Gulai Melung Bu Hadi menyediakan kuah terpisah sehingga pelanggan bisa memilih akan menyantap gulai kering, atau yang nyemek-nyemek alias setengah basah, atau bisa juga yang penuh genangan kuah. Selain daging, ada pilihan balungan atau tulang belulang, jeroan, sumsum, babat, kepala, dan dengkil alias kaki kambing.
Dengkil dan balungan menjadi favorit pelanggan. Jika tengah menikmati dengkil dan balungan, pelahap akan asyik mencungkili daging dari tulang belulang. Sebagai teman gulai adalah nasi atau lontong.
Rasa gulai Melung sangat khas. Mungkin karena dimasak menggunakan tungku berbahan bakar kayu di dapur. Terletak di bagian belakang rumah, dapur itu tampak berjelaga hitam dan tumpukan kayu di antara tungku. Dapur yang eksotis ini sering dijadikan tempat untuk berfoto para pelanggan.
”Pembeli seperti kangenan (bernostalgia) kalau makan di sini,” kata Bu Hadi (60) yang bernama asli Maryati.
Adapun kuah santan yang berasa gurih-gurih manis dan pedas dibumbui dengan kunir, jahe, serai, daun salam, laos, bawang merah, merica, ketumbar, lombok, dan gula jawa. Kuah kental yang menggoda ini bertambah gurih dengan taburan bawang goreng. Jika kurang pedas, disediakan pula sambal.
20 kilogram daging
Setiap hari Bu Hadi memasak delapan panci kuah santan yang menggunakan 200 butir kelapa. Untuk gulai, ia rata-rata menghabiskan 20 kilogram daging dan 50 kilogram dengkil per hari yang dimasak di atas sembilan tungku. Untuk gulai kepala kambing, disarankan dipesan lebih dahulu karena tidak setiap hari tersedia.
Daging gulai yang dimasak selama dua jam itu terasa empuk dan menyerap bumbu. Dengkil berbahan kambing tua dimasak selama tiga jam. Adapun dengkil dari kambing muda diperlukan waktu cukup satu jam. Waktu memasak yang lama juga menghindarkan daging prengus, bau khas kambing.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.