Jalur peninggalan Kolonial Belanda ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendels pada abad 1808. Dan di masa sekarang, pada hari-hari biasa jalur ini dipadati 20 hingga 30 ribu kendaraan. Puncaknya mencapai 70 ribu kendaraan beragam ukuran, baik yang membawa penumpang ataupun barang menjelang hari raya Idul Fitri.
Awal dibuka, perjalanan Merak-Banyuwangi bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. Saat ini, ambillah rute Jakarta-Surabaya, cukup dengan waktu tempuh 8-12 jam saja, itu kalau non-stop berkendara.
Bayangkan, jika jalur tersebut terputus karena rusaknya infrastruktur akibat misalnya, banjir, tanah longsor, dan sebagainya. Pengiriman bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok seperti beras, gula minyak, bisa terhambat. Perputaran uang terhenti. Stok menipis, harga menjadi melonjak tinggi. Itulah mengapa, Pantura, menjadi kunci bagi roda perekonomian lima provinsi yang dilaluinya, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Ramainya lalu lintas kendaraan, barang dan manusia, berimbas juga bagi laju perekonomian di daerah-daerah sekitar. Dayu Hatmanti, bersama tim Explore Indonesia menyusuri Jalur Pantura di beberapa titik. Cirebon, Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Berbagai hal ditemui Dayu di wilayah tersebut.
Cirebon
Seperti di Cirebon, misalnya. Di kota yang mulai maju sektor pariwisatanya ini, mulai membenahi sarana-sarana penunjang sektor tersebut. Seperti tempat penginapan, dan kemudahan jalur transportasi agar para pelancong terpenuhi kebutuhan dan keinginannnya selama berada di kota udang tersebut.
Tarling, bukan hanya lantunan nada semata, namun punya bagian penting bagi keseharian masyarakat Cirebon di masa tersebut. “Karena Selain irama khas, tarling juga diperkuat dengan lirik-lirik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari,” kata Kang Ato. Dan memang bagi masyarakat pesisir utara, alunan nada gitar dan suling seolah menyimpan sihir, beratnya beban hidup seakan hilang setelah mendengarkan tarling.
Brebes
Bergeser ke Brebes, Anda akan menemukan berderet-deret toko penjual telur asin. Memiliki cita rasa tersendiri, telur asin Brebes, menjadi penggerak perekonomian warga di kota tersebut.
Telur-telur asin tersebut dipasok oleh peternak itik yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Brebes. Ada sekitar seribu lebih peternak bebek di kota ini. Kebanyakan dari mereka, tergabung ke dalam kelompok tani. Salah satunya adalah Kelompok Tani Ternak Itik Adem Ayem.
Budidaya bebek sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Semula, kegiatan ini dilakukan sebagai pekerjaan sambilan para petani di tengah kesibukan bercocok tanam. Namun, pada era 90-an, beternak bebek lambat laun menjadi kegiatan ekonomi utama ketimbang bertani. Dengan modal relatif kecil serta perawatan mudah. Dari 500–600 ekor bebek, keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp 150.000 per hari.
Tegal
Kota Tegal bertetangga langsung dengan Kabupaten Brebes. Jarak dari Brebes ke Tegal sekitar 60 kilometer saja, dengan waktu tempuh sekitar satu jam dengan kendaraan roda empat.
Secara geografis, Tegal menjadi sangat strategis sebagai kota transit.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.