Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solo Menggenjot Sektor Pariwisata

Kompas.com - 02/07/2014, 18:37 WIB
SADAR tidak punya kekayaan sumber daya alam untuk menopang perekonomian daerah, Kota Solo, Jawa Tengah, menggeber sektor pariwisata. Solo kini terus mekar menggoda pelancong.

Tengoklah Solo pada akhir pekan. Jalan-jalan utama padat kendaraan bermotor dari luar kota, sentra belanja batik dan suvenir sungguh ramai disasar turis. ”Solo ini macetnya hari Sabtu dan Minggu, kebanyakan kendaraan berpelat luar kota, karena Solo menjadi kota tujuan pariwisata,” tutur Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy), saat membuka Solo Blues Festival, beberapa saat lalu.

Jejak sejarah yang terentang panjang dari masa Kasultanan Pajang dan Kasunanan Surakarta menjadikan Solo dilimpahi warisan budaya benda dan tak bendawi, sehingga memiliki daya tarik wisata yang kuat. Namun, tidak cuma mengandalkan Keraton Surakarta sebagai daya tarik, Pemerintah Kota Solo menata kota dan merevitalisasi potensi wisata, berbagai terobosan kreatif diwujudkan.

Laweyan sebagai pusat batik ditata dan dicanangkan sebagai Kampung Batik Laweyan. Kampung ini menjadi sentra wisata belanja batik, suvenir, sekaligus wisata heritage. Ndalem atau rumah kuno milik saudagar batik di masa keemasannya, tahun 1900-an, dibuka lebar untuk turis. Wisatawan bisa menelusuri jejak sejarah Laweyan pada era kejayaan industri batik Solo. Paket wisata membatik juga ditawarkan kepada pelancong.

Pemkot Solo juga merevitalisasi Taman Balekambang. Taman yang dibangun Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VII tahun 1921 ini difungsikan kembali sebagai hutan kota, taman terbuka untuk publik dan wisatawan, sekaligus kawasan seni dan budaya. Di taman ini, kera dibiarkan hidup bebas.

Masa lalu, masa depan

Solo menghidupkan tur eksotis kereta uap atau sepur Kluthuk Jaladara sejak 2009. Kereta ini ditarik lokomotif bertenaga uap buatan Jerman tahun 1896, yang melintasi pusat kota. Tahun 2011, diluncurkanlah bus tingkat wisata Werkudoro. Museum Radya Pustaka kini direvitalisasi sehingga tampak lebih segar.

”Pengembangan pariwisata berkonsep Solo masa lalu adalah Solo masa depan. Maksudnya, Solo yang kaya potensi budaya, seperti tarian, gamelan, dan lainnya itu harus dilestarikan. Itu dikemas dengan inovasi baru menjadi daya tarik wisata,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Eny Tyasni Susana.

Kuliner Solo yang menggoda selera tak luput digarap. Wisata kuliner menjadi magnet penarik pelancong. Bila Yogyakarta mempunyai lesehan Malioboro, maka Pemkot Solo tahun 2008 mewujudkan Gladag Langen Bogan atau dikenal Galabo. Di Galabo, wisatawan dapat menemukan aneka kuliner lezat khas Solo, seperti tengkleng, sego liwet, hingga gudeg ceker dalam satu area.

Galabo berada di Jalan Mayor Sunarno atau di depan Pusat Grosir Solo kawasan Gladag. Pada malam hari jalan ini ditutup agar penikmat kuliner tak terganggu deru lalu lintas. ”Galabo konsepnya one stop kuliner untuk wisatawan,” ujar Eny.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Becak di depan Keraton Surakarta
Beragam kegiatan seni dan budaya digelar rutin setiap tahun, seperti Solo Batik Carnival, Festival Jenang, Solo Menari 24 Jam, Festival Film Solo, Mangkunegaran Performing Art, Solo International Performing Arts, Solo City Jazz, Keraton Art Festival, Solo Film Festival, Konser Gamelan Akbar, dan lainnya. Melalui gelaran tahunan ini, pariwisata Solo kian semarak.

Upaya menggenjot potensi wisata menunjukkan hasil positif. Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara dan Nusantara tumbuh. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, jumlah wisatawan yang menginap di hotel berbintang dan nonbintang tumbuh tak kurang dari 38 persen tahun 2013 dibandingkan tahun 2010.

