Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensasi Festival de Cannes... Selebriti, Glamor, dan "Paparazzi"!

Kompas.com - 02/06/2014, 16:14 WIB
KOMPAS.com — Ajang bergengsi para insan film dunia ini telah usai minggu lalu. Ikon festival ini, gemerlap para selebriti menaiki karpet merah, masih terkenang. Pujian dan lecehan dari film yang dikompetisikan juga masih terngiang di telinga saya.

Cannes, 14 Mei 2014, festival film ke-67 itu resmi dibuka. Film Grace of Monaco terpilih sebagai film pembuka festival. Film ini memang tak masuk dalam kategori kompetisi. Kabarnya, Grace of Monaco dipilih karena berbau glamor, bercerita tentang hubungan diplomatik antara Perancis dan Monako, dan tentunya kesohoran artis Hollywood yang cantik, merelakan karier gemilangnya demi cintanya kepada sang pangeran. Layaknya sebuah dongeng, memang, film ini dipersembahkan.

Para kritikus film di Cannes sangat terkenal dan tajam dalam menilai sebuah karya. Memang, film di Perancis merupakan bagian dari budaya. Film adalah sebuah seni yang bernilai tinggi. Mungkin mereka yang menonton saat itu mengharapkan disuguhkan sebuah karya bermutu, khususnya dari segi narasi. Memang berdasarkan pengalaman meliput di Cannes, biasanya film pembuka adalah sebuah film yang unik dengan sisi seni yang memikat.

Jadi saat film Grace of Monaco selesai diputar, saya tak menyangka jika reaksi berupa tanda tak senang berupa gemuruh "Huuuuuu..." yang terdengar.

Keluar dari ruangan sinema, saya mencoba mewawancarai beberapa jurnalis dan pengamat film seputar film yang dipilih sebagai bagian dari acara pembukaantersebut. Beberapa wanita, dari mulai pers dan pengamat, mengaku memang film Grace of Monaco bukan film yang terlalu bagus. Namun, akting dari Nicole Kidman yang berperan sebagai Putri Grace dan Tim Roth sebagai Pangeran Rainer cukup baik.

Menurut mereka, film tersebut cukup simpatik dan enak dilihat. Namun dari sisi pria, komentarnya sedikit keras. Rata-rata dari mereka mengaku bosan. Bagi mereka, film tersebut terlalu menyimpang dari kenyataan, terlalu bling-bling bagaikan sebuah cerita khayalan yang dipaksakan jadi kenyataan. Mereka menyayangkan mengapa film itu bisa terpilih sebagai film pembuka festival bergengsi.

Setelah ditelaah, ternyata memang film ini membuat berang keluarga Kerajaan Monako. Mereka sampai melarang pemutaran film tersebut di negaranya.

Yang lebih parah, rupanya produser film ini juga menyatakan tak menyenangi film ini karena keluar dari perjanjian kontrak awalnya sehingga film yang dibintangi oleh para bintang Amerika itu malah kabarnya tak akan diputar di Amerika!

DINI KUSMANA MASSABUAU Konferensi pers film Grace of Monaco yang mendapat kritikan pedas dari para jurnalis di Festival de Cannes 2014.
Wah, hari pertama di Cannes sudah membuat saya sedikit pesimistis dengan suasananya. Bahkan ketika saya mengikuti acara konferensi pers dengan para pemain film Grace of Monaco ini, kritikan tajam masih terus dilontarkan, demikian halnya dengan pertanyaan seputar larangan beredarnya film tersebut di Monako.

Namun, di situlah saya bisa melihat keprofesionalan Nicole Kidman, yang bagi saya pribadi, kulitnya seperti pualam, begitu halus, dengan gaun putih elegannya, menjawab setiap pertanyaan keras wartawan dengan tenang dan senyum. Salut buat dia.

Memang akting Nicole Kidman dalam film tersebut cukup menyentuh. Meskipun, pemain lainnya dan sutradara film mengaku kecewa dengan tanggapan terhadap film tersebut, mereka cukup puas dan terhibur karena film ini bisa diputar di Festival de Cannes. Itu sudah merupakan sebuah penghargaan atas hasil kerja mereka.

