mulai menanam bakau sebagai pagar pelindung jika sewaktu-waktu terjadi angin. ”Awalnya untuk melindungi perumahan dari empasan angin karena rawa-rawa sudah berubah jadi tambak semua,” kata dia.
Kini wilayah yang berjarak 8 kilometer dari Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, itu tak hanya menjelma menjadi hutan bakau, tetapi juga destinasi wisata yang mengesankan. Pada hari Sabtu dan Minggu, kata Agus Bei, perahu yang berangkat mengarungi Sungai Somber bisa mencapai 10 buah. Setiap perahu setidaknya berisi 5-8 orang. Selain mengarungi sungai untuk melihat bekantan di beberapa bagian hutan bakau, para wisatawan juga diajak melihat keramba. Dalam keramba pokmaswas menebar ikan nila dan kepiting soka, bahkan para pengunjung bisa membeli ikan segar di situ.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.