Semburat jingga menghiasi langit biru saat perahu cepat yang membawa Tim Survei Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan menepi di Pantai Kaimana, akhir Februari lalu. Di ufuk barat, mentari meluncur perlahan lalu tenggelam di balik horizon di laut lepas.
Senja indah di Kaimana seperti inilah yang pernah memesona Surni Warkiman sehingga menggubah lagu ”Senja di Kaimana” puluhan tahun silam. Sejak itu, ”Kota Senja” pun disematkan pada kota di pesisir Papua Barat itu.
Lukisan purba
Kaimana terletak di bagian ”leher burung” Pulau Papua. Lokasinya yang berada di sisi barat menghadap Laut Arafuru menyajikan pemandangan senja laut nan elok. Senja Kaimana bisa dinikmati di hampir sepanjang jalan utama kota yang bersisian dengan pantai. Namun, bukan hanya senja yang menjadi pesona Kaimana, menyusuri laut Kaimana dengan pulaunya yang berjumlah 400, pantai molek berpasir putih, hingga peninggalan budaya dari berbagai zaman juga bisa ditemui.
Jajaran bukit karst yang dihiasi puluhan lukisan dinding kuno menyembul dari lautan sekitar Maimai, Teluk Triton, hingga Pulau Namatota. Lukisan berwarna merah itu menggambarkan berbagai bentuk, mulai dari manusia, telapak tangan, ikan, sejenis kadal, bentuk matahari, hingga rahim perempuan. Dinding tebing karst itu ibarat galeri alam yang mengabadikan lukisan dari masa yang telah lama berlalu itu. Sebagian besar lukisan masih dalam kondisi sangat baik dan jelas.
Sulit membayangkan bagaimana lukisan itu dulu ditorehkan. Letaknya berada di tebing terjal, 5-25 meter di atas permukaan laut, yang sulit dijangkau. Beberapa tersembunyi di ceruk berbatu-batu.
Warga setempat tidak mengetahui makna dan asal-usul lukisan itu. Mereka hanya tahu lukisan itu dibuat leluhur ribuan tahun lampau dengan maksud tertentu. Salah satunya lukisan, dua ikan, satu besar dan satu kecil, terletak di perairan yang kerap didatangi paus, lumba-lumba, dan cumi-cumi besar.
Tajudin (26), warga Desa Kayu Merah, yang juga petugas penyuluh lapangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kaimana, mengatakan, daerah itu adalah jalur migrasi paus byrde dan lumba-lumba. ”Kami hanya meyakini lukisan itu berhubungan dengan makhluk laut, tetapi tidak tahu pasti apa maksudnya,” kata dia.
Meskipun tidak paham maknanya, warga sekitar menghormati torehan itu sebagai peninggalan leluhur mereka. Keyakinan adat melarang mereka berbuat atau bertutur kata tidak sopan di sekitarnya. Keyakinan adat ini turut mengawetkan lukisan itu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.