Sebelum opening ceremony resmi digelar, para juri memberikan konferensi pers. Untuk bisa ikut, saya harus rela menunggu dengan berdiri hampir selama 2 jam! Ini karena tempat terbatas sehingga siapa yang duluan mengantre terdepan tentu menjadi yang beruntung. Saya saat itu rela tak makan siang dan menahan untuk tidak ke kamar kecil. Kalau saya keluar dari antrean, jangan harap ada orang yang mau berbaik hati menjaga tempat kita mengantre sebelumnya.

Juri yang terdiri dari 7 orang itu diketuai oleh Jane Campion, satu-satunya sutradara wanita yang pernah meraih penghargaan tertinggi Palm d’Or, di Cannes ini. Yang menarik perhatian saya adalah salah satu juri, yaitu Sofia Coppola, wanita sutradara muda yang menjadi idola saya sejak beberapa tahun ini. Bisa bertemu dengannya dan memberikan pertanyaan untuk dijawab langsung adalah kepuasan tersendiri.

DINI KUSMANA MASSABUAU Para juri Festival de Cannes 2014.
Meskipun saya sudah beberapa kali ke festival di Perancis ini, sensasinya selalu saja membuat kita bergairah. Adrenalin menjadi bergejolak terutama menunggu film-film yang akan diputar, apalagi para jurnalis dan pengamat film. Menantikan para selebriti berjalan dengan pakaian seksi, glamor, keren hingga yang hanya datang dengan tampil cuek pun tetap saja menjadi tontonan berbinar bagi publik. Mereka rela kepanasan saat matahari terik membakar kulit, dan membuat kepala berdenyut, hanya untuk menunggu artis kesayangan mereka lewat.

Iya, hanya untuk lewat saja. Melihat para selebriti dari kejauhan sudah membuat mereka histeris! Saat hujan mengguyur, dengan berlindung di bawah payung, tak peduli badan menggigil, para penonton itu juga tetap setia menanti idola mereka lewat. Padahal terus terang, banyak dari mereka yang datang, mendapatkan hasil nihil, alias tak melihat bintang kesayangan mereka karena sang artis berhenti jauh dari publik, dan langsung berjalan menuju tangga karpet merah. Hal ini tentu saja hanya menjadi bagiannya para fotografer dan paparazzi yang asyik dengan lensa kamera raksasa untuk mengabadikan gambar andalannya.

Namun dari semua acara yang diadakan, tetap saja jumpa pers adalah yang paling saya sukai dan hargai, meskipun seperti yang saya tuliskan tadi, harus rela pegal kaki, menahan keinginan buang air kecil dan lapar!

Saya menyukai acara ini karena, pertama, tentu saja bisa melihat langsung dari dekat para bintang dunia. Kami para jurnalis diberi kesempatan melontarkan pertanyaan kepada mereka, melihat mereka secara langsung bereaksi terhadap setiap kritikan dan pertanyaan yang kerap tak disangka.

Yang paling heboh, ada hal yang sampai sekarang belum saya lakukan, yaitu ketika jumpa pers usai, para wartawan dengan tenang meminta tanda tangan kepada para bintang film. Awalnya ketika kali pertama datang, saya dibuat terpana karena setiap meliput acara lainnya, jangankan minta tanda tangan, minta foto bareng saja, para pengawal alias bodyguard sudah melarang.

Namun, di sini, dengan tenangnya para jurnalis berebut menyodorkan kertas sampai poster idola mereka agar ditandatangani. Tentu saja hal ini berlangsung sangat cepat, makanya rebutannya pun seperti pembagian sembako. Sudah bisa dibayangkan, jika saya ikut berebut, bisa remuk kaki ini terinjak-injak. Jadi, saya cari aman saja.

DINI KUSMANA MASSABUAU Bersama Alex Komang dan para jurnalis dari Indonesia di stan Indodnesia di Festival de Cannes 2014.
Stan Indonesia di pasar film juga berkali-kali saya datangi. Terlebih lagi, tahun ini, Alex Komang yang kini menjabat sebagai Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) datang untuk kali pertama kalinya ke Festival de Cannes. Aktor pemenang Piala Citra ini mengaku takjub, sebuah kota kecil seperti Cannes bisa menyedot insan dan industri film di dunia!

