Sesuai namanya, olahan mi kuning, mihun atau indomie yang disediakan di warung tersebut memang dimasak dengan arang kayu, yakni terbuat dari bahan dasar kayu yang sudah dibakar berulang hingga berubah kehitaman namun bersifat tahan lama saat pembakaran berlangsung.
Kepada Kompas.com, Abdul Samad, pemilik warung sekaligus pedagang mi arang itu mengatakan, selama hampir 30 tahun dirinya mempertahankan cita rasa mi yang dihasilkan dengan dimasak menggunakan arang. Kendati sedikit repot—karena harus menyediakan arang terlebih dahulu—namun terbayar dengan pelanggan yang terus bertambah dari hari ke hari datang ke warungnya hanya untuk mencicipi mi arang itu.
“Setiap hari saya menghabiskan mi hingga 18 kilogram dan arang sampai 20 kilogram,” rinci Abdul Samad.
Ditambahkan, menyiasati kebutuhan arang yang tidak sedikit itu biasanya ia memesan pada agen tertentu yang sudah mengetahui arang berkualitas bagus yang bisa menghasilkan pembakaran sempurna untuk dagangannya. “Karena tidak semua arang bagus, seperti yang saya beli ini sekilonya saja sampai Rp 5 ribu,” kata Abdul seraya menunjuk tumpukan arang tak jauh dari tempatnya memasak.
Memilih membuka warung dari jam 2 siang sampai jam 11 malam, Abdul dibantu sang istri mengaku tak mampu jika membukanya lebih awal. Mengingat banyak pelanggan langsung mengantre di depan rak minya setiap baru ia buka.
Diakui Samad, memasak menggunakan arang tidak hanya lezat karena mi lebih matang dan masak hingga ke dalamnya tidak seperti kompor atau kompor gas proses memasak diyakininya belum sempurna. Alhasil, cita rasa mie maupun aroma dihasilkan pun membuat pengunjung rela mengantre lama.
Berjualan persis di pinggir jalan negara, Banda Aceh-Medan, tepatnya di Desa Teupok Barat, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, Aceh, harga sepiring mi cukup terjangkau. Hanya Rp 6 ribu saja, sepiring mi lezat bisa Anda nikmati lengkap dengan saus sambal dan acar bawang merah dilengkapi kerupuk khas Aceh, muling.
Abdul mengaku dulunya ia sempat mencampur mi dengan kepiting, cumi-cumi maupun udang untuk pelengkap rasa, namun berangsur-angsur harga jenis hewan laut tersebut naik sehingga ia tak mampu menyiasatinya lagi.
“Sebenarnya kalau mau (harga) dinaikkan juga bisa, tapi tidak semua orang mampu. Lebih baik murah dan semua orang bisa menikmatinya,” tambah Abdul yang sukses menyekolahkan dua anaknya hingga sarjana dari puluhan tahun menjual mi arang tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.