Kami beruntung, saat datang taman ini baru saja diresmikan pada Oktober 2013, jadi rumputnya masih sangat hijau dan segar. Segala fasilitasnya pun masih baru. Permainan anak-anak begitu dinikmati oleh para anak kecil yang kegirangan karena bisa bermain dengan bebas secara gratis dikelilingi oleh kehijauan.
Para orang tua asyik duduk di bangku-bangku taman. Ada yang mematung, mungkin melamun, ada yang serius baca surat kabar, banyak juga yang keasyikkan melihat tingkah anak kecil yang lari-lari bermain air tanpa takut kebasahan.
Di taman yang dinamakan Promenade de Paillon ini, terdapat juga sebuah ‘miroir d’eau’ cermin air. Yaitu sebuah tempat dengan air mancur di mana-mana, hingga membuat genangan air, dan genangan air menjadi seolah cermin. Anak-anak sangat menyukainya! Air mancur yang bermain, membuat para bocah, mencoba berlari adu gesit dengan pancuran air, bila terkena air dan menjadi basah kuyup, para orang tua, tak sedikit pun ribut dan risau. Mereka malah ikut tertawa geli melihat tingkah anak-anak mereka. Mungkin kalau saya, yang paling ditakuti masuk anginnya itu, melihat anak-anak kebasahan dan kena angin he-he-he...
Taman yang kami mulai tapaki dari teater membawa kami hingga ke pantai. Sepanjang jalan, berbagai patung seni kami temui, malah kebanyakan peninggalan antik. Juga beraneka ragam tumbuhan. Dari mulai tanaman tropis hingga jenis tanaman yang berada di Eropa. Terus terang saya kagum dengan ide ini, karena selain indah dan nyaman, para penduduk bisa membawa anak-anak mereka setiap harinya, untuk bermain. Dan taman dengan fasilitas lengkap namun gratis, memang patut mendapatkan acungan jempol!
"Nanti kamu bawa Dini, ke Kota Eze, tapi jangan lewat jalur cepat, harus melalui jalan kecil (corniche), pemandangan yang terlihat indah sekali, pasti Dini bakalan suka dan saya yakin akan bisa jadi bahan tulisan nantinya," pesan ayah Kang Dadang alias David kepada anaknya, agar tak lupa membawa menantunya jalan-jalan ke Kota Eze.
Dan memang benar, tahu saja bapak mertua saya itu, jika melihat yang indah, menantunya ini selalu ingin berbagi dalam tulisan. Mungil, begitu kesan yang saya dapatkan. Tempat parkir umum di kota ini saja pas-pasan. Harus sabar menunggu salah satu mobil yang keluar untuk dapat parkir.
Setelah bersabar selama 15 menit akhirnya dapat juga tempat untuk memarkir mobil kami. Tapi hari sudah siang, dan acara jalan-jalan terpaksa ditunda dulu, karena perut kami sudah main genderang alias lapar. Sambil mencari restoran, jalanan batu kami tapaki. Jalanan menanjak dengan rumah khas Perancis dari batu. Pintu kayu kokoh dan bunga dalam pot tembaga, menghiasi kediaman, menjadi teman pemandangan kami dalam mencari tempat menikmati santapan siang.
Sungguh cantik sekali, jalanan yang naik dan turun, semuanya dari batu. Kadang, kami harus dibuat mengalah, saat pejalan lainnya berpapasan dengan kami dari arah berlawanan, karena jalanan begitu sempit. Dan salam 'bonjour' pun diucapkan saat saling melintas. Kadang logat asing, dalam pengucapkan salam Perancis itu terasa sekali. Namun satu kata yang terucap yaitu 'bonjour' dengan senyuman membuat suasana semakin nyaman.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan