Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Jejak Kehidupan di Situs Gunung Padang

Kompas.com - 15/06/2014, 09:20 WIB
RASA penasaran akhirnya membawa kaki menapaki tangga situs arkeologi Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Hujan yang turun-berhenti berulang mengiringi langkah menuju puncak yang cukup terjal. Napas tak pelak menjadi tersengal-sengal.

Kami memilih menaiki undak-undakan bikinan baru yang anak tangganya tak terlalu tinggi. Undakan asli berada di sebelah kiri, diawali sumur dangkal berair sangat jernih. Masyarakat sekitar Gunung Padang meyakini sumur itu dulunya tempat membersihkan diri sebelum naik ke puncak situs.

Situs Gunung Padang menjadi berita setelah Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) yang diketuai arkeolog dari Universitas Indonesia, Ali Akbar, menduga ada kebudayaan tinggi membentuk situs tersebut.

Dugaan tersebut tidak terlalu salah. Kelima teras di situs itu memperlihatkan susunan ribuan batuan berbentuk limas sangat teratur, tidak mungkin terbentuk alam. Apalagi, situs memiliki pelataran bertingkat-tingkat.

Uji karbon di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional menunjukkan, situs berusia 5.500 sebelum Masehi (SM). Sedangkan pengujian di Laboratorium Beta Miami di Amerika Serikat memperlihatkan material hingga kedalaman 10 meter berusia 7.600-7.800 SM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyempatkan mendatangi Situs Gunung Padang bulan Februari lalu.

Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras. Penelitian pada situs ini belum tuntas mengungkap masyarakat apa yang membentuk situs yang oleh para ahli disebut peninggalan kebudayaan megalitik atau batu besar.

Mendekati puncak bukit, mata langsung bersirobok dengan tumpukan bebatuan berbentuk limas yang panjangnya kira-kira 1,5 meter dan bergaris tengah 25-30 cm. Yang juga segera mencuri perhatian adalah teras-teras tempat batuan itu berada. Dalam lembar informasi tentang Situs Gunung Padang tertulis ada lima teras, dimulai dari teras 1 di bagian paling bawah dan berundak hingga yang tertinggi teras 5.

Pada teras 5 terdapat menhir, yaitu batu-batu berdiri tegak, ukurannya sama dengan potongan batu lain. Di teras 2 ada tumpukan batu yang dinamai ”pusat dunia”. Pemandu kami, Cecep, dari Forum Peduli Situs Gunung Padang, mengatakan, ”pusat dunia” di bawah pohon besar itu memancarkan energi lebih tinggi.

Saya pribadi tidak mengalami apa-apa, kecuali rasa nyaman karena bisa memandang ke luasan bentang alam di sekitar yang hijau serta Gunung Gede dan Gunung Pangrango di bawah pohon rindang.

Mitos

Rerumputan hijau adalah alas bagi tumpukan batuan yang tertata maupun yang terserak di teras-teras Gunung Padang. Sedangkan Gunung Gede dan Pangrango adalah pemandangan mencolok.

”Gunung Gede artinya gunung yang agung. Duduk di Gunung Padang akan langsung menghadap ke Gunung Gede,” kata Dadi, juru pelihara Gunung Padang.

Warga sekitar melekatkan berbagai cerita pada Gunung Padang. Cecep memperlihatkan batu yang di satu ujungnya membentuk jejak seperti cengkeraman kuku hewan buas. Menurut Cecep, itu jejak cengkeraman harimau. Di teras 1 ada batu gamelan karena jika dipukul dengan batu juga akan mengeluarkan suara denting.

Dadi menyebut Gunung Padang sebagai keraton dan disebut Negara Surya Padang. ”Pandangan sangat luas karena cahaya yang terang membangun hubungan dengan Gunung Gede-Pangrango,” tutur Dadi.

Bisa diduga jika banyak mitos menyelimuti Gunung Padang. Ribuan batu berbentuk limas hasil proses alam itu tersusun rapi seperti memagari tiap teras dan tertata di setiap pelataran, mengindikasikan susunan itu hasil cipta manusia. Warga setempat percaya puncak tertinggi Gunung Padang adalah tempat semadi Prabu Siliwangi (1482-1521).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com