Kami tiba di Kopenhagen, Denmark, saat musim dingin usai pada sekitar akhir Mei lalu. Perjalanan sepanjang kurang lebih 16 jam dari Jakarta, terbayar saat kaki menjejak Kopenhagen yang pagi itu diselimuti kabut tipis yang pelan-pelan tersibak, dan segera memamerkan keelokan kotanya di bawah sinar matahari yang hangat.
Seiring hadirnya matahari, warga Kopenhagen pun berhamburan di seluruh sisi kota dengan wajah cerah sumringah. Dengan dandanan modis, mereka mengayuh sepeda. Kopenhagen memang dikenal sebagai kota sepeda. Tercatat, jalur sepeda di Kopenhagen mencapai kurang lebih 350 kilometer. Itulah mengapa, warga Kopenhagen begitu mudah ditemui di atas sadel kereta angin mereka. Para profesional dengan setelan rapi, bