Menempuh perjalanan sekitar 3,5 jam atau 183 kilometer dari Palangkaraya, ibu kota Kalteng, menuju Kuala Kurun, ibu kota Gunung Mas, lahan belukar dan beberapa hutan hijau masih menghiasi perjalanan.
Sesampainya di pelataran area parkir yang lapang, gemercik air mulai terdengar. Tempat parkir itu berada tepat di bagian atas ceruk tempat air Sungai Raung itu terjun. Oleh karena berupa batuan yang cadas dan luas, area itu relatif panas. Sinar matahari langsung menerpa kulit.
Namun, setelah menuju anak tangga untuk menuruni tebing batuan, kesejukan mulai terasa. Aneka pepohonan berdiri kokoh di lereng-lereng bebatuan. Akarnya kuat mencengkeram tanah. Daunnya bergesekan tertiup angin yang semilir, mengantarkan gemercik air yang tak lelah berhenti mengalir dari tebing dengan ketinggian sekitar 12 meter.
Di batang pohon itu terdapat papan identitas yang terbuat dari seng bercat hijau. Ada pohon gerunggang (Cratoxylon arborescens), cengal (Hopea sangkal), meranti (Shorea mecistopteryx), benuas (Shorea laevis), bangkirai (Shorea laevifolia), dan lain-lain. Pepohonan itu dikelola Dinas Kehutanan Kabupaten Gunung Mas dan berada di kawasan lindung dengan luas 100 hektar.
Turunan curam dengan kemiringan mencapai 45 derajat dapat dilalui dengan 74 anak tangga. Meski membuat keringat menitik, mata pengunjung dimanjakan oleh rindangnya pepohonan dan genangan air di bawah air terjun air yang siap menyambut.
Fitliadi (28), putra sulung Limson Sudin (50), yang secara turun-temurun menjaga dan membersihkan lingkungan di sekitar air terjun itu, mengatakan, pengelolaan tempat wisata itu dipegang pihak swasta yang bekerja sama dengan pemerintah. Namun, beberapa bulan ini kontraknya habis dan dirinya secara mandiri menjaga serta membersihkan tempat wisata itu.
”Tarif masuk ke obyek wisata ini Rp 2.500 per orang. Dari pendapatan itulah kami membersihkan tempat ini dan juga menghidupi keluarga,” kata Fitliadi, pekan lalu.
Fitliadi ditemani Kritina (23), istrinya, dalam menjaga obyek wisata itu. Sang istri menjual makanan ringan dan minuman mineral, serta menyewakan pelampung berupa ban bekas bagi pengunjung yang ingin menikmati kolam seluas 20 meter x 15 meter di bawah deburan air terjun itu. Ban ukuran kecil dapat disewa dengan harga Rp 3.000, ukuran sedang Rp 5.000, dan ukuran besar Rp 7.000. Mereka membuka obyek wisata itu sejak pukul 07.00 hingga 18.00 setiap hari.
”Pengunjung ramai saat akhir pekan. Lebih dari 50 orang yang datang. Pada hari biasa paling banyak 20 orang,” kata Kritina sambil menemani Yansen (6), anaknya, bermain.
Dipercaya menyembuhkan
Warga setempat memercayai aliran Sungai Raung dan air terjun Batu Mahasur yang abadi dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bagi kaum ibu yang baru melahirkan, kata Fitliadi, air terjun Batu Mahasur bisa mempercepat penyembuhan luka dalam akibat melahirkan itu.
Selain itu, air yang menetes dari sela bebatuan serta akar tanaman di kiri dan kanan air terjun juga dipercaya bisa menjadikan kulit wajah menjadi awet muda jika dipakai untuk cuci muka. ”Setiap kali datang ke sini, saya selalu membasuh wajah dengan tetesan air dari akar di sekitar air terjun,” kata Tita (55), pengunjung dari Palangkaraya yang juga pernah berkunjung ke tempat itu tahun 2008.
Pengunjung lain pun mengagumi keasrian dan keindahan air terjun yang dikelilingi bebatuan kokoh itu. ”Tempatnya sejuk dan segar. Pemandangannya juga lumayan untuk dijadikan lokasi pemotretan prewedding,” kata Ika, pengunjung.
Mulyadi, Eka, dan Adinata, pengunjung dari Palangkaraya, menyampaikan hal serupa. Mereka baru pertama kali datang ke air terjun itu meski beberapa kali berkunjung ke Kuala Kurun. ”Ternyata ada tempat bagus di Gunung Mas,” ucap Adinata.
Dinilai keramat
Di sepanjang aliran Sungai Raung yang bermuara ke Sungai Kahayan itu, dulu terdapat sandung, yaitu rumah leluhur dari suku Dayak. Dalam sandung itu ditempatkan kerangka dari jenazah leluhur yang sebelumnya telah dikubur dan kerangkanya diangkat melalui upacara adat, tiwah. Oleh karena itu, lokasi air terjun Batu Mahasur juga dikenal sebagai tempat keramat. Setiap pengunjung harus bersikap dan berlaku sopan. ”Di sini pengunjung tidak boleh berbuat negatif dan berpikir negatif,” kata Tita.
Selain menjadi tempat wisata bagi warga Gunung Mas dan sekitarnya, air terjun Batu Mahasur juga menjadi tempat bermain bagi anak-anak yang tinggal di sekitarnya. Anak-anak itu hampir setiap sore datang ke air terjun tersebut untuk melompat dari ketinggian sekitar 12 meter dengan menggunakan tangga yang tersedia untuk menjangkau sisi atas air terjun.
Meski memiliki keindahan yang menyejukkan, fasilitas pendukung bagi wisatawan masih minim. Misalnya, akses jalan menuju lokasi wisata itu, sepanjang 500 meter, dari tepi jalan raya hanya berupa tanah dan batu. Kondisi itu menyulitkan pengemudi untuk melewatinya karena tanah berbatu itu berlubang akibat tergerus air hujan. Selain itu, beberapa gazebo yang dibangun tahun 2004 oleh pemerintah daerah kini rusak di bagian atap. Kayunya pun mulai lapuk. Toilet juga terbatas.
”Di sini juga belum terjangkau listrik sehingga saat malam tempat ini sangat gelap,” ujar Fitliadi.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Gunung Mas, Yokdie, mengatakan, proses pengelolaan Air Terjun Batu Mahasur oleh swasta masih pada urusan administrasi. Dinas Pekerjaan Umum pun diminta memperbaiki jalan menuju obyek wisata itu. (DKA)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.