Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arung Jeram dalam Geliat Alam

Kompas.com - 16/06/2014, 11:10 WIB

Selama pengarungan, jangan malas saat diminta pemandu untuk mendayung. Cobalah nikmati letihnya mendayung sebagai bagian dari pengalaman yang menyenangkan. Nikmatilah pesona pemandangan bantaran sungai yang dipenuhi deretan pohon yang menghijau, tebing sungai, sawah, ladang, sekaligus beragam aktivitas manusia di daratan sepanjang sungai.

Sungai memang menyuguhkan keindahan. Namun, bersiaplah saat perahu mendekati jeram. Saat guncangan sudah dekat, segera selipkan telapak kaki di antara kapsul dan landasan perahu. Ini akan menjaga tubuh tetap seimbang dalam perahu meskipun diguncang dan diempas jeram berarus liar.

Pompalah asa untuk menikmati entakan dan guncangan jeram yang sekaligus melesatkan perahu ke kelokan sungai berarus landai. Berteriaklah untuk melampiaskan pengalaman yang seru itu.

Jika ingin merasakan lebih dari keseruan arung jeram, mintalah kepada pemandu untuk menjadi pengendali dayung oars. Cobalah untuk menjadi mahir mengendalikan perahu. Meski demikian, disadari juga, pelajaran dalam sehari pengarungan amat sulit untuk bisa mencapai tingkat kemahiran itu.

Dengan menjadi pengendali dayung oars, dapat dirasakan betapa sulit dan membingungkan mengendalikan perahu saat berada di tengah jeram. Dengarkan instruksi pemandu. Jangan ragu bertanya.

Di tengah perjalanan, biasanya pemandu akan menghentikan sementara pengarungan untuk istirahat. Operator yang baik menyediakan kudapan.

Dalam pengarungan waktu itu, operator menyuguhkan pisang, ubi, dan kacang rebus yang sarat kalori untuk menjamin stamina tetap oke selama sisa perjalanan.

Situs prasejarah

Tak cuma membuat terpana peserta dengan keelokan alam sungai, pemandu juga memperkenalkan sejumlah situs prasejarah di lintasan arung jeram.

Situs itu antara lain Museum Pasir Angin di tepi Cikaniki. Inilah situs prasejarah zaman Megalitikum yang dari hasil penelitian membuktikan bahwa lokasi itu dipakai pada kurun 1.500 SM-1.000 M.

Pada masa invasi Jepang, situs ini menjadi benteng serdadu sekutu. Ada kisah serdadu Jepang yang menyerbu dari arah Leuwiliang dibantai serdadu sekutu bersenapan mesin dari dalam bungker. Cikaniki pun berwarna merah. Untuk mengenang perang itu, Jepang membangun prasasti peringatan di dekat situs.

Akhir pengarungan adalah muara Cianten yang menyatu dengan Cisadane. Lokasinya di dekat Jembatan Cidokom yang membatasi Cidokom, Rumpin, dan Ciaruteun Ilir, Cibungbulang.

Di tepi Cisadane masih teronggok batu 12 ton yang disebut Prasasti Pasir Muara. Entah mengapa benda dengan tulisan Palawa dan berbahasa Sanskerta itu tidak dipindah, dipelihara, diberi cungkup, atau dilindungi bangunan. Tidak seperti Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Tapak Gajah atau Kebon Kopi 1, penanda keberadaan Purnawarman, raja termasyhur Tarumanagara, yang sudah diberi cungkup. (Madina Nusrat dan Ambrosius Harto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com