Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyeruput Teh di Hamparan Kebun

Kompas.com - 05/06/2014, 08:44 WIB
MENIKMATI hangatnya teh sambil memandang liukan punggung Gunung Lawu, ah.... Itulah sensasi rasa dan mata saat ”ngeteh” di Rumah Teh Ndoro Donker di kawasan Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Hamparan hijau tanaman teh memuaskan mata para tamu. Kesejukan udara pegunungan melengkapi aroma teh yang memenuhi udara. Pengunjung kebanyakan datang dari kota-kota sekitar, seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang.

Pengunjung bisa memilih duduk di dalam rumah bergaya kolonial yang dindingnya berhias foto-foto hitam putih hasil reproduksi. Foto-foto itu bergambar suasana zaman kolonial, seperti sudut-sudut kota, suasana pasar, dan penjual makanan tempo dulu di Kota Solo dan Jakarta.

Sebagian besar pengunjung tampak lebih menyukai duduk di ruang terbuka yang terdapat di samping atau belakang bangunan karena langsung menghadap kebun teh. Meja-meja bundar dengan payung di atasnya yang bersisian dengan kebun teh menjadi favorit pengunjung.

Suguhan utama Rumah Teh Ndoro Donker tentu saja aneka teh yang sebagian hasil olahan sendiri, seperti Donker Black Tea dan Green Tea. Namun, ada pula suguhan teh impor, seperti white tea atau teh putih dan teh aneka rasa, seperti camomile, earl grey, lavender, osmanthus, teh aroma mint, lemon, dan jeruk. Pengunjung bisa memilih teh disajikan dengan poci atau per cangkir.

Pilihan kami saat itu adalah super premium white tea. Pucuk daun termuda yang menggulung tampak berendam dengan tenang di dalam saringan poci. Warna semburat coklat tidak segera terlihat meski daun teh telah tercelup sekian lama di air yang cukup panas. Rasa pahit dan sepet teh sangat samar dengan kesegaran yang tertinggal begitu kita selesai menghirupnya.

Teh putih yang dulu hanya dikonsumsi keluarga kaisar di Tiongkok dipilihkan dari kuncup daun teh yang dilindungi dari sinar matahari dan dipetik sebelum matahari terbit agar klorofil tidak terbentuk. Minimnya proses oksidasi pada daun teh menyebabkan tingginya kandungan zat katekin yang berkhasiat sebagai antioksidan.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Rumah Teh Ndoro Donker di kawasan Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Harga sepoci white tea Rp 45.000. Jika tertarik membawanya pulang, tersedia dalam kemasan kaleng seberat 75 gram yang bisa kita tebus dengan harga Rp 850.000 karena harga per kilogram mencapai Rp 10 juta.

Disediakan gula pasir dan potongan gula jawa untuk mengakomodasi kebiasaan orang Indonesia minum teh dengan tambahan gula. Namun dengan cita rasa pilihan yang dijanjikan, kita bisa menguji rasa teh tanpa bantuan gula.

Ketela dan ubi

Sebagai teman minum teh, disediakan berbagai kudapan yang bahan bakunya berasal dari pertanian lokal. Sebut saja ketela lumur madu yang terbuat dari ubi jalar goreng yang dilumuri madu dan taburan wijen. Rasanya manis-manis gurih dan potongannya pas untuk sekali suapan. Ada lagi ubi jalak towo, berasal dari jenis ketela lokal yang dipastikan segar karena akan membiru jika pengolahan lebih dari dua hari setelah ketela dicabut.

Kudapan lain adalah kentang ongloc donker, yakni kentang kukus yang ditumis bersama bumbu lada hitam, bawang bombay, susu, dan garam, serta dihiasi taburan keju parut. Bunyi meletup yang terdengar seperti onglok saat memasak kentang diadopsi menjadi nama menu.

Sajian lainnya, timus batang keju, yakni ubi rebus tumbuk yang bagian tengahnya diberi potongan keju lantas digoreng. Kalau masih ingin mengajak lidah bertualang, bisa mencicipi pisang panggang, yakni pisang panggang yang dilumuri cokelat cair dan taburan keju parut. Ada pula tahu dan tempe donker berupa tahu dan tempe goreng tepung.

”Semula kami hanya menyediakan teh dan camilan. Namun seiring waktu, banyak permintaan untuk menyediakan menu makanan yang mengenyangkan,” kata Manajer Rumah Teh Ndoro Donker, Ratnawati Wibowo.

Jadilah kemudian rumah teh itu menyediakan menu makanan berat, seperti iga bakar, ayam panggang, nasi goreng, sup iga, dan kare donker. Ratnawati membanggakan kare donker yang disebutnya menu khas rumah teh karena berasal dari masakan lokal. Penampilannya menyerupai soto dengan rasa rempah yang lebih kuat. Taoge, keripik kentang, daun seledri, dan taburan bawang goreng tercampur dalam kuah santan kuning yang dibumbui bawang merah, putih, kemiri sangrai, kunyit bakar, salam, dan lengkuas. Ada sedikit rasa manis yang tersisa dan aroma khas yang berasal dari pemakaian jinten.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Rumah Teh Ndoro Donker di kawasan Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Rumah Teh Ndoro Donker menempati bangunan bergaya kolonial yang berdiri sejak tahun 1932. Dulunya bangunan itu merupakan rumah dinas administratur perkebunan yang lama tidak didiami. Lahan kebun teh milik Yayasan Rumpun Diponegoro yang dikelola oleh PT Sumber Abadi Tirta Sentosa. Hasil tehnya disuplai ke sejumlah pabrik pengolahan teh untuk konsumsi lokal ataupun ekspor.

Nama Ndoro Donker diambil dari seorang Belanda yang dulu memperkenalkan teh di kawasan itu. Meski usaha perkebunan telah dinasionalisasi setelah masa kemerdekaan, menurut Ratnawati, Donker tetap tinggal di kawasan itu hingga tutup usia. Tidak heran jika di situ terdapat sebuah desa bernama Dongkeran.

Dari tempat yang berjarak satu jam perjalanan dari Kota Solo ini, kita masih bisa melanjutkan perjalanan untuk menyaksikan hamparan kebun teh yang lebih luas. Rumah Teh Ndoro Donker di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut barulah awal dari hamparan karpet hijau kebun teh di kawasan Kemuning. (Sri Rejeki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com