Saya tentunya tak melewatkan kesempatan berbincang-bincang dengan pemain film sekaligus aktor kawakan teater ini untuk ngobrol dan wawancara seputar dunia perfilman Indonesia. Aneh memang, waktu saya ABG, saya ini salah satu fans Alex Komang. Ketika saya pernah menjadi jurnalis di TV swasta Indonesia pun tak berkesempatan bertemu dengannya langsung. Namun, di Cannes ini, saya akhirnya bisa bertemu dan berbincang akrab dengan Alex Komang.

Indonesia juga tahun ini membawa para sutradara muda seperti Mouly Surya dengan filmnya What They Don't Talk About When They Talk About Love dan Lucky Kuswandi dengan film Selamat Pagi, Malam. Mereka yang muda dan berbakat inilah yang patut saya acungi jempol. Selain berani untuk menawarkan film, mereka juga dengan percaya diri menawarkan proyek-proyek mereka untuk karya selanjutnya di pasar film internasional.

Depan gedung festival setiap harinya selalu padat dengan orang-orang yang berdandan cantik, keren, dan lucu karena kesannya berani untuk tampil beda. Namun, mereka ini bukan para selebriti, melainkan orang-orang yang datang mengadu keberuntungan. Keberuntungan untuk bisa masuk ke dalam tempat acara, menyaksikan film yang diputar, khususnya berbarengan dengan kedatangan para pemain dan krunya saat film itu digelar.

Mereka yang mengadu nasib untuk bisa menyaksikan film bersama para artis ini tidak tanggung-tanggung dalam mempersiapkan diri. Baju pesta malam, hak tinggi, dandanan cantik. Banyak yang mengaku, mereka datang dengan menginap di mobil ramai-ramai dengan teman lainnya. Bagi mereka, yang terpenting mendapatkan tiket menonton secara gratis dari salah satu panitia atau orang yang berbaik hati memberikan kepada mereka. Cara ini memang rupanya berhasil karena, setiap tahun festival berlangsung, pemandangan ini sudah menjadi rutin terlihat. Mereka rata-rata menunggu hingga berjam-jam.

Bicara soal pakaian pesta, ini memang wajib dan menjadi kategori untuk tamu yang diundang hingga kami para jurnalis pun diwajibkan untuk menaatinya. Bila datang hanya menggunakan pakaian pesta seadanya, silakan gigit jari saja. Bahkan, saya pun pernah ditolak pada tahun sebelumnya karena baju saat itu (saya mengenakan kebaya modern) dianggap kurang gemerlap.

Makanya, tahun ini, brokat merah dengan manik-manik yang memenuhi kebaya saya rupanya dianggap memadai. Padahal, terus terang, saat saya mengenakannya, saya merasa risih luar biasa, serasa pengantin kesasar! Namun rupanya memang harus seperti itu agar bisa ikut memotret para bintang dunia berjalan di karpet merah Cannes!

DINI KUSMANA MASSABUAU Inilah mereka yang mencoba mendapatkan tiket nonton gratis bersama para artis yang hadir di Festival de Cannes 2014.
Satu lagi yang tak mungkin bisa dihilangkan dari festival adalah para paparazzi dan fotografer tanpa akreditasi! Jauh hari sebelum festival dimulai, mereka sudah saling menandai dan memasang tempat mereka di trotoar, di seberang gedung festival, tepat menghadap ke arah karpet merah.

Bagaimana cara mereka menandai daerahnya? Tentu saja dengan menaruh tangga yang berguna agar bisa mengambil gambar dari ketinggian, dan juga bangku kecil milik mereka. Semuanya mereka pasang dan digembok! Polisi pun sudah tak bisa berbuat banyak. Selama hal ini tak mengganggu kenyamanan masyarakat dan terganggunya acara, polisi bisa memaklumi. Bahkan, cara ini sudah menjadi salah satu dekor Festival de Cannes!

Ahhhh, memang kalau sudah berbicara soal selebriti, kesannya menjadi serba heboh. Itulah dunia show. Pertunjukan dunia, tetapi maya bagi saya. Gemerlapnya memang terlihat sekali. Padahal, saat kami para jurnalis melihat hasil-hasil karya garapan para sutradara dalam ajang ini, kesan sesak karena teriris oleh cerita film yang menyengat kerap muncul. Gemuruh dada, karena tersentuh oleh peran para pemain, jauh dari kesan kemilaunya dunia bintang. Itulah uniknya Festival de Cannes, seolah dua sisi berbeda yang kesehariannya didapat. Glamor dan kenyataan. (DINI KUSMANA MASSABUAU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com