Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Norma, Benteng Terakhir Makyong Batam

Kompas.com - 17/03/2014, 14:22 WIB
SEJAK suaminya, Basri, meninggal tahun 2000, Norma (62) jarang naik panggung. Namun, namanya masih diingat orang di Batam, Kepulauan Riau, jika membahas tentang makyong, salah satu teater rakyat Melayu.

Makyong berkembang dari Thailand Selatan beberapa abad lalu. Makyong menyebar ke Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia, menjadi kesenian Melayu yang lengkap. Dalam satu panggung, publik bisa menyaksikan hampir semua jenis kesenian Melayu seperti tari, pantun, musik, dan lakon.

Di masa lalu, makyong berkembang, antara lain, di Kepulauan Riau, tepatnya di Pulau Lingga dan Pulau Bintan, yang pernah menjadi pusat Kesultanan Melayu dengan kekuasaan hingga Semenanjung Malaya. Kini hanya tersisa dua kelompok makyong asli di Kepulauan Riau, yakni di Batam dan Bintan.

Kelompok makyong di Bintan nyaris tak pernah tampil karena pemainnya sakit, menua, dan sebagian wafat. Sementara di Batam hanya ada kelompok milik Norma dan anak cucunya.

Di kelompok makyong Batam, Norma satu-satunya orang yang bisa menjadi pelakon, penyanyi, dan penari. Dia menjadi raja sekaligus dayang. Ia hafal semua lagu dan tari untuk pentas makyong.

Lagu yang bisa dinyanyikan dalam enam menit, dialog yang berisi lebih 20 kalimat, serta tarian dengan beragam gerakan dalam pentas makyong sudah dihafal Norma. Belum ada orang lain di Batam bisa menyamai kemampuannya. Walau lama tak pentas, dia tetap hafal semua hal soal makyong.

Dua dekade lalu, Norma dan Basri kerap pentas di berbagai penjuru Kepulauan Riau, bahkan sampai ke luar negeri. Dari satu pulau ke pulau lain mereka naik panggung. Perjalanan dari pentas ke pentas mereka tempuh dengan perahu. ”Dua hari sebelum pentas, kami berlayar dari Pulau Panjang,” ujar ibu enam anak itu.

Pulau di selatan Batam itu menjadi tempat tinggalnya. Di pulau itu mereka berlatih sebelum pentas. Di sini pula Norma mencoba melatih anak-cucu dan kenalannya bermain makyong. Meski tak ada jadwal rutin, dia mengajak anak-cucunya mengenal lagu, dialog, tari, dan musik dalam teater itu. ”Lagu tak bisa diganti sesuka hati, kita harus hafal liriknya.”

Untuk dialog antartokoh dalam teater, ia memaklumi jika remaja yang dia latih menggunakan ungkapan sendiri. Hal yang penting, mereka paham inti cerita dan mau mempelajari kesenian yang nyaris hilang itu. ”Saya tetap kasih tahu, seperti ini cakap-cakap raja dan dayang, macam apa nyanyian awang.”

Norma tahu, tak mudah membuat cucunya yang sebagian remaja bisa hafal semua naskah teater. Nyaris tak ada insentif untuk remaja yang mau meluangkan waktu melakoni seni tradisi Melayu itu. Tak ada pula insentif untuk Norma yang mengajari mereka makyong. Pendorong Norma adalah kenangannya terhadap Basri.

Lewat makyong, ia menghidupkan kembali kenangan pada mendiang suaminya. Upaya itu tak mudah karena tak ada catatan tertulis tentang naskah cerita makyong.

Semua mengandalkan ingatan Norma yang terhimpun dari tahun-tahun pentas rutin selama beberapa dekade. Meski sudah lama tak naik panggung, dia ingat hampir semua lagu, adegan, dan dialog dalam makyong yang, antara lain, berjudul Puteri Siput Gondang, Sang Raja Nyaya, Raja Berna Sakti, Raja Sang Kiwi, dan Kijang Emas Tanduk Kencana.

Semua naskah dan lagu dalam pentas makyong dia pelajari sambil menjadi pelakon dan penari. Basri menjadi guru sekaligus rekan pentasnya. Beberapa seniman lain kala itu juga mengajarkan secara lisan. Kini, Norma juga menyampaikan secara
lisan semua dialog dan lagu dalam makyong.

