Gairah membangkitkan kembali keelokan tenun jembrana itu menjelma dalam butir-butir keringat Komang Suliasih (40), seorang peserta pelatihan perajin tenun yang diadakan Cita Tenun Indonesia (CTI) bersama Hivos dan Uni Eropa, beberapa saat lalu. Bersama 34 peserta lain, yang semuanya perempuan, Suliasih duduk menghadap meja yang disusun memanjang di Balai Pertemuan Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana. Setiap peserta diminta membuat pola di kertas sesuai dengan motif tenun yang dihamparkan di meja itu.
Motif yang mesti dibuat oleh mereka ialah padma atau bunga teratai. Bentuknya seperti bintang dengan empat hingga delapan sisi lancip, yang membuatnya disebut babintangan oleh perajin Jembrana.
”Susah membuat pola ini. Saya bingung dengan titik-titik yang harus dibuat pada kotak kecil ini. Jika disuruh membuat tenun, saya bisa lebih mudah mengerjakannya. Kalau diminta membikin polanya, saya masih kesulitan,” ujar Suliasih.
Siang itu, kaum ibu perajin tenun mengenakan baju adat perempuan Bali berupa kebaya yang dipadu dengan kain tenun atau sarung di bagian bawahnya. Mereka datang dari enam sentra tenun di Jembrana, mengikuti pelatihan yang ditujukan untuk membekali perajin kemampuan pewarnaan alami, yakni dengan bahan dari tetumbuhan.
Pembuatan pola di kertas itu adalah acara terakhir dari pelatihan itu. Namun, kegiatan itu agaknya merupakan salah satu yang terpenting. Nining Koestedjo, desainer tekstil dari Jakarta, mendampingi ibu-ibu itu membuat pola.
”Banyak motif tenun jembrana yang hilang. Memori akan motif itu masih dimiliki perajin tenun karena pengetahuan itu diwariskan turun-temurun. Hanya, motif itu tak banyak diproduksi karena perajin lebih memilih motif yang mudah, diminta pasar, dan cepat laku,” kata Nining. Pembuatan pola di atas kertas itu dimaksudkan agar motif khas Jembrana terdokumentasikan. Pengetahuan itu perlu dikenalkan kepada semua peserta pelatihan kendati tak semua perajin bisa membuat pola.
Menyelamatkan memori
Dalam enam kali pelatihan, tim CTI mendapati perajin tenun jembrana kesulitan menamai motif lama yang sebenarnya bentuknya masih tersimpan dalam memori mereka. Muncullah motif unik yang dinamai dengan bahasa ibu mereka, misalnya pale gunung yang berbentuk seperti gunung. Motif ini biasa di tepian kain tenun.
Desainer Didi Budiardjo, yang mendampingi peserta dalam pelatihan, senang karena menemukan kain widiadari. Kain itu tersusun dari motif padma dalam aneka warna dan bentukan. Pada tenun jembrana, Didi mencatat, warna yang kerap kali dipakai ialah warna teduh, seperti coklat, biru, dan krem, berbeda dengan warna tenun dari Bali timur, seperti dari Klungkung dan Karang Asem, yang motif dan warnanya lebih meriah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.