Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesta Daging ala Jengis Khan

Kompas.com - 04/04/2014, 10:14 WIB
APA hidangan santap malam Jengis Khan? Beberapa restoran di Jepang membayangkan, penakluk dari Mongolia itu makan daging domba panggang lezat dengan lemak yang masih melumer. Orang Jepang menyebut menu itu ”jingisukan”, maksudnya Jengis Khan.

Salah satu restoran terkenal ala Mongolia yang menyediakan jingisukan adalah Kirin Beer Garden di pusat kota Sapporo, Pulau Hokkaido, Jepang. Kami, lima wartawan Indonesia yang diundang Japan Tourism Agency, Japan National Tourism Organization, dan difasilitasi maskapai ANA untuk berkunjung ke Hokkaido, bergerak ke restoran itu lepas petang, Februari lalu.

Salju selembut kapas turun di jantung kota Sapporo, Hokkaido, dan membenamkan setitik dingin di kulit tangan yang tidak berbalut sarung. Salju yang mengeras membuat aspal jadi licin. Kami harus berjalan pelan dan hati-hati agar tidak terpeleset.

Setelah berjalan dua-tiga blok, kami tiba di Kirin Beer. Di lobi restoran, beberapa tamu yang baru datang sibuk membersihkan butiran salju dari jaket mereka. Setelah itu, mereka menunggu pelayan yang akan membimbing menuju meja makan.

Sekitar 30 menit menunggu, seorang pelayan mempersilakan kami masuk ke ruang makan yang sekilas mirip tenda super besar. Ruangan itu berbentuk bulat dengan langit-langit berbentuk kubah. Di bawah kubah itulah, ”pesta” daging panggang berlangsung.

Ratusan tamu restoran masing-masing sibuk memanggang irisan daging domba, sapi, dan daging lainnya di atas lempeng panggangan yang menempel di meja. Bunyi mendesis dari daging yang terbakar, terdengar bersahut-sahutan. Asap putih yang mengepul dari panggangan itu, menebar aroma gurih ke penjuru ruangan.

Kami mendapat meja makan di tepi ruangan. Dua pelayan memanaskan lempeng panggang dengan permukaan melengkung yang ada di atas meja. Dia meletakkan sepotong besar lemak domba yang beku. ”Jika lemaknya sudah mencair, Anda bisa memanggang daging dan sayuran di sini,” ujar pelayan.

KOMPAS/BUDI SUWARNA Suasana makan di Restoran Kirin Beer Garden di Sapporo, Jepang. Di restoran ini, tamu diajak menikmati hidangan ala Mongolia.
Tidak berapa lama ia datang lagi dengan beberapa kotak berisi irisan daging domba dan sapi segar yang siap dipanggang, beberapa cawan kecap asin yang telah dicampur cuka, dan beberapa kotak sayuran seperti bawang bombay, kubis, dan taoge.

Ketika lemak domba meleleh, kami meletakkan beberapa iris daging domba yang telah dicelup ke kecap asin di pemanggang. Aroma harum yang menggugah selera segera menyeruak membentuk asap putih. Kami pun menyatu dan menjadi bagian dari tamu-tamu Kirin yang tengah ”pesta daging”.

Potongan-potongan daging domba yang sudah matang, dengan cepat masuk ke mulut. Di setiap gigitan, lemak daging domba yang masih lumer seolah terperas semua dan meninggalkan jejak gurih di lidah. Jejak aroma daging domba yang tajam, terasa sangat tegas. Meski sama tegasnya dengan aroma daging domba Indonesia, namun sensasinya tidak bisa saling dibandingkan.

Selajutnya kami membakar potongan daging sapi dengan cara yang sama dan menyantapnya dengan taoge, bawang bombay, dan kubis panggang yang segar dan rasanya tawar.

”Pesta daging panggang terus berlangsung. Setiap satu kotak daging dan sayur habis disantap, pelayan tanpa bertanya segera menyodorkan lagi satu kotak daging dan satu kotak sayur lainnya. Mereka juga menuang kembali sake, bir, anggur, atau ocha ke gelas-gelas yang mulai kosong. Begitu seterusnya berkali-kali hingga kami menyerah dan berkata, ”Cukup!”

100 menit saja

Kirin Beer Garden mengusung konsep ”semua bisa Anda santap” (all you can eat) hanya dengan satu kali bayar. Tarif paketnya antara 2.200 yen-4.000 yen atau sekitar Rp 250.000-Rp 500.000 per orang. Anda bisa makan daging sampai perut tidak muat lagi alias mblenger. Atau minum apa saja sampai mabuk. Anda hanya mengeluarkan uang tambahan jika memesan nasi.

Namun, berbeda dengan restoran all you can eat di Indonesia, restoran semacam itu di Jepang memberikan batasan waktu makan. Di Kirin Beer Garden, setiap tamu mendapat jatah waktu makan sekitar 100 menit. Seperti tamu lainnya, kami mengebut makan dan minum di menit-menit awal. Namun, pada menit ke 50-an kami sudah tidak sanggup menyantap apa-apa lagi. Pesta daging harus dihentikan karena kami sudah mblenger.

KOMPAS/BUDI SUWARNA Memanggang daging domba di Restoran Kirin Beer Garden di Sapporo, Jepang.
Santap malam itu benar-benar mengundang selera setelah lima hari berturut-turut kami ”mabuk” sushi dan sashimi. Di antara menu Jepang yang serba ikan mentah atau terfermentasi, jingisukan yang serba daging menjadi alternatif amat menarik. Itu sebabnya, kata Toshihiro Kamba–pemandu wisata kami–menu jingisukan makin populer di Jepang. ”Restoran-restoran yang menyediakan jingisukan sekarang tumbuh di mana-mana,” katanya.

Masyarakat Jepang diperkirakan mulai mengenal menu daging panggang ala Mongolia sejak pertengahan tahun 1930-an. Restoran pertama yang disebut-sebut menyediakan menu jingisukan adalah restoran Rumah Jengis di Tokyo. Selanjutnya, menu itu menyebar ke berbagai kota terutama di Pulau Hokkaido, wilayah Jepang yang bisa menghasilkan ternak domba sendiri.

Nama menu jingisukan diambil dari nama Jengis Khan. Pelat baja untuk memanggang daging diadopsi dari topi baja tentara Mongolia yang kadang digunakan untuk memasak makanan mereka.

Bentuk pelat pemanggang dibuat melengkung seperti kubah. Di atas pelat baja itulah potongan-potongan daging domba dipanggang untuk menemani pesta daging ala Mongolia. (Budi Suwarna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com