Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Leuweung Larangan Ampuh untuk Menjaga Keasrian

Kompas.com - 11/06/2014, 10:33 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com - Leuweung larangan atau hutan larangan bagi sebagian orang hanya sebuah mitos. Setiap orang memiliki waktu yang terbatas jika ingin memasuki leuweung atau hanya ada hari tertentu untuk bisa masuk. Seperti yang berada di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 500 kilometer dimulai dari Situ Cangkuang di Garut, Situ Lengkong Panjalu, Astana Gede Kawali, dan Jembatan Cirahong di Ciamis hingga Pantai Rancabuaya di wilayah Garut Selatan, tim ekspedisi mendatangi tempat terakhir yang berada di Kabupaten Bandung. Kampung Adat Cikondang terletak sekitar 800 meter dari Jalan Raya Banjaran, Pangalengan.

Rumah adat Cikondang berada di belakang permukiman warga. Saat ini hanya tersisa satu rumah adat di kampung tersebut. Menurut juru kunci rumah adat Cikondang, Anom Juhana, dahulu terdapat sekitar 40 rumah di kawasan tersebut. Namun sekitar tahun 1942, kata Anom, menurut cerita ayahnya, terjadi kebakaran yang menghanguskan puluhan rumah. Dari puluhan yang terbakar warga menyelamatkan satu rumah yang bisa disaksikan hingga kini.

Selain rumah adat yang masih bertahan, di sebelah rumah adat terdapat leuweung larangan. Di hari-hari tertentu tidak boleh ada satu orang pun yang masuk ke dalam leuweung. Selain itu, wanita yang sedang menstruasi juga dilarang memasuki kawasan leuweung.

"Hari Selasa, Jumat, dan Sabtu menjadi hari pantangan untuk masuk ke leuweung. Jika melanggar, bisa ada sanksi yang dirasakan pelanggarnya," ujar Anom, Rabu (4/6/2014).

Mitos memasuki leuweung larangan bukan tanpa alasan. Kawasan yang diduga telah ada sejak 300 tahun lalu itu masih sangat terjaga keasriannya. Larangan yang diberikan tetua adat menjadikan hutan di sekitar kampung adat terus terjaga.

"Jika melanggar aturan di kawasan seluas tiga hektare ini, bisa ada sanksi. Dulu juga pernah kakek saya melanggar dengan masuk ke leuweung pada hari yang dilarang. Akibatnya, kakek saya mengalami luka di bagian mata," katanya.

Rumah adat Cikondang memiliki lima buah jendela yang memiliki makna ibadah salat lima waktu. Saat memasuki rumah juga harus menggunakan kaki bagian kanan terlebih dahulu. Kondisi di Kampung Adat Cikondang menjadi sebuah saksi jika sejak zaman dahulu para leluhur terus menjaga kelestarian alam.

"Sampai sekarang bentuk rumah tidak boleh diubah. Harus tetap sama. Boleh diganti, tapi dengan bahan yang sama. Radio, televisi, dan barang elektronik dilarang berada di dalam rumah," katanya.

Rumah berukuran 8x12 meter tersebut masih menyimpan peninggalan dari zaman dulu. Seperti bilik rumah yang berumur sekitar 300 tahun dan kalender hijriah untuk menghitung waktu bulan Ramadan.

Kasi Kepurbakalaan Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional (BPKSNT), Ayie Atikah, mengatakan, ekspedisi yang dilakukan pihaknya bertujuan untuk mendata berbagai cagar budaya. Masyarakat masih banyak yang belum mengetahui cala melestarikan cagar budaya.

"Banyak cagar budaya yang unik seperti di Astana Gede dan kampung adat Cikondang. Ke depan kita  akan melakukan evaluasi untuk menjadikan ilmu pengetahuan dari berbagai peninggalan," ujar Ayie.

Masalah penataan pun harus benar-benar dilakukan sehingga tidak mengubah bentuk situs walaupun ada perubahan tidak terlalu signifikan. Dari perjalanan yang dilakukan, pihaknya pun akan melakukan koordinasi dengan Pemda setempat terkait pelestarian.

Ketua Masyarakat Cagar Budaya Indonesia, Bambang Subarnas, menuturkan ekspedisi yang dilakukan dibagi dua wilayah, yakni wilayah timur untuk mengunjungi berbagai situs dan wilayah selatan untuk mengetahui potensi wisata di kawasan Garut Selatan dan sekitarnya.

"Nanti dari hasil ekspedisi ini para peserta akan membuat sebuah jurnal. Jurnal tersebut berisi resume permasalahan di setiap situs yang dikunjungi. Ke depan dari jurnal tersebut bisa dikembangkan menjadi sebuah program pengembangan situs," ujar Bambang. (Firman Wijaksana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com