Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Gunung Merapi

Kompas.com - 20/04/2014, 11:11 WIB

Jip berjalan berguncang-guncang. Jalan desa yang tadinya mulus menjadi berbatu-batu dan terjal. Dari Kali Opak menuju Dusun Petung, di kanan dan kiri, terdapat beberapa rumah yang seolah menjadi saksi peristiwa besar itu.

Di dusun itu semua rumah rusak, sebagian gosong terbakar, tanpa atap, dan sebagian lagi sudah roboh tidak kuat menahan beban batu dan pasir. Ada pula bangunan sebuah sekolah dasar yang saat ini tidak lagi terlihat bekasnya, hanya tinggal gapura di halamannya saja yang menandakan dahulu di situ pernah berdiri sebuah gedung sekolah.

Perjalanan berlanjut hingga sampai di sebuah rumah yang dijadikan museum, bernama Museum Sisa Hartaku. Barang-barang di rumah tersebut itu hancur. Sebuah sepeda motor meleleh, tinggal kerangkanya saja. Panci-panci, televisi, uang logam, dan botol seolah meleleh dan mencair terkena awan panas Merapi.

Perjalanan selanjutnya adalah Kali Gendol. Kali ini juga tidak berair, hanya ada hamparan bebatuan saja. Di beberapa bagian masih ada uap panas yang keluar dari tumpukan batu, menandakan di bawah sana masih ada sisa panas dari Merapi yang belum padam.

Tidak jauh dari situ terdapat bungker Kali Adem yang rusak parah. Pada erupsi 2008 ada dua orang yang tewas tertimbun di situ. Bungker tersebut pernah menjadi tempat berlindung jika tiba-tiba ada awan panas yang dikeluarkan dari Merapi. Namun, setelah erupsi, bungker itu tidak digunakan lagi.

Kekuatan dahsyat Merapi juga terlihat di Dusun Jambu. Di dusun ini ada sebuah batu besar hampir sama besarnya dengan sebuah truk kecil yang terlontar dari mulut Merapi. Batu besar itu tampak seperti kepala, lengkap dengan bentuk mulut, mata, dan hidung. Oleh penduduk, batu itu disebut batu alien dan dipercaya memiliki kekuatan gaib.

Hari semakin gelap, menandakan kawasan itu segera ditutup dan terlarang untuk semua jenis kegiatan. Truk-truk pasir perlahan menuruni jalan desa. Semua orang harus keluar dari kawasan karena tidak ada penerangan, dan kawasan itu sudah dinyatakan sebagai kawasan rawan bencana.

Menjelang gelap, kami pun menjauhi Merapi. Mengakhiri petualangan menyusuri jejak kedahsyatannya. (Joice Tauris Santi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com