Tawaran ke Jerman

Tak hanya remaja di Pulau Panjang yang menjadi murid Norma. Ia juga mengajarkan tarian Melayu kepada orang-orang dari luar Batam, di antaranya berasal dari Jerman. ”Tahu-tahu dia datang, mau belajar tari Melayu.”

Ia hanya ingat, orang Jerman itu mahasiswa yang belajar dasar gerakan tarian Melayu. Setelah menguasai gerakan dasar dan menari dengan luwes, dia menawari Norma pentas di Jerman.

Tawaran itu disampaikan saat undangan pentas semakin jarang diterima Norma. Kalaupun ada, bayarannya kerap tak cukup untuk menyambung hidup.

”Bapak tidak cari penghasilan dari makyong. Untuk hidup sehari-hari, Bapak cari ikan. Hasil dari pentas mana bisa diandalkan,” ujar Durani, putra sulungnya.

Norma menolak tawaran ke Jerman itu. Ia berat meninggalkan Pulau Panjang, walau hidupnya sebagai seniman makyong tak mudah. ”Saya dari kecil hidup di pulau-pulau,” tuturnya.

Pentas ke Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Pekanbaru, bahkan ke luar negeri pernah dilakoninya bersama Basri. Namun, pentas itu hanya berlangsung beberapa hari dan mereka kembali ke Pulau Panjang. Jika ke Jerman, Norma tak tahu kapan kembali ke Pulau Panjang untuk mengajarkan makyong kepada anak-cucu dan memelihara kenangan masa hidup Basri.

Keputusan Norma menolak tawaran ke Jerman tak mudah. Sebagai seniman, ia jarang tampil karena undangan semakin jarang. Tak ada undangan, berarti tak ada penghasilan. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir ia menjual jagung bakar di kawasan Sagulung, Batam.

Bangga

Meski nyaris tak ada keuntungan material dari aktivitas sebagai seniman makyong, Norma tetap bangga sebagai penggiat kesenian yang makin redup itu. Ia pun menolak menggadaikan pin emas tanda penghargaan sebagai seniman makyong.

Pin itu didapat pada 2011 saat ia menerima Anugerah Batam Madani dari Pemerintah Kota Batam. Pin itu tersimpan di antara lipatan baju-baju lusuhnya. ”Sampai kapan pun tidak akan saya jual. Ini bukti penghargaan untuk makyong.”

Bersama Basri, Norma kerap mendapat penghargaan. Semua itu disimpan Durani dalam koper tua. Kertas-kertas yang sudah dilapisi plastik agar tak rusak karena lembab dan termakan rayap sesekali dikeluarkan. ”Bapak tak mewariskan banyak, piagam-piagam ini sebagian warisannya,” ujar Durani.

Durani juga yang membantu Norma mewariskan makyong kepada remaja di Pulau Panjang. Padahal, ia bertahun-tahun tak menyetujui pilihan ayahnya yang gigih mempertahankan makyong. Durani baru serius belajar menjadi musisi pengiring makyong setelah ayahnya meninggal. ”Tinggal keluarga kami yang bisa mementaskan makyong. Ini warisan Bapak, harus kami jaga.”

Durani tak tahu sampai kapan makyong bertahan. Namun, ia berusaha mendampingi Norma selama masih melatih dan naik pentas makyong. ”Mudah-mudahan sudah banyak yang kami pelajari sebelum Emak menyusul Bapak,” ujar Durani.

Ia patut khawatir. Jika sewaktu-waktu Norma menyusul Basri, Batam akan kehilangan sebagian besar isi teater yang hidup selama beberapa abad di tanah Melayu. (KRIS RAZIANTO MADA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Travel Update
8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

Travel Tips
Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Travel Update
Hari Kartini, 100 Perempuan Pakai Kebaya di Puncak Gunung Kembang Wonosobo

Hari Kartini, 100 Perempuan Pakai Kebaya di Puncak Gunung Kembang Wonosobo

Travel Update
Artotel Gelora Senayan Resmi Dibuka April 2024, Ada Promo Menginap

Artotel Gelora Senayan Resmi Dibuka April 2024, Ada Promo Menginap

Travel Update
Artotel Group Akuisisi Hotel Century Senayan, Tetap Ada Kamar Atlet

Artotel Group Akuisisi Hotel Century Senayan, Tetap Ada Kamar Atlet

Travel Update
Lokasi dan Jam Buka Terbaru Kebun Binatang Bandung

Lokasi dan Jam Buka Terbaru Kebun Binatang Bandung

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com