Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Nice di Perancis Selatan, "So Nice"! - 1

Kompas.com - 24/04/2014, 12:20 WIB
MUNGKIN bagi saya inilah kota di Perancis Selatan di Côte d’ Azur, yang berpadu secara menyenangkan. Perpaduan antara daratan dan lautan dengan pantai yang terdiri dari bebatuan koral. Sensasi unik! Saat kaki menapaki untuk menyusuri tepian pantai sambil menikmati warna biru azur dari gelombang lautan.

Sudah pernah ke Nice? Pertanyaan itu sebenarnya entah sudah berapa kali terlontar kepada saya. Dan jawabannya selalu sama, belum sempat. Padahal, kota yang bertetangga dengan Monaco dan pintu menuju Italia ini, entah sudah berapa kali saya lewati, tetapi tidak sempat berkunjung secara khusus.

"Nice itu tempatnya orang borjouis, penduduk sana sedikit sombong. Maklum kebanyakan yang tinggal di Nice memang masih keturunan bangsawan zaman baheula sih..."

"Nice memang cantik, tapi segala sesuatunya di sana serba mahal. Maklum banyak kalangan jet set senang juga berlibur di sana, jadi yah..."

Komentar-komentar sedikit negatif yang terucap ini yang membuat saya memang pada awalnya jadi tak menyempatkan diri mampir ke kota yang terkenal dengan pantai dari koral itu. Sampai akhirnya beberapa bulan yang lalu, saya dan Kang Dadang, alias David suami saya, membutuhkan waktu untuk sekadar menghabiskan 3 hari berdua saja. Dan entah mengapa, Kota Nice yang justru menjadi pilihan saya untuk bermesraan.

Hotel di tengah kota menjadi incaran kami. Perjalanan kami lakukan berdua dengan mobil. Seperti biasa, suami saya sudah komplet dengan catatan tempat mana saja yang akan dikunjungi nantinya, padahal kota Nice sudah dikenalnya sejak kecil. Namun mengingat istrinya sudah terlanjur mendengar cerita negatif, tentu saja Kang Dadang, berusaha agar kesan itu hilang.

Saat mobil kami memasuki Nice, sambutan yang terhampar mata adalah pemandangan sisi pantai dengan trotoar besar dan panjang. Lalu lalang manusia berjalan menikmati suasana kota yang saat itu bersuhu hangat dengan sedikit angin laut. Wajah-wajah mereka terlihat begitu menikmati suasana tersebut.

"Itu namanya Promenade des Anglais cherie, terkenal sekali, di mana para pejalan bisa menikmati sisi lautan dan seberangnya adalah sisi Kota Nice. Nanti kita juga akan jalan-jalan di situ," tutur suami saya.

DINI KUSMANA MASSABUAU Kota Nice di Perancis Selatan.
Tapi sebelumnya yang harus kami lakukan adalah mencari hotel yang telah kami reservasi dan parkir tentunya. Mencoba mencari parkir di pinggir jalan, entah berapa putaran nihil kami temukan.

Akhirnya pilihan lain yaitu memarkirkan mobil di tempat parkir khusus. Soal harga? Bagi saya mahal! Per jamnya rata-rata memang sekitar 2,50 euros. Untuk mobil kami yang akan menginap sudah bisa dibayangkan berapa euros yang harus keluar hanya untuk parkir. Rata-rata hotel di Perancis yang berada di tengah kota memang tak menyediakan tempat parkir. Biasanya hanya hotel yang berada di pinggiran kota yang memiliki tempat parkir atau hotel bintang 4 di tengah kota.

Kamar hotel tempat kami menginap sangat menyenangkan. Tempat tidur cukup besar untuk dua orang. Maklum Perancis terkenal untuk hotel dengan tempat tidur yang kecil. Enaknya berada di tengah kota adalah untuk berkeliling cukup dengan berjalan kaki. Kurangnya, ya itu tadi, kepikiran terus masalah bayaran parkir he-he-he-he...

Setelah menaruh koper kecil kami, perjalanan pun dimulai. Daerah Kota Tua Nice abad ke-17 menjadi incaran kami untuk dijelajahi. Hari masih pagi. Jadi tujuan kami sembari melintasi Kota Tua sekaligus menuju pasar tradisional di Cours Saleya yang terkenal. Saya dan suami adalah penggemar berat pasar tradisional. Bagi kami pasar menggambarkan salah satu kehidupan dari masyarakat setempat.

