Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawahlunto Bangkit dengan Tambang Tua

Kompas.com - 06/07/2014, 07:16 WIB
DARI kota bekas tambang batubara yang mati pada akhir abad ke-20, Kota Sawahlunto di Sumatera Barat kini menggeliat menjadi kota wisata.

Proses melepas identitas kota tambang yang berada sekitar 90 kilometer dari Padang, ibu kota Sumbar, menjadi kota wisata tambang tidak mudah bagi warga Sawahlunto. Mereka bahkan berpikir hal itu mustahil.

Rasa pesimistis tersebut disebabkan Sawahlunto yang sejak tahun 1888 berjaya lewat tambang, dibuat tak berdaya oleh tambang. Batubara yang sekian lama menopang kehidupan masyarakat, habis produksinya pada tahun 1998. Kota praktis lumpuh.

Angka kemiskinan melonjak hingga 20 persen dan pertumbuhan ekonomi -6,7 persen. Ikutannya, kriminalitas naik, ketertiban umum terganggu, lingkungan dan sarana umum rusak, dan kehidupan sosial terganggu. Sepanjang tahun 2002-2005 sekitar 8.000 orang meninggalkan kota.

”Ketika warga diajak berdiskusi, tidak sedikit yang berujar, keinginan menghidupkan kembali kota melalui wisata tambang hanya pekerjaan sia-sia,” ungkap Wali Kota Sawahlunto Amran Nur periode tahun 2003-2008 dan 2008– 2013 saat ditemui di kota itu.

Meski begitu, pemerintah kota dan pemangku kepentingan lain tidak patah semangat mewujudkan mimpi besar menjadikan Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang Berbudaya.

Amran beserta para kepala dinas dan petugas di bawahnya mendata orang miskin, lengkap dengan alamat mereka. Satu per satu mereka diajak berdiskusi, mengajak untuk menjadikan kota mereka sebagai kota wisata. Setiap bulan ada pertemuan dengan warga untuk mendengar keinginan mereka. Mereka yang berhasil beralih bekerja di sektor wisata diundang untuk berbagi pengalaman.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Patung orang rantai terpasang di kompleks Museum Tambang Lobang Mbah Soero yang merupakan tambang pertama Belanda di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Tahap berikut, pemerintah mendirikan pusat pengembangan bisnis pada 2010 dan menyediakan bantuan, terutama pendanaan tanpa bunga. Pemerintah juga membagi gratis bibit cokelat dan karet.

Perlahan-lahan warga yang semula bergantung pada industri tambang batubara beralih menekuni kegiatan yang berhubungan dengan wisata.

Pusat kota dibenahi menjadi kawasan wisata utama. Kekayaan fisik, seperti bangunan dan fasilitas sisa pertambangan, dikemas menjadi tujuan wisata. Terwujudlah Museum Goedang Ransoem, Museum Kereta Api, dan Museum Mbah Suro. Sementara aset nonfisik, yaitu tradisi, menjadi bagian tak terpisahkan. Selain itu, tujuan wisata penunjang juga dibangun, seperti wisata air, pusat kuliner, perkampungan tenun, dan tempat wisata Kandi dengan aneka wahana rekreasi.

Upaya itu membuahkan hasil. Kunjungan wisatawan meningkat dari hanya 14.425 orang tahun 2004 menjadi 750.385 orang pada 2012. Jumlah orang miskin juga turun dari 20 persen menjadi 2,4 persen. Hasil nyata itu membuat warga mau terlibat membangun kota.

”Kami belajar, untuk terus tumbuh adalah bersama menjaga apa yang dimiliki dan merencanakan apa yang bisa dikembangkan ke depan,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sawahlunto Medi Iswandi.

Industri kreatif

Berkembangnya pariwisata menumbuhkan industri kreatif di masyarakat, seperti kerajinan, kuliner, dan jasa.

Beruntung Sawahlunto memiliki Silungkang, kawasan yang sudah sejak awal abad lalu dikenal secara nasional karena kehalusan tenun songketnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com