Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/05/2014, 10:07 WIB
Kontributor Travel, Sri Noviyanti

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com – Rumah sederhana tersebut dikenal sebagai tempat perajin sasando, berada di Oebelo Puluti, Kabupaten Kupang Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jaraknya 20 km, dapat ditempuh selama 45 menit dari Kota Kupang. Kalau berpelesir ke Kupang, jangan lupa mengunjunginya.

Masyarakat Oebelo kebanyakan adalah petani garam. Hal tersebut bisa dilihat kala melintasi sepanjang jalan besarnya. Tepi jalan dihiasi dengan garam yang dipasarkan dalam bentuk sokal (sejenis tabung panjang yang bahannya terbuat dari daun lontar). Daun lontar memang menjadi komoditas yang banyak digunakan di Kupang. Selain bisa dirubah menjadi berbagai macam tempat penyimpanan, di sini anyaman daun lontar juga biasa digunakan sebagai atap rumah, karpet, bahan rumah gubuk juga kerajinan yang biasa di pakai oleh Jeremias Pah, seorang perajin dari Bengkel Perajin Sasando.

Jeremias bukanlah orang Oebelo asli. Ia sebenarnya berasal dari Rote, tempat asal alat musik tradisi sasando berasal. “Silakan masuk, di belakang biasa kami buat sasando,” ajak Jeremias dalam bahasa Rote pada kami saat ditemui di rumah Perajin Sasando. Jeremias tak lancar berbahasa Indonesia. Tempatnya cukup luas tetapi tak tertata rapi, atap rumah berhias daun lontar, sedang alasnya adalah tanah langsung.

Sebelum memperlihatkan cara membuat sasando, Jeremias memainkan alat musik ini sebentar sambil bernyanyi, menunjukkan kebolehannya. Syahdu, kami larut dalam petikan sasando yang ia mainkan. “Bermain sasando sesuai tradisi haruslah memakai pakaian seperti ini,” ujar Jeremias menunjukkan pakaian yang sedang ia gunakan. Kemeja dengan balutan sarung berbahan kain tenun lengkap dengan syal bermotif tenun Rote, di mana hitam menjadi dasarnya beserta topi adat Ti’I Langga yang juga berbahan dasar daun lontar.

Puas memainkan sasando, Jeremias mulai menunjukkan cara membuat sasando. Bagian tengah sasando adalah tabung panjang yang terbuat dari bambu. Bambu ini kemudian dipasangkan senar yang direntangkan dari atas ke bawah. Tiap petikan senar menghasilkan nada yang berbeda-beda. Lalu melengkapi sentuhan cantiknya, bambu tersebut ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari daun lontar yang dibuat seperti kipas yang ditekuk setengah lingkaran, gunanya sebagai tempat resonansi.

Begitulah kesibukan Jeremias, hampir tiap hari waktunya dihabiskan dalam bengkel ini sejak tahun 1960-an. Selain menjadi perajin ia pun biasa menjadi tenaga pengajar panggilan. ”Pernah saya dipanggil oleh mahasiswa Jepang yang sedang berkunjung ke Jogja, hampir mereka tak percaya alat musik ini bisa memainkan nada-nada secara lengkap," katanya.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Jeremias Pah sedang memperlihatkan cara bermain alat musik Sasando

“Di Nusa Tenggara Timur sendiri, sasando dimainkan untuk beberapa keperluan seperti menghibur kerabat atau orang yang berduka cita, sebagai pengiring tarian dan upacara adat, menyambut tamu penting, atau sekadar alat musik penghibur,” kata Jeremias.

Tapi belakangan, sasando memang banyak dinikmati sebagai musik penghibur. “Tak banyak yang bisa memainkan alat musik ini dengan baik. Saya sendiri mencoba mewariskan kemampuan pada semua anak saya,” ujar ayah dari salah satu pemain sasando Indonesia, Berto Pah ini.

