Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Toba, Sejahterakan Warga

Kompas.com - 25/07/2014, 18:37 WIB
KEPUTUSAN Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengukuhkan Danau Toba sebagai Taman Bumi Kaldera Toba pada Maret 2014 diharapkan menjadi awal gerakan warga untuk menyelamatkan Danau Toba.

Tanpa partisipasi warga, terutama warga sekitar Danau Toba, langkah danau itu masuk dalam Jaringan Taman Bumi Global Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) bakal sulit terwujud.

”Dengan masuk ke jaringan Global Geoparks UNESCO, Kaldera Toba akan selamat bagi generasi mendatang,” ujar Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Even Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Akhyaruddin, dalam diskusi ”Manfaat Geopark Danau Toba” kerja sama Kompas dengan RE Foundation, di Medan, beberapa pekan lalu.

Namun, tanpa partisipasi warga, semua itu bisa mentah kembali. Dalam diskusi muncul fakta bahwa belum pernah tujuh bupati di sekeliling Danau Toba, yakni Samosir, Simalungun, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Karo, Dairi, dan Tapanuli Utara, duduk bersama untuk membahas Danau Toba. Padahal, posisi bupati sangat penting dalam membangun kawasan Danau Toba kembali jaya seperti era 80-90-an. Selain itu, tidak mudah menyatukan visi warga sekeliling danau yang sering terjebak paradigma adat sebagai ”raja”. Sementara kerusakan lingkungan danau kian masif.

Diskusi juga menghadirkan geolog Badan Geologi, Indyo Pratomo; Ketua Tim Percepatan Taman Bumi Kaldera Toba Sabrina, dan puluhan pemerhati Danau Toba di Sumatera Utara dengan moderator Hinca Panjaitan dari RE Foundation.

Ada tiga pilar pembangunan taman bumi global, yaitu aspek perlindungan dan konservasi, pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal. Menurut Akhyaruddin, ada perbedaan mendasar model pengelolaan taman bumi versi Eropa dan Tiongkok.

Eropa menekankan pentingnya perlindungan dan konservasi serta ilmu pengetahuan untuk pembangunan berkelanjutan. Tiongkok serius mengelola geopark demi konservasi dan peningkatan ekonomi warga.

KOMPAS.com/Ni Luh Made Pertiwi F. Bersantai di Pantai Pasir Putih, Danau Toba, Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Situs www.globalgeopark.org menyatakan Tiongkok menempati urutan pertama negara yang memiliki taman bumi global terbanyak, yakni 29 taman bumi, dari 100 taman bumi global yang tersebar di 32 negara.

Tiongkok sadar, masuknya taman bumi mereka dalam jaringan taman bumi global atau Global Geoparks Network (GGN) UNESCO akan meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke Tiongkok karena promosi yang dilakukan GGN ke dunia.

Tahun 2000, misalnya, Gunung Yuntaishan di Tiongkok hanya dikunjungi 200.000 wisatawan per tahun dengan devisa 3 juta dollar AS. Setelah menjadi anggota GGN UNESCO tahun 2004, Geopark Yuntaishan dikunjungan 1,25 juta wisatawan per tahun dan meraup devisa 90 juta dollar AS.

Dalam empat tahun, di kawasan itu dibangun 400 hotel dan restoran baru, 250 penginapan, dan tersedia tenaga kerja bagi 5.000 orang.

Berbagai produk lokal dan kebudayaan lokal diangkat, pusat informasi geopark didirikan, paket-paket tur ke geosite disediakan, pendidikan geologi dan penelitian internasional bermunculan, para perempuan diberdayakan, dan perusakan kawasan dihentikan.

Sejahterakan warga

GGN UNESCO tidak main-main menetapkan taman bumi layak masuk jaringan global. Keanggotaan taman bumi dievaluasi setiap empat tahun dan bisa dicabut, misalnya, karena degradasi lingkungan. Karenanya, para pemangku kepentingan taman bumi dipacu untuk serius dalam mengelolanya, atau nama Indonesia akan terpuruk di mata internasional.

Maka, GGN harus memiliki rencana pembangunan berkelanjutan bagi warga yang tinggal dalam kawasan. Cara hidup tradisional warga harus dihargai serta hak asasi dan martabat masyarakat lokal dijunjung. Keterlibatan warga setempat hingga tokoh adat begitu penting.

KOMPAS.COM/FITRI PRAWITASARI Penduduk menonton atraksi paralayang di Bukit Siulakhosa, Pulau Samosir, Sumatera Utara. Paralayang merupakan rangkaian kegiatan Festival Danau Toba 2013 yang digelar 8–14 September 2013.
Warga perlu disiapkan karena, begitu geopark nasional masuk ke ranah internasional, investor internasional—baik dalam bidang konservasi, pendidikan, maupun pariwisata—akan berdatangan.

Ketua Tim Percepatan GGN Danau Toba Sabrina mengatakan, pihaknya masih menyelesaikan naskah ilmiah akademik yang diusulkan ke UNESCO. Naskah berupa kajian hubungan dan keterkaitan unsur geologi, biologi, dan budaya setempat. Naskah akademik pun berisi peraturan formal yang mengatur kawasan Danau Toba sebagai situs geologi, biologi, dan budaya di kawasan yang masuk dalam subyek perlindungan dengan batasan kawasan jelas untuk memudahkan pengelolaan.

GGN juga harus punya susunan formal organisasi yang mengakomodasi warga, sinkron dengan tata ruang daerah, dan punya rencana induk pengembangan, termasuk aksi jangka pendek, menengah, dan panjang. GGN juga harus membangun jaringan dengan geopark lain di luar negeri.

Indyo Pratomo mengatakan, secara geologi, Kaldera Toba telah diakui dunia. Untuk penyelesaian naskah akademik itu, sebuah sekretariat bersama sangat dibutuhkan. Tokoh Sumut, RE Nainggolan, mengatakan, pentingnya naskah akademik selesai pada akhir tahun ini sehingga tahun depan Danau Toba sudah masuk dalam GGN. Langkah ini perlu dilakukan agar kerusakan Danau Toba tidak hanya bisa dicegah, tetapi juga diperbaiki.  (Aufrida Wismi Warastri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com