Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mozaik Sejarah dari Museum

Kompas.com - 09/06/2014, 14:35 WIB
EMPAT puluh lima stan museum di Jakarta menjahit kembali mozaik sejarah Indonesia di pelataran Taman Fatahillah, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Lima di antaranya berasal dari museum di lingkungan Taman Mini Indonesia Indah. Perayaan Hari Museum yang digelar pada Sabtu (7/6/2014) bertema ”Collections Makes Connection”.

Sore hari, tim juri mengumumkan enam stan yang dianggap mampu merangsang minat dan apresiasi pengunjung karena pilihan tampilan (display), termasuk koleksi dan program acara masing-masing, pendampingan bagi para pengunjung stan, serta konsistensi pengelolaan stan sejak pembukaan hingga penutupan.

Museum Galeri Nasional Indonesia, kata Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) DKI Jakarta Gatut Dwi Hastoro, menduduki peringkat teratas diikuti Museum Bank Mandiri, Museum Anatomi FKUI, Museum Reksa Artha, Museum Layang-layang Indonesia, dan Museum 12 Mei Universitas Trisakti.

Jauh dari harapan

Namun, tampaknya apa yang dilakukan panitia penyelenggara kurang sesuai dengan harapan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ia tidak melihat utuh mozaik sejarah Indonesia yang terhampar di sentra Kota Tua itu.

Sebaliknya, ia melihat kesemrawutan di sekeliling tenda-tenda yang didirikan, termasuk rusak dan hilangnya sebagian batu andesit di Taman Fatahillah.

Ia meminta instansi terkait mengusut rusak dan hilangnya sebagian batu andesit. ”Kalau dibuang, dibuang ke mana batunya? Kalau dilelang atau dijual, ke siapa? Batu andesit itu bagus dan sulit didapatkan,” ucapnya saat berpidato membuka acara.

Basuki lalu menegur Unit Pelaksana Kawasan (UPK) Kota Tua serta pejabat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta agar segera mengatasi masalah sampah serta pedagang kaki lima dan pedagang asongan lainnya yang menjadi sumber sampah.

Menurut Gatut, yang juga Kepala UPK Kota Tua, hilang dan rusaknya sebagian batu andesit bukan tanggung jawab UPK Kota Tua, melainkan pengelola Museum Jakarta. Sementara Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiarti menganggap wajar kemarahan Basuki.

”Beliau (Basuki) saat ini meminta laporan terkait proyek penggantian batu yang rusak dengan yang baru. Saat ini sedang kami siapkan laporan pertanggungjawabannya,” katanya.

Pengamat Kota Tua, Candrian Attahiyati, mendukung sikap Basuki. Menurut Candrian, perayaan Hari Museum lebih tepat diselenggarakan serempak di museum masing-masing selama sepekan. ”Jadi, kalau Pak Basuki bilang mendirikan stan itu memboroskan uang rakyat, saya sependapat,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar perayaan Hari Museum tahun depan diisi acara pameran, diskusi, seminar, lokakarya, hiburan, dan lomba yang mendidik serta bermacam pertunjukan kesenian dan tradisi di Tanah Air di setiap museum.

”Tugas panitia mengemas acara serempak ini menjadi satu paket yang menarik yang informasinya mudah diakses publik dan menarik. Kalau perlu bekerja sama dengan media massa menyosialisasi acara ini sejak sebulan sebelumnya,” ucapnya.

Candrian juga menghargai apa yang sudah dilakukan panitia. ”Petik hikmahnya dan kembali membangun mozaik sejarah yang lebih menarik dari museum,” ujarnya. (WIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com