Kondisi itulah yang Kompas alami waktu kali pertama menginjakkan kaki di Tunis, ibu kota Tunisia. Meski berada di Benua Afrika, Tunisia tak seperti yang dibayangkan banyak orang dan selama ini memperoleh pembenaran dari berbagai laporan media bahwa benua itu kering dan gersang.
Keluar dari Bandara Internasional Tunis-Chartage, akhir Maret lalu, angin dingin segera menyapa. Suhu di Tunis rata-rata saat itu tak lebih dari 15 derajat celsius. Di bawah sinar mentari yang benderang, hijau pohon palem langsung menarik perhatian. Wajah kaum Mediterania pun mendominasi, termasuk sosok Mohammed Oussama Ben Yedder dari Badan Nasional Turisme Tunisia (Office National du Tourisme Tunisien) yang menjemput rombongan wartawan asal Indonesia dan Qatar Airways.
Gadis yang cantik
Duta Besar Indonesia untuk Tunisia Ronny Prasetyo Yuliantoro mengatakan, negeri yang tahun 2011 mengalami krisis sosial politik itu memang berbeda dengan umumnya negara di Afrika. Tunisia lebih terbuka, dan pada masa sebelum Masehi pernah menjadi bagian dari imperium Romawi. Tunisia memang lebih hijau dibandingkan wilayah lain di Afrika.
”Negeri ini, kalau dilihat dari bentuk wilayahnya, seperti seorang gadis yang cantik dengan tubuh yang menawan,” kata Oussama.
Dengan wilayah seluas 164.150 kilometer persegi, Tunisia memiliki garis pantai sepanjang 1.298 km yang memesona di tepian Laut Mediterania. Segar dan hijaunya tanah Tunisia terutama diakui di Afrika dan Eropa.
Produksi pertanian Tunisia, terutama zaitun, terus meningkat setiap tahun. Tunisia menjadi pengekspor zaitun. Selain itu, di sejumlah area pertanian pun dikembangkan beragam jeruk dan sayuran, terutama tomat, yang juga diekspor. Penduduk Tunisia dikenal sebagai pemakan tomat. Perkembangan pertanian di negeri ini bertumpu pada pengairan yang baik.
Walaupun hijau, seperti wilayah Afrika utara lainnya, Tunisia juga memiliki wilayah padang pasir, bagian dari Gurun Sahara di bagian selatan. Namun, wilayah selatan yang lebih kering dan berpasir itu dikaruniai sejumlah oase. Kurma lebih banyak dikembangkan di Tunisia bagian selatan.
Dengan berbagai kelebihannya, pertanian menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Tunisia, bersama dengan pariwisata dan industri ringan. Produk nasional bruto Tunisia saat ini tak kurang dari 20 miliar euro.
Ronny serta Duta Besar Tunisia untuk Indonesia Mourad Belhassen secara terpisah menyatakan, walau Tunisia sangat mengandalkan pertanian, bukan berarti kerja sama di bidang ini dari kedua negara tertutup. Banyak produk pertanian dan perkebunan dari Indonesia, seperti teh dan kopi, yang masih berpeluang masuk ke Tunisia, seperti zaitun dan kurma dari Tunisia yang sudah masuk ke Indonesia. (Tri Agung Kristanto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.