Memainkan sasando sudah dilakoni sejak ia muda dan menetap di Rote dahulu, sayang karena jaraknya yang jauh dari kota banyak orang enggan datang ke sana. “Sulit untuk melestarikan di sana, saya harus pindah ke sini agar wisatawan dari kota bisa lihat, membeli ataupun belajar di sini,” tuturnya

Kini, di usianya yang tak lagi muda, Jeremias tetap bertekad melestarikan sasando hingga ke mancanegara. Selain Berto Pah yang kita kenal lewat ajang pencarian bakat televisi, anaknya Jack dan Djitron juga mewarisi bakatnya. Bahkan kini, Jeremias dan Djitron lalu mengembangkan Sasando elektrik. “Bisa dibilang saat ini, saya adalah pemain sasando tertua di Indonesia, untuk itu tahun 2008 saya juga mendapat piagam penghargaan dari Presiden,” tambah lelaki kelahiran tahun 1939 ini sambil menunjukkan rak dengan isi piala di atasnya. Di sana juga terdapat piala bergilir untuk Festival Sasando juga dari Presiden dan beberapa Festival lainnya.

Selain Sasando elektrik, Jeremias juga membuat beberapa jenis sasando. Mulai dari 10 senar hingga 56 senar yang dibuatnya selama 5 hingga 15 hari. Harganya pun variatif, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 3.500.000.

Oebelo, kini di sini lah ia ingin menghabiskan masa tuanya, di mana orang lebih mengenalnya karena sasando, alat musik yang biasa ia buat dan mainkan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Cara ke Lapangan Banteng Naik Transjakarta, KRL, dan MRT

Cara ke Lapangan Banteng Naik Transjakarta, KRL, dan MRT

Travel Update
Jadwal Air Mancur di Lapangan Banteng 2023, Ada Dua Sesi

Jadwal Air Mancur di Lapangan Banteng 2023, Ada Dua Sesi

Travel Update
Banyak Orang Korea Selatan Lebih Suka Liburan ke Asia Tenggara daripada di Dalam Negeri

Banyak Orang Korea Selatan Lebih Suka Liburan ke Asia Tenggara daripada di Dalam Negeri

Jalan Jalan
10 Wisata Alam di Payakumbuh, Banyak Bukit dengan Panorama Indah 

10 Wisata Alam di Payakumbuh, Banyak Bukit dengan Panorama Indah 

Jalan Jalan
Taman Lapangan Banteng: Lokasi, Jam Buka, dan Fasilitas

Taman Lapangan Banteng: Lokasi, Jam Buka, dan Fasilitas

Travel Update
5 Tips Mampir ke Jakarta Architecture Festival 2023, Datang Lebih Awal

5 Tips Mampir ke Jakarta Architecture Festival 2023, Datang Lebih Awal

Travel Tips
Mampir ke Jakarta Architecture Festival 2023, Dengar Suara dari Pinggir Jakarta

Mampir ke Jakarta Architecture Festival 2023, Dengar Suara dari Pinggir Jakarta

Jalan Jalan
7 Aktivitas Wisata di Safari Beach Jateng, Bisa Lihat Atraksi Satwa

7 Aktivitas Wisata di Safari Beach Jateng, Bisa Lihat Atraksi Satwa

Jalan Jalan
Harga Tiket MotoGP Mandalika 2023, Paling Mahal Rp 15 Juta

Harga Tiket MotoGP Mandalika 2023, Paling Mahal Rp 15 Juta

Travel Update
Rute ke Museum Petilasan Mbah Maridjan, Bisa Dilalui Sepeda Motor

Rute ke Museum Petilasan Mbah Maridjan, Bisa Dilalui Sepeda Motor

Travel Tips
Cara Kunjungi Jakarta Architecture Festival 2023, Wajib Registrasi

Cara Kunjungi Jakarta Architecture Festival 2023, Wajib Registrasi

Travel Update
Museum Petilasan Mbah Maridjan, Kenang Dahsyatnya Erupsi Merapi 2010

Museum Petilasan Mbah Maridjan, Kenang Dahsyatnya Erupsi Merapi 2010

Jalan Jalan
Jakarta Architecture Festival 2023: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket

Jakarta Architecture Festival 2023: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket

Jalan Jalan
Harga Tiket Safari Beach Jateng di Batang dan Jam Bukanya 

Harga Tiket Safari Beach Jateng di Batang dan Jam Bukanya 

Jalan Jalan
Cara ke Jakarta Architecture Festival 2023 Naik KRL dan MRT

Cara ke Jakarta Architecture Festival 2023 Naik KRL dan MRT

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com