Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Tradisi Lintas Generasi

Kompas.com - 24/07/2014, 10:48 WIB

Makanan khas ini muncul saat Sunan Dalem sakit yang cukup lama. Setelah dicarikan obat ke mana-mana belum juga sembuh. Dirinya malah mendapat petunjuk dari Allah lewat mimpi agar warga membuat masakan untuk obat dirinya.

Keesokan harinya warga membawa seekor ayam jago lancur yang masih berumur sekitar setahun ke masjid. Ayam jago yang dibawa penduduk disembelih dan dimasak dengan santan kelapa, jinten, gula merah, dan bawang daun.

Setelah masakan selesai, Sunan Dalem meminta penduduk membawa ketan yang sudah dimasak. Makanan itu disantap bersama-sama saat berbuka puasa, tepat malam 23 Ramadhan. Sunan Dalem pun sembuh.

Akhirnya tradisi itu diteruskan dan diberi nama sanggringan. Sanggring dari kata sang artinya ’raja’ atau ’panggedhe’ dan gring artinya ’sakit’. Sanggring artinya ’raja yang sakit’. Tradisi itu diteruskan hingga saat ini.

Dalam riwayat lain, menurut, Didik Wahyudi, penulis sejarah Berdirinya Masjid Sunan Dalem, Tradisi Kolak Ayam Desa Gumeno, proses memasak kolak ayam pertama terjadi pada 22 Ramadhan 946 Hijriah bertepatan dengan 31 Januari 1540 Masehi. Sunan Dalem berwasiat agar tiap tahun setiap malam 23 Ramadhan diadakan sanggring atau kolak ayam.

Saat itu penduduk Desa Gumeno bergotong royong membuat kolam di timur masjid. Kolam itu masih ada hingga saat ini. Sunan Dalem meminta warga membuat kolak ayam sebagai jamu untuk memulihkan tenaga penduduk yang bekerja keras membuat kolam. Warga yang terlibat banyak sehingga agar mencukupi dan bisa dinikmati secara merata, maka daging ayam disuwir-suwir.

Nama kolak ayam berasal dari kata kholakul ayyam artinya ’mencari berhari-hari’. Sunan Dalem mencari nama yang pas untuk makanan yang dijadikan jamu itu sampai berhari-hari dan belum menemukan nama yang pas. Akhirnya lama-kelamaan diberilah nama kolak ayam.

Tradisi itu pun masih berlangsung hingga kini. Tradisi tidak saja berurat akar pada sisi sejarahnya, tetapi juga menjadi perekat antarwarga.

Berawal dari kolak ayam mereka bisa berkumpul bersama-sama, merajut indahnya kebersamaan pada saat berbuka. Bahkan tahun ini kebersamaan itu semakin lengkap. Sembari menunggu waktu berbuka, mereka yang datang bisa menikmati musik gambus dan mendengarkan tausiah dan siraman rohani dari ulama. (ADI SUCIPTO KISSWARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com