Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Henry Alexie Bloem, Membawa Cita Rasa Indonesia Mendunia

Kompas.com - 05/06/2014, 07:52 WIB
HENRY Alexie Bloem (46), pria asal Pulau Bali ini, tak pernah bercita-cita menjadi koki atau ”chef” profesional. Namun, belakangan ini, dia justru berusaha terus-menerus membuat masakan tradisional Indonesia bisa diterima dunia dan berkolaborasi dengan masakan negara lain.

Jangan menyerah dan tetap kreatif dengan resep-resep tradisional! Itulah cara Bloem menyemangati teman-teman sesama chef sekaligus anggota Asosiasi Chef Indonesia, terutama saat mereka menjadi koki di negeri orang.

Bagi Bloem, kutak-katik resep Indonesia menjadi lebih bergaya pada meja jamuan internasional adalah perjuangan. Ini sama dengan saat dia berjuang agar para koki bisa memperkenalkan masakan khas yang sebenarnya kepada para penikmat masakan.

”Rendang ya rendang, betutu ya betutu, gudeg ya gudeg. Saya selalu memberikan makanan (kepada konsumen) dengan resep aslinya. Pedas, manis, asin, itu pembawaan yang khas tradisional masing-masing daerah,” kata Bloem, pertengahan Mei lalu.

Menurut dia, masakan tradisional memiliki kekuatan pada rasanya. Soal penampilan di atas piring saji, lanjut dia, adalah persoalan kreativitas masing-masing koki.

Pria yang memiliki segudang pengalaman dan penghargaan ini berprinsip, menghargai masakan tradisional asli Indonesia adalah dengan tidak menambah atau mengurangi rasanya. Itu juga merupakan bagian bagaimana dia memberi pesan kepada para penikmat masakan tradisional, khususnya orang asing, agar menghargai Indonesia dari masakan.

”Jika kita mengurangi rasa pedas, manis, atau rempahnya hanya karena alasan (konsumennya) orang asing, saya tidak setuju. Saya menganggap koki itu tidak memperkenalkan Indonesia yang sebenarnya,” tutur dia.

Sejarah masakan

Bloem juga tidak asal belajar bumbu-bumbu asli khas masakan bangsa sendiri. Dia juga berusaha mempelajari sejarah berbagai masakan tradisional. Alasan Bloem yang juga Ketua Asosiasi Chef Indonesia ini, menikmati masakan tradisional akan lebih nikmat dan menyenangkan jika kita tahu sejarahnya.

Dia bangga jika bisa menyajikan masakan tradisional dengan tak hanya bercerita apa saja bumbunya, tetapi juga menceritakan kisah di balik masakan itu sendiri. ”Ini menjadi nilai tambahnya.”

Menurut dia, seorang koki profesional dituntut tak hanya mengerti cara memasak. Mereka pun harus paham manajemen dapur hingga persoalan bertutur dengan kru, serta bertatap muka dengan para penikmat masakan hasil olahannya.

Kelemahan chef Indonesia, kata Bloem, mereka umumnya kurang percaya diri untuk bertemu para penikmatnya. Sebagian mereka beralasan tak bisa berbahasa asing, sedangkan lainnya khawatir dikritik. Oleh karena itulah, dia berusaha mendorong teman dan para chef untuk berani bertemu para penikmat masakannya.

”Semua itu bisa dipelajari. Industri kuliner itu menjanjikan jika kita mau sungguh-sungguh belajar. Saya tak ahli berbahasa asing, tetapi punya keberanian bertemu orang dari berbagai latar belakang. Saya juga senang membaca berbagai literatur (berkaitan dengan masakan,” ungkap dia.

Alhasil, Bloem dipercaya menjadi chef di dalam dan di luar negeri. Dalam dunia masak-memasak, lanjut dia, kepercayaan itu penting. ”Bagaimana kita bisa memasak untuk banyak orang jika kokinya tidak dipercaya?” ucap dia.

Belum ada standar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com