Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sultan Menyapa Rakyat

Kompas.com - 07/07/2014, 09:27 WIB
RIBUAN warga tumpah ruah di halaman Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Kalimantan Timur, akhir Juni. Sultan dan keluarga keraton turut berbaur ke lapangan. Mereka merayakan kesetaraan dalam upacara adat Erau.

Matahari yang lebih dekat serasa menyengat kulit. Sekitar 6.000 warga bertahan di halaman keraton dan meluber hingga ke tepi Sungai Mahakam. Mereka menunggu acara Berlimbur, yakni pengarakan boneka naga sepanjang 15 meter ke Kutai Lama. Mereka juga menanti-nanti ritual siram- siraman.

Setelah Sultan Aji Muhammad Salehuddin II (89) menyiramkan air tuli atau suci ke arah rakyat, warga serentak saling menyiram. Bahkan, Sultan dan kerabat keraton pun turut berbasah-basahan. Namun, Sultan hanya sesaat ikut bersiram-siraman. Ia lantas kembali ke keraton karena sudah terlalu sepuh untuk ikut larut dalam kegaduhan bersama warganya.

Warga sudah menyiapkan air dalam botol kemasan atau plastik. Mereka berkejaran dan menyiram. Suasana makin riuh karena keraton dibantu mobil pemadam dan meriam air (water cannon) menyemprot warga. Mereka seolah mandi hujan di tengah terik matahari.

Tak hanya di halaman, seisi Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, larut dalam siram-siraman. Di jalan-jalan, warga bersiaga dengan air di ember atau plastik. Setiap pelintas harus siap-siap diguyur. Uniknya, tak ada yang marah atau tersinggung jika disiram. Mereka malah saling melempar senyum. Di bawah guyuran air, mereka dipersatukan.

Siram-siraman bermakna sebagai upaya saling menyucikan diri dari pengaruh-pengaruh jahat dan penyakit hati. Berlimbur juga menjadi wadah bagi muda-mudi untuk menemukan jodoh.

”Ada satu-dua, tetapi jarang sekali terjadi,” kata sejarawan Kutai, Rusdiansyah.

Mementingkan rakyat

Erau digelar sejak Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-13 di bawah pimpinan Sultan Aji Batara Agung Dewa Sakti yang dipercaya sebagai keturunan dewa. Erau bermakna bahwa sultan yang keturunan dewa itu sudah membumi dan berbaur dengan manusia. Erau juga dimaknai sebagai perayaan bagi seluruh rakyat Kutai. Erau atau eroh dalam bahasa lokal Kutai bermakna ramai atau semarak.

Dalam buku Kutai: Obyek Perkembangan Kesenian Tradisional di Kalimantan Timur, Zailani Idris menyebut Erau digelar 2 sampai 40 hari. Diawali dengan ritual pendirian Tiang Ayu atau Sangkoh Piatu, yakni senjata Sultan Aji Batara Agung Dewa Sakti, berupa tombak. Ini melambangkan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Saat itulah Sultan dan semua warga berharap selalu hidup makmur, bahagia, rukun, dan damai di bawah lindungan Tuhan.

Ritual dilanjutkan dengan acara Bepelas yang diisi doa dan tarian di setiap malam. Saat Bepelas, Sultan menari, kemudian menarik kain juwita di tangan kanan dan kain cinde di tangan kiri. Kain juwita berupa tali yang terdiri atas tujuh lapis benang emas. Ini menyimbolkan kemajemukan rakyat. Adapun cinde berupa sehelai kain kuning sebagai simbol kerabat sultan.

”Ritual tersebut berarti bahwa Sultan sebagai pemimpin harus mampu merangkul semua lapisan masyarakat tanpa melihat suku, agama, ataupun ras. Pada saat yang sama, keluarga Sultan harus diayomi,” kata Haryanto Bachrul, Menteri Sekretaris Keraton.

Falsafah ini menjadi pedoman Sultan dalam memimpin. Ia menjadi rujukan dalam setiap permasalahan yang ada di masyarakat. Pada saat Erau, warga bebas masuk keluar keraton meski untuk sekadar memfoto kursi singgasana Sultan atau ikut makan malam.

Dalam tradisi lama, Erau juga menjadi momen bagi bawahan di pelosok-pelosok hutan untuk datang dan meminta bahan makanan kepada Sultan. Pada saat yang sama, warga dari pedalaman membawa hasil bumi untuk ditukarkan atau diperjualbelikan kepada warga lain di pelataran keraton. Tradisi Erau selain meriah juga menjadi momen distribusi kesejahteraan.

Selama beberapa tahun terakhir, barter itu sudah tidak ada. Namun, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menggelar International Folk Art Festival dengan mengundang delegasi dari 11 negara. Mereka antara lain Banglades, Singapura, Korea, dan Filipina.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com