Berjalan menuju pasar, melewati Kota Tua Nice sangat menyenangkan. Paduan antara Mediterane dengan Italia membuat kota ini terlihat menawan. Warna-warni dari bangunan, membuat saya merasa berada di Italia. Bangunan berdinding, oranye, kuning dan merah dengan jendela kayu hijau tipe ciri khas setempat dengan butik dan restoran di lantai bawahnya.

Restoran dan kafe dengan teras, kursi-kursi di jalanan, kadang hanya empat kursi dengan dua meja, berbaris lurus karena jalanan dalam kota yang sempit, mirip gang kalau di Indonesia.

Keramaian masyarakat berlalu lalang dalam jalan kecil yang turun naik kadang terlihat bengkok. Untungnya saat itu tak berkesan terlalu turistik, malah membuat rasa semakin gempita, menyaksikan penduduk saling bertukar kabar. Mereka yang baru keluar dari gereja saling beramah tamah.

DINI KUSMANA MASSABUAU Pantai Nice dan koral. Pemandangan di malam hari.
Antrean di pagi hari depan toko roti membuat saya ikutan berhenti dan mengantre saking terpesona dengan roti panjang yang terpajang di kaca toko. Gressin namanya. Sebenarnya sering saya makan dan beli di supermarket. Roti panjang tipis ini ciri khas Italia. Namun kali itu, gressin ditaruh dalam keranjang anyaman dengan berbagai rasa, membuat saya tak mau melewatkan untuk mencicipinya.

Dengan membayar 5 euros penjual memberikan kepada saya 6 gressin dengan tiga rasa yaitu zaitun, wijen dan biji pavot atau papaver, yang berasal dari bunga. Ini pertama kali saya memakan gressin begitu panjang. Rasanya? Nikmat sekali!! Dalam hitungan menit gressin tiga rasa itu sudah ludes masuk dalam perut kami.

Perjalanan kaki kami lanjutkan menuju Pasar Saleya. Namun sekali lagi, kaki saya bukannya berjalan namun berbelok masuk dalam butik yang menjual khusus zaitun nice. Tentu saja, Kang Dadang, memang harus sabar jika berlibur dengan istrinya yang juga hobi mengumpulkan dan mencicipi makanan khas setempat.

Setelah ngobrol sebentar dengan penjual yang memasarkan zaitun bio (tanpa bahan kimia dalam penanaman dan perawatan pohonnya hingga pembuatan sampai dalam kemasan) jadilah 4 botol buah zaitun, saya beli. Selain itu kami tentu saja untuk oleh-oleh mertua yang sudah menjaga kedua buah hati kami selama ditinggal orang tuanya berlibur.

Kami pun akhirnya sampai di Cours Saleya, tempat yang menjadi buah bibir di Nice, karena pasar dan restoran yang berjejer sepanjang jalan. Sebuah pasar layaknya pasar tradisional di Perancis, dengan dagangan bermacam jenis. Dari mulai sayuran, lauk pauk sampai bunga. Bercampur dengan produk tradisional, seperti sabun, pernak-pernik dan hiasan dekorasi. Bahkan barang antik dan loak ikutan mengisi pasar.

Tapi yang menarik perhatian saya adalah di tengah jalan besar ini, pasar lah yang mendominasi. Namun di kedua sisinya berjejeran restoran yang menawarkan masakan.

Sebenarnya saya dan suami sangat tertarik menikmati makan siang di hari itu apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Namun padatnya teras dengan pengunjung restoran dan terlebih saat pelayan mulai menghampiri kami dengan menu restoran mereka, maka sedikit demi sedikit ketertarikan itu mengecil.

Kami merasa seperti turis yang sedang dijebak untuk makan di tempat mereka. Kenyamanan dalam memilih restoran akhirnya tak tersisa. Sayang memang. Akibat sifat aneh kami berdua, rencana mencicipi masakan di Cours Seleya yang terkenal itu jadi batal.

