Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Tradisi Lintas Generasi

Kompas.com - 24/07/2014, 10:48 WIB
AROMA gula merah, jinten, dan santan kelapa yang direbus dalam delapan kuali terasa menyengat. Begitu pula bawang daun yang telah direbus dan ditiriskan serta ayam yang telah disuwir-suwir di serambi Masjid Jami’ Sunan Dalem Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Pada Minggu (20/7/2014), warga setempat menyiapkan tradisi yang sudah berlangsung 489 tahun, sejak tahun 946 Hijriah. Tradisi sanggringan dilakukan di masjid dengan menyantap kolak ayam. Kolak ayam disantap bersama ketan rebus dan kurma.

Kesibukan warga mulai terjadi sejak hari ke-21 Ramadhan. Mereka menyembelih ayam yang disiapkan untuk sanggringan. Tahun ini, jumlah ayam yang disembelih sekitar 230. Setiap satu ekor ayam akan disediakan 2 kilogram bawang daun, 2 kilogram gula merah, dan 1 ons jinten.

Bahan-bahan itu dimasak pada 22 Ramadhan sejak pagi. Juru masaknya semua laki-laki dan itu pun adalah orang-orang yang terpilih, tidak asal laki-laki. Regenerasi juru masak dilakukan setiap tahun dan hanya ditambah satu generasi baru tukang masak kolak ayam.

Pria lainnya, termasuk yang remaja, biasanya hanya membantu menakar, menimbang, dan menyuwuri daging ayam serta menata bahan-bahan yang siap di atas piring-piring yang akan dibagikan untuk warga sekitar, terutama yang menyumbangkan dana. Sebagian lagi memasukkan bahan kolak ayam ke plastik-plastik yang disiapkan untuk para tamu yang ingin berbuka kolak ayam.

Menurut juru masak kolak ayam, Mad Sokhan (61), dirinya terlibat menjadi juru masak sejak tahun 1966 bersama Fadelan (66). Jika dulu memasak kolak ayam dilakukan di kuali tembaga, saat ini dilakukan di atas jedi (wajan besar).

Sokhan dan Fadelan adalah juru masak kolak ayam terlama. Juru masak itu dipilih tidak sembarangan. ”Kalaupun ada orang membuat resep yang sama dengan takaran yang sama, rasanya tentu akan beda. Bahkan banyak yang meyakini menyantap kolak ayam saat buka di Masjid Jami’ Sunan Dalem Desa Gumeno dengan disantap di rumah rasanya akan beda. Kalau tidak percaya, silakan dibuktikan,” kata Sokhan.

Fadelan menambahkan, sejak dua tahun terakhir, selalu dipilih satu generasi baru untuk juru masak kolak ayam. Di antara generasi baru itu ada Agus Firmansyah (30) dan Sukri (29). Agus baru dua kali ini terlibat memasak kolak ayam sejak tahun lalu, sedangkan Sukri baru terlibat tahun ini.

Pergantian dan dipilihnya juru masak baru setiap tahun satu orang dinilai penting agar tradisi yang berlangsung ratusan tahun itu tetap bisa dipertahankan. Bahkan tradisi unik itu akan dicatatkan sebagai warisan budaya yang khas di Gresik dan tidak ada di kota lain. ”Saya senang bisa terlibat langsung memasaknya. Kalau dulu hanya membantu menyuwiri daging ayam yang telah dimasak,” tutur Agus.

Merajut kebersamaan

Pada tradisi sanggringan tahun ini terasa istimewa karena dihadiri Bupati Gresik Sambari Halim Radianto dan Wakil Bupati Mohammad Qosim. Selain sebagai upaya mempertahankan tradisi, sanggringan juga bisa merajut kebersamaan.

Warga sekitar, dan bahkan warga luar kota, berkumpul bersama menjalin silaturahim menikmati sajian kolak ayam begitu beduk Maghrib bertalu-talu dan azan dikumandangkan. Rasa manis, legit, dan gurih perpaduan dari daging ayam, jinten, gula merah, santan kelapa, dan bawang daun, ya, memang aneh di lidah.

Namun, ketika disantap bersama-sama disertai doa bersama rasanya mempererat kebersamaan. Tidak ada bupati, tidak ada pejabat, tidak ada pengusaha, tidak ada rakyat jelata. Pada malam 23 Ramadhan itu yang disantap sama, kolak ayam, ketan, tiga biji kurma, dan air minum dalam kemasan.

Terus bertahan

Tradisi kolak ayam di Gumeno sampai saat ini terus bertahan dan tidak tergerus perubahan zaman. Kolak ayam merupakan tradisi yang berlangsung sejak era Sunan Dalem, putra Sunan Giri, mengembangkan Islam di Gumeno.

Makanan khas ini muncul saat Sunan Dalem sakit yang cukup lama. Setelah dicarikan obat ke mana-mana belum juga sembuh. Dirinya malah mendapat petunjuk dari Allah lewat mimpi agar warga membuat masakan untuk obat dirinya.

Keesokan harinya warga membawa seekor ayam jago lancur yang masih berumur sekitar setahun ke masjid. Ayam jago yang dibawa penduduk disembelih dan dimasak dengan santan kelapa, jinten, gula merah, dan bawang daun.

Setelah masakan selesai, Sunan Dalem meminta penduduk membawa ketan yang sudah dimasak. Makanan itu disantap bersama-sama saat berbuka puasa, tepat malam 23 Ramadhan. Sunan Dalem pun sembuh.

Akhirnya tradisi itu diteruskan dan diberi nama sanggringan. Sanggring dari kata sang artinya ’raja’ atau ’panggedhe’ dan gring artinya ’sakit’. Sanggring artinya ’raja yang sakit’. Tradisi itu diteruskan hingga saat ini.

Dalam riwayat lain, menurut, Didik Wahyudi, penulis sejarah Berdirinya Masjid Sunan Dalem, Tradisi Kolak Ayam Desa Gumeno, proses memasak kolak ayam pertama terjadi pada 22 Ramadhan 946 Hijriah bertepatan dengan 31 Januari 1540 Masehi. Sunan Dalem berwasiat agar tiap tahun setiap malam 23 Ramadhan diadakan sanggring atau kolak ayam.

Saat itu penduduk Desa Gumeno bergotong royong membuat kolam di timur masjid. Kolam itu masih ada hingga saat ini. Sunan Dalem meminta warga membuat kolak ayam sebagai jamu untuk memulihkan tenaga penduduk yang bekerja keras membuat kolam. Warga yang terlibat banyak sehingga agar mencukupi dan bisa dinikmati secara merata, maka daging ayam disuwir-suwir.

Nama kolak ayam berasal dari kata kholakul ayyam artinya ’mencari berhari-hari’. Sunan Dalem mencari nama yang pas untuk makanan yang dijadikan jamu itu sampai berhari-hari dan belum menemukan nama yang pas. Akhirnya lama-kelamaan diberilah nama kolak ayam.

Tradisi itu pun masih berlangsung hingga kini. Tradisi tidak saja berurat akar pada sisi sejarahnya, tetapi juga menjadi perekat antarwarga.

Berawal dari kolak ayam mereka bisa berkumpul bersama-sama, merajut indahnya kebersamaan pada saat berbuka. Bahkan tahun ini kebersamaan itu semakin lengkap. Sembari menunggu waktu berbuka, mereka yang datang bisa menikmati musik gambus dan mendengarkan tausiah dan siraman rohani dari ulama. (ADI SUCIPTO KISSWARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com