Tahun 2010, total wisatawan sebanyak 942.541, tahun 2011 melonjak menjadi 1.300.832 orang, tahun 2012 tercatat 1.305.820, dan tahun 2013 jumlah wisatawan Nusantara dan mancanegara menjadi 1.480.135. Wisatawan domestik masih mendominasi. Pada 2013, misalnya, jumlah wisatawan domestik 1.468.625 orang.

”Jumlah wisatawan sebenarnya bisa lebih tinggi, karena yang tercatat itu hanya yang menginap di hotel. Wisatawan yang tak menginap tidak bisa tercatat,” kata Eny.

Seiring pertambahan kunjungan wisatawan, hotel berbintang dan nonbintang baru bermunculan. Jumlah kamar hotel berbintang bahkan tumbuh hingga 190 persen tahun 2013, dibandingkan tahun 2010.

Tahun 2010, jumlah hotel berbintang sebanyak 19 buah dengan jumlah kamar 1.086 unit. Pada 2013 hotel berbintang melonjak menjadi 34 dengan jumlah kamar 3.150 unit. Adapun hotel nonbintang pada 2010 sebanyak 117 buah dengan jumlah kamar 2.302 unit, sedangkan tahun 2013 jumlah hotel 124 buah dengan jumlah kamar 1.860.

Dari sektor pariwisata, pendapatan pajak hotel dan restoran terkerek. Pada 2010, penerimaan pajak hotel dan restoran tercatat Rp 16,6 miliar, pada 2011 melonjak menjadi Rp 27,7 miliar, tahun 2012 menjadi Rp 34,1 miliar, dan pada 2013 naik menjadi Rp 38,2 miliar. ”Sektor pariwisata dan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, Exhibitions) ini menjadi andalan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi Solo karena ini membawa efek berganda yang nyata kepada masyarakat,” tutur Eny.

Promosi batik

Bagi wisatawan, berburu batik masih menjadi favorit, selain mengunjungi obyek wisata sejarah. Ini terlihat dari hasil survei Pemkot Solo, Badan Promosi Pariwisata Indonesia Surakarta, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Solo. Batik menempati daftar tertinggi belanjaan turis. Dari survei diketahui sebagian besar responden menghabiskan sekitar Rp 2 juta untuk belanja.

Rudy yang meneruskan kiprah wali kota yang digantikannya, Joko Widodo (Jokowi), getol berpromosi. Setiap membuka pertemuan atau konvensi nasional maupun internasional di Solo, ia selalu mengajak peserta berbelanja batik dan menikmati sajian kuliner. ”Kalau pulang jangan membawa uang, tetapi membawa batik. Batik Solo harganya murah dibandingkan di Jakarta dengan kualitas yang baik. Jangan lupa juga menikmati kuliner. Ke Solo kalau belum makan tengkleng rasanya belum lengkap,” ujar dia.

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA Para penari menari dalam drama tari kolosal Bima Sakti yang merupakan rangkaian gelaran Solo 24 Jam Menari 2014, sebagai peringatan Hari Tari Dunia, di Solo, Jawa Tengah, Selasa (29/4/2014). Setidaknya 4.600 penari dari Solo dan daerah lain serta dari luar negeri memeriahkan acara tahunan Solo 24 Jam Menari pada 29-30 April.
Langkah pengembangan pariwisata tidak selalu mulus. Galabo misalnya, belum dapat menandingi populernya lesehan Malioboro. Fasilitas umum di Laweyan kini sudah banyak yang rusak, seperti tempat sampah. Kemacetan harus segera diantisipasi.

Penasihat Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (DPC Asita) Solo Raya, Suharto, menilai pariwisata Solo kian berkembang, yang didukung lonjakan investasi swasta di bidang perhotelan dan restoran. Namun, Pemkot Solo perlu menata ulang daya tarik wisata yang dimiliki. Misalnya, obyek wisaya ikonik Keraton Surakarta harus dipercantik fisiknya. Benteng Vastenburg yang bersejarah belum digarap dan dibiarkan kusam.

”Kalau Keraton tidak dibenahi ini akan menjadi daya tarik wisata, tetapi tidak menarik. Fisik Keraton harus dirawat dan dipercantik sehingga pengunjung tidak kecewa,” katanya.

Menurut Suharto, pengembangan wisata Solo juga jangan hanya melulu bertumpu pada budaya. Lahirnya kreasi-kreasi baru harus dipacu untuk memperkuat daya tarik. ”Wisata belanja jangan hanya mengandalkan batik, kembangkanlah tekstil nonbatik, seperti kaus khas Solo untuk oleh-oleh,” ujarnya. (Erwin Edhi Prasetyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com