DINI KUSMANA MASSABUAU Cours Saleya, tempat yang menjadi buah bibir di Nice, karena pasar dan restoran yang berjejer sepanjang jalan.
Dengan tetap semangat, kami meneruskan berjalan kaki, kembali menyusuri jalan kecil di Kota Tua Nice, sambil berharap semoga menemukan tempat nyaman untuk mengisi perut. Sekali lagi, berada dalam jalanan sempit, diapit dengan bangunan tua berwarna warni seolah mereka saling berangkulan karena saking rapatnya.

Cahaya matahari yang masuk di antara bangunan, membuat dinding warna kuning dan oranye semakin jelita. Jalan setapak yang turun naik, jika tak ada petunjuk memang bisa membuat kami berdua tersasar. Untungnya petunjuk jalan sangat jelas.

Tak sengaja kami melewati sebuah restoran kecil dengan tembok merah. Sebuah restoran berdekorasi apik. Menu dan harga makanan dipasang di luar. Rupanya masakan tradisional Nice yang menjadi menu utama di hari itu. Sebuah restoran yang hanya menyajikan hidangan dari apa yang ditemukan oleh chef kulinernya, di pasar setiap harinya.

La Daube Niçoise, daging sapi yang dimasak selama berjam-jam dengan sayuran seperti wortel, dan terdapat buah zaitun nice di dalamnya. Disajikan dengan polenta, yaitu tepung dari jagung, dimasak dan dimakan layaknya mashed potatoes. Perpaduan yang cocok sekali. Daging yang telah begitu lama dimasak dalam api kecil sehingga lumat di mulut tanpa harus mengunyah dengan saus yang memenuhi polenta, sangat lezat siang itu kami nikmati berdua! Tak menyesal tadi telah menolak mampir ke restoran di tempat yang jadi buah bibir.

Sebagai makanan penutup kami berdua memilih creme brûlée aux framboise (raspberry), yaitu dessert khas Perancis, dari telur, susu, vanila, di bakar dalam oven setelah itu atasnya ditabur gula dan dibakar dengan api langsung sehingga gula yang ditaburkan menjadi cokelat karena terbakar. Sekali lagi, kami tak berhenti mengeluarkan kata  ‘Hemmmm trop bon!! c’est delicieux!’ (enak sekali, lezat!!).

Saat menikmati kopi hitam setelah kedua makanan membuat perut kami kenyang, beberapa klien restoran kami lihat mendatangi juru masak, yang memang menyediakan masakan bisa terlihat oleh kami.

Pujian ‘felicitation, c’était très bon! on se regale’! (selamat ya makanan tadi sangat lezat kami sangat menikmati), ‘Bravo madame pour votre cuisine raffinée, on reviendra!’ (Bravo madame untuk masakan anda, kami akan kembali).

Rupanya tidak hanya kami saja yang merasa masakan yang kami nikmati sangatlah lezat untuk ukuran restoran kecil dengan harga tak lebih dari 15 euros untuk makanan utama dan penutup rasanya. Memang pantaslah restoran ini dijadikan rekomendasi.

DINI KUSMANA MASSABUAU Pasar Saleya di Nice.
Jalan-jalan menikmati Kota Tua Nice sebenarnya masih banyak yang harus kami datangi, tapi perjalanan dari Montpellier menuju ke sini dan kami tak sempat istirahat, membuat kami sedikit mengantuk. Apalagi, liburan kali ini adalah itung-itung bulan madu.

Kami pun memilih berjalan santai sambil menurunkan lemak makanan, ke mana lagi kalau bukan mencoba menapaki jalanan yang menjadi ikon Nice, promenade des Anglais! Anak kecil setengah melompat kegirangan dengan orang tua mereka, para remaja dengan skate board atau sepeda, wanita dan pria dengan anjing piaraan, namun cara mereka memperlakukan layaknya kepada buah hati, mencoba membagi kebersamaan, juga mereka yang kasmaran, menjadi dekorasi sepanjang trotoar ini.

Masih ada dua hari untuk menjelajahi sekitar Nice dan juga beberapa bangunan bersejarahnya. Namun saat itu kami memilih menunggu matahari menghilang seolah tenggelam tertelan dalam lautan... (DINI KUSMANA MASSABUAU) (Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com