Agra jatuh cinta pada selancar air sejak 2006. Kala itu, ia menonton video pengarungan sungai dari Youtube. Agra lalu mencoba membuat papan selancar, membuat helm pelindung dari helm motor, lalu terjun ke Sungai Citarum dengan panduan tontonan Youtube, plus modal nekat.
”Masih zaman rock n’ roll. Tubuh sampai biru-biru kebentur batu. Kaki pegal karena belum pakai fin. Sensasi riverboarding itu seperti meluncur dengan sepeda gunung, tapi tanpa rem,” tambah Agra.
Berbeda dengan Agra, Lasoen tertarik pada selancar sungai akibat ajakan dari teman-temannya. ”Saya suka karena ekstremnya,” kata Lasoen.
Tantangan pula yang membuat Roni dan anaknya, Rifqi, tertarik menjajal selancar sungai. Hanya butuh tiga kali latihan bagi mereka untuk mulai menguasai riverboarding.
Riverboarding pertama kali dikenal di Kanada pada tahun 1956, kemudian menular ke Perancis pada 1977 dan masuk Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Di Indonesia, selancar sungai baru dikenal sekitar tahun 2000, tetapi kini telah menyebar di Aceh, Bali, dan Manado. Pada Mei 2007, pencinta selancar sungai Indonesia bergabung dalam Indonesian Riverboarding Association.
Tak hanya menikmati keindahan sungai lewat selancar, mereka pun turut berjuang demi kelestarian sungai. Bersenang-senang sambil memberi manfaat bagi bumi. (MAWAR KUSUMA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.