Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sigit Pramono, Bank, Fotografi, dan Jazz Gunung

Kompas.com - 26/06/2014, 17:47 WIB
SAYA dianggap bankir aneh. Hobi saya bankir, pekerjaan fotografi, he-he-he,” seloroh Sigit Pramono (55), Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), pekan lalu, seusai perhelatan Jazz Gunung di kawasan sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur.

Matahari menghangatkan dinginnya pagi di Pegunungan Tengger, Jawa Timur, Minggu (22/6/2014). Kami ngopi bersama Sigit di Java Banana Lodge, Cafe & Gallery, di Jalan Raya Bromo, Wonotoro, Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Di galeri itu terpajang foto-foto lanskap karya Sigit. Sebagian besar karyanya merekam keindahan alam di sekitar Pegunungan Tengger.

Hari itu Sigit tampak kurang tidur. Maklum, selama dua malam, pada 20 dan 21 Juni, dia menghelat hajatan musik Jazz Gunung. Acara yang digelar untuk ke-6 kalinya sejak tahun 2009 itu berlangsung di Amfi Teater, arena terbuka di pekarangan Java Banana Lodge yang luas dan hijau.

Jika hajatan itu menampilkan musik jazz, karena Sigit memang penyuka musik, termasuk jazz. Begitulah, jazz, fotografi, dan perbankan menjadi dunia Sigit yang saling mendukung.

”Saya ingin keseimbangan. Fotografi dan musik itu untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan. Supaya perasaan kita lebih peka, lebih tajam,” kata Sigit yang pernah menjadi Direktur Utama Bank BNI dan BII.

Hobi fotografi dan musik dari seorang bankir itu kemudian melahirkan perhelatan musik Jazz Gunung. Alkisah, Sigit sering melakukan pemotretan di kawasan sekitar Gunung Bromo. Sekitar dua tahun dia mondar-mandir Jakarta-Bromo. Waktu itu ia mengeluhkan sarana akomodasi di kawasan tersebut. ”Saya harus bikin sesuatu di sini,” kata Sigit.

Ia lalu mendirikan vila tempat dia, keluarga, dan kawan-kawan beristirahat kala bertualang bersama kameranya di Bromo. Pada 2006 ia mendirikan kafe yang menjual kopi dan pisang goreng. Dari sajian andalan itu, dia menamai kafenya Java Banana.

Kafe itu lalu berkembang menjadi semacam pusat turisme di mana Sigit memajang foto-foto hasil jepretannya tentang keindahan panorama Bromo dan sekitarnya. Kafe pun berubah menjadi galeri. Orang yang datang dan melihat foto-fotonya seperti dirangsang menikmati Bromo. Pada 2008 dia menggagas membuka penginapan. Lahirlah Java Banana Lodge, Cafe & Gallery dengan kapasitas 50 kamar.

Prihatin dengan sepinya kunjungan turis ke Bromo pasca erupsi Gunung Semeru ketika itu, Sigit menggagas perhelatan untuk memancing orang datang ke kawasan wisata sekitar Bromo. Dibantu Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto, dia mengonsep perhelatan musik yang kemudian dinamai Jazz Gunung.

”Rebranding” Bromo

Lewat Jazz Gunung, dia ingin menahan orang lebih lama tinggal di Bromo. Caranya, antara lain, dengan mengonsep ulang citra (rebranding) Bromo yang dia anggap keliru.

”Saya ingin melakukan rebranding tentang Bromo. Selama ini orang jualan Bromo hanya untuk melihat matahari terbit,” kata Sigit.

”Padahal, yang kita lihat sebenarnya bukan matahari terbit, tetapi pantulan sinar matahari ke Gunung Bromo, Gunung Batok, Gunung Widodaren, dan Gunung Semeru. Apa yang kita foto itu pantulannya, bukan matahari terbit.”

Akibat cara jualan yang keliru itu, wisatawan hanya semalam tinggal di Bromo. Orang datang sore, masuk ke penginapan, dan pukul tiga dini hari naik Bromo. Lalu, siangnya mereka check out. Lewat Jazz Gunung yang berlangsung dua hari, dia ingin memanggil orang ke Bromo dan tinggal lebih lama di kawasan sekitarnya.

Sigit menyebut Bromo sebagai bagian dari komoditas wisata 4B. Wilayah wisata itu adalah B1 atau Borobudur yang meliputi Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya. Lalu B2, yaitu Bromo. Kemudian B3, Banyuwangi dengan Gunung Ijen, serta B4, Bali. Menurut Sigit, dari keempat B tersebut, yang paling lama disinggahi pelancong adalah Bali, 7-14 hari. Adapun Bromo cuma kebagian satu hari.

Jazz Gunung menjadi sarana untuk memanggil orang beramai-ramai ke Bromo. Selain menikmati panorama sekitar Bromo, orang diajak selama dua hari menikmati musik. Perhelatan itu dalam semalam dihadiri sekitar 1.700 pengunjung, sesuai kapasitas arena. Itu artinya, ada tetesan ekonomi bagi usaha yang terkait dengan pariwisata di sekitar Bromo.

Dalam hitung-hitungan Sigit, sekitar 1.700 pengunjung membutuhkan setidaknya 850 kamar. ”Kami (Java Banana Lodge) hanya ada 50 kamar, tamu lain tinggal di hotel dan home stay. Semuanya penuh,” kata dia.

”Selain itu, orang juga akan menyewa mobil untuk naik ke Penanjakan I (jalan menuju Bromo), sewa kuda, makan, dan lainnya. Jadi, tetesan ekonomi dari Jazz Gunung panjang. Itu yang kami sasar,” kata Sigit yang didukung Bank BCA dalam menghelat Jazz Gunung 2014.

Rezeki perhelatan sampai ke penyelenggara paket wisata ke sekitar Jawa Timur. Mereka memasukkan Jazz Gunung dan menikmati panorama Bromo sebagai bagian dari paket jualannya.

Pergaulan

Sigit menyukai fotografi sejak remaja. Belajar secara otodidak, hobi fotografi berlanjut hingga dia menjadi direktur bank. Pada peristiwa seperti perhelatan musik Java Jazz di Jakarta, dia mondar-mandir menikmati jazz dan jeprat-jepret dengan kameranya. Bahkan, saat erupsi Gunung Merapi beberapa tahun lalu, bankir itu juga ikut blusukan ke lereng Merapi.

Fotografi dan musik melebarkan pergaulan Sigit. Kawan-kawan dia tak hanya dari kalangan perbankan, tetapi juga seniman, penggemar musik, dan masyarakat di berbagai daerah, termasuk di kawasan Bromo.

Setidaknya, dalam setahun dia 24 kali datang ke Bromo. Oleh karena kedekatannya dengan masyarakat di sekitar Bromo, Sigit pada 2007 diangkat sebagai warga kehormatan masyarakat Tengger.

”Ketika saya memotret, orang-orang tidak melihat posisi saya sebagai direktur bank atau apa. Ada komunitas yang menilai kita sebagai manusia, bukan karena jabatan,” tutur dia.

Fotografi dan musik menjadikan Sigit menikmati hidup. ”Begitu pencet tombol, itu rasanya saya melepas beban....” (FRANS SARTONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com