Demi penghematan, kain panjang warna merah, hiasan tongkonan yang melambangkan semangat di upacara rambu solo bagi Ruth Bamba, juga tak lagi menggunakan tenun Toraja. Bahkan, tak satu pun dari ratusan pelayat yang menghadiri rambu solo yang masih memakai pakaian dari tenun. Mayoritas pelayat justru menggunakan kainkain bermotif Toraja yang didatangkan dari Jawa.
Salah seorang pelayat, Atik (48), yang memakai baju motif Toraja buatan DI Yogyakarta, hanya memiliki selembar tenun Toraja bermotif paruki yang dibeli seharga Rp 1,8 juta. Tenun itu sengaja ia simpan dan hanya dipakai pada acara yang benar-benar spesial. ”Saya cuma punya satu tenun warna hitam, terlalu mahal, jadi sayang. Jarang dipakai,” kata Atik.
Tak hanya kain bermotif Toraja, tenun buatan Troso dan Klaten, Jawa Tengah, juga membanjiri pasar tradisional di Rantepao. Kios tenun yang banyak didatangi wisatawan di Pasar Rantepao disesaki oleh tenun dari Jawa. Pemilik kios Tulen Arts, pasangan Yudhie dan Tulen, bahkan juga mendatangkan produk jadi berbahan tenun dari Jawa, seperti tempat tisu dan tas.
Tenun yang didatangkan dari Jawa laris manis di Toraja karena harganya lebih murah. Pemilik kios tenun lain di Pasar Rantepao, Kana, menjual tenun asli Toraja dengan harga mulai Rp 300.000 hingga Rp 5 juta, sedangkan tenun dari Jawa bisa dijual mulai harga Rp 100.000.
Karena bisa menjual tenun yang mirip dengan tenun Toraja dengan harga lebih murah, pesanan pun mengalir mulai dari instansi pemerintah di Toraja hingga gerai oleh-oleh di Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar. Meski tenun Jawa laris manis, Tulen Arts tetap menyediakan tenun asli buatan tangan perajin Toraja.
Ludes terjual
Tenun asli Toraja sebenarnya mudah dikenali. Dengan sekali sentuh, bakal terasa bahwa tenun Toraja lebih kasar daripada tenun ATBM. Meski sama-sama berbahan baku benang poliester dengan motif serupa berupa aksen permainan garis, tenun Toraja lebih tebal dan berat. Karena dibuat langsung dengan tangan, lebar tenun Toraja tak akan melebihi 70 sentimeter. Bandingkan dengan tenun ATBM yang bisa mencapai lebar lebih dari 100 sentimeter.
Serbuan tenun dari luar Toraja ini bahkan menelusup hingga ke satu-satunya sentra tenun Tana Toraja, yaitu di Sa’dan To’barana. Sembilan kios yang ada di Sa’dan To’barana juga disesaki tenun-tenun dari Jawa dan Sumba. Produksi tenun dari para perajin yang menenun di kios-kios ini tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan sehingga mereka memilih mendatangkan tenun dari luar Toraja.
Tingginya minat wisatawan terhadap tenun Toraja belum diimbangi dengan regenerasi petenun. Kini, perajin juga sibuk memenuhi permintaan tenun dari warga lokal Toraja setelah adanya kebijakan wajib memakai tenun bagi pegawai negeri setiap satu pekan sekali. Akibatnya, produksi tenun khas Toraja ludes terjual dari tangan perajin. Pembeli bahkan harus antre hingga berbulan-bulan.
Proses membungkus mayat dengan tenun, menurut Tinting, perlahan mulai ditinggalkan sejak 1990-an. ”Ada perubahan enggak harus dibungkus tenun. Kepercayaan leluhur sudah kurang. Keluarganya merasa terikat jika dibalut tenun,” ungkap Tinting.
Kini, perlahan tetapi pasti, masyarakat Toraja mulai kembali melirik tenun. Upacara keagamaan, seperti perayaan 100 tahun Injil masuk Toraja atau ibadat hari Minggu, mewajibkan jemaatnya memakai tenun. Kecintaan terhadap tenun dari tanah tinggi Toraja ini menempatkannya pada tempat tertinggi di hati dan tradisi masyarakat Toraja. (Mawar Kusuma & Dwi As Setianingsih)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.