Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawarna, Mutiara yang Terpendam di Banten

Kompas.com - 26/06/2014, 10:31 WIB
DESA Sawarna di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, bak mutiara terpendam. Di antara lahan telantar, teriknya matahari, dan infrastruktur yang tak memadai, di sanalah terletak Sawarna. Tempat banyak wisatawan meninggalkannya dengan rasa penasaran.

Demikian beragamnya pesona di Sawarna hingga banyak wisatawan pulang dengan perasaan belum puas karena tak punya cukup waktu. Pantai Pasir Putih, misalnya, menjadi andalan Sawarna untuk menarik wisatawan. Ombak laut selatan Jawa berdebur-debur kencang di pantai yang cantik.

Beberapa wisatawan memekik dan tertawa-tawa saat gelombang menampar tubuh mereka. Wisatawan lainnya asyik menimbun temannya dengan pasir. Sementara itu, di Goa Lalay, sejumlah wisatawan menyusuri lorong gelap beralaskan sungai kecil. Kadang-kadang terlihat kelelawar yang semakin ramai beterbangan saat sore.

Wisatawan bisa menyusuri goa hingga 400 meter, tentu lebih baik mengenakan celana pendek. Jika tak membawa perlengkapan, tak perlu khawatir. Tersedia penyewaan senter yang dipasang di kepala dan helm dengan tarif masing-masing Rp 5.000. Selain Goa Lalay, terdapat beberapa goa, seperti Langir dan Seribu Candi.

Saat matahari terbenam, wisatawan berduyun-duyun menuju Pantai Tanjung Layar. Batu-batu besar yang menjulang dengan tinggi hingga sekitar 20 meter menambah aksen pada senja yang indah. Di belakang batu-batu itu terdapat karang yang menyerupai benteng penahan gelombang.

Sebaliknya, ketika subuh, giliran Pantai Legon Pari menjadi tujuan mereka yang hendak melihat panorama matahari terbit. Para peselancar tak ketinggalan berbondong-bondong ke Pantai Ciantir. Tipikal ombak laut selatan Jawa yang tinggi bergulung-gulung tak hanya menggoda para peselancar lokal, tetapi juga peselancar mancanegara.

Selain tempat-tempat wisata, ada pula jembatan goyang yang bisa mengundang tawa. Jembatan itu bergoyang-goyang saat dilewati. Alhasil, jembatan itu menjadi wahana keusilan wisatawan menjahili rekannya. Ada tiga jembatan goyang di Sawarna yang masing-masingmenuju Pantai Pasir Putih, Tanjung Layar, dan Legon Pari.

Panjang setiap jembatan sekitar 50 meter. Dengan banyaknya tempat wisata, sulit untuk menggenapkan kunjungan dalam sehari. Sebagian wisatawan kembali ke Sawarna karena tak menduga begitu banyak tempat yang layak dikunjungi. Mereka biasanya hanya satu hari di Sawarna.

”Kalau mau puas, sebaiknya dua hari. Ya, idealnya tiga harilah,” tutur Wawan (30), tukang ojek sambil tersenyum.

Terintegrasi

Sawarna bisa dianggap desa wisata yang terintegrasi. Kelebihan Sawarna, selain kemolekan alam, warganya sudah menjadi masyarakat sadar wisata. Tak ada penjual asongan serabutan menjajakan dagangannya, tukang ojek tak memaksa wisatawan, dan petugas tiket menarik biaya sesuai dengan tarif.

Tukang ojek dengan ramah akan menawarkan jasanya mengantar dan menjelaskan mengenai tempat-tempat wisata yang disinggahi. Paket mengunjungi lima tempat wisata dengan ojek, misalnya, sebesar Rp 175.000 ke Goa Langir, Goa Lalay, Tanjung Layar, Legon Pari, Pantai Pasir Putih, dan Karang Taraje.

Wisatawan diantar melalui gang-gang desa bak labirin, melewati sawah, dan menikmati pemandangan Sungai Cipanas yang jernih. Jalan kaki pun tak dilarang, tetapi wisatawan harus memperhitungkan jarak yang cukup jauh dan sering bertanya. Sawarna berjarak sekitar 240 kilometer dari Jakarta.

Wisatawan diimbau membawa uang yang cukup karena anjungan tunai mandiri terdekat berada di ibu kota Kecamatan Bayah dengan jarak sekitar 15 km dari Sawarna. Pastikan juga tangki bahan bakar minyak kendaraan penuh karena tak ada stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di sekitar Sawarna.

Ketua Paguyuban Homestay dan Pariwisata Sawarna Endan Hudri menjelaskan, kepopuleran Sawarna berawal ketika peselancar asing menemukan desa itu. ”Pada 1995, ada wisatawan asing naik perahu dari Palabuhanratu dan menemukan tempat berselancar di Sawarna,” tuturnya.

Ketika itu, jalan ke Sawarna memang masih sangat buruk. Meski demikian, sang peselancar datang juga demi pantai impiannya. Seiring dengan semakin santernya kabar tentang keindahan Sawarna, datang pula wisatawan-wisatawan lokal. Kunjungan lambat laun berganti. ”Kunjungan wisatawan ke Sawarna naik signifikan sejak dua tahun lalu,” ucapnya.

Saat ini, di Sawarna terdapat 60 penginapan. Setiap penginapan rata-rata memiliki lima kamar. Tarif kamar untuk bermalam umumnya berkisar Rp 200.000-Rp 500.000 per hari, bergantung pada luas kamar dan menggunakan penyejuk ruangan atau tidak. Sawarna menjadi buah bibir wisatawan karena promosi dari mulut ke mulut.

Johan Permana (27), pengelola Homestay Chlara mengatakan, saat Lebaran dan Tahun Baru, terjadi kemacetan parah di jalan Desa Sawarna yang sempit. (Dwi Bayu Radius)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com