Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 06/07/2014, 17:21 WIB
EditorI Made Asdhiana
DUA anak muda berkolaborasi demi mewujudkan obsesi mereka menyumbangkan sesuatu untuk kampung halaman. Mereka adalah Lalu Mauziarman Rafsanjani (24) dan M Khairul Akbar (24). Dengan proses kreatif, mereka merekam identitas lokal, seperti obyek wisata, kuliner, dan kosakata etnis Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, lewat produksi kaus.

Bagi Amang, panggilan untuk Lalu Mauziarman Rafsanjani (24), Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Lombok, kaya potensi sumber daya alam. ”Kita tinggal menunggu ’orang gila’ dan kreatif untuk mengolahnya agar memberikan manfaat bagi orang banyak,” ujar Amang, mantan asisten dosen jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.

Oleh karena itulah selulus kuliah dan kembali ke Lombok, dia merasa harus membawa ”sesuatu” yang bisa dibanggakan. Namun, untuk mewujudkan keinginannya itu diperlukan modal usaha, semangat, kerja keras, dan ”berkaca” pada merek produk terkenal.

”Kita juga memerlukan konsep awal yang terencana, produk yang punya karakter sebagai kekuatan utama, serta pangsa pasar yang dibidik. Kami memilih pasar kaum remaja dan mahasiswa,” kata Ayong, panggilan M Khairul Akbar, menambahkan.

Bersama enam rekan asal Lombok yang menekuni berbagai disiplin ilmu di Malang, Amang merintis bisnis urban fashion, seperti kaus, kemeja, dan topi pada November 2008. Mereka berbagi tugas sekaligus urunan modal usaha yang disisihkan dari kiriman orangtua.

Dengan modal awal yang terkumpul Rp 600.000, mereka lalu membuat kaus dengan desain khas kuliner Lombok, Bulayak The Sate dan Cidomo. Bulayak adalah penganan khas Lombok berbahan baku beras dan dibungkus daun kelapa, sedangkan cidomo merupakan kereta khas Lombok yang ditarik seekor kuda.

Dua produk desain kaus tersebut masing-masing dibuat selusin dan dijual dengan harga Rp 60.000 per potong. Penjualannya melalui online, selain langsung kepada teman-teman asal Lombok yang berkuliah di Malang. Dalam waktu singkat, produk mereka terjual habis.

Mereka pun semakin percaya diri. Desain yang lain pun dibuat, seperti kaus bertuliskan Lombok Solah Gati (Lombok indah sekali), Pelecing Island (pelecing adalah masakan berbahan kangkung dan berbumbu pedas), dan Godek (monyet).

Setiap desain itu diproduksi selusin dan kembali terjual habis dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Hasil penjualan kaus-kaus itu kemudian mereka gunakan untuk biaya produksi ulang desain-desain yang diminati konsumen.

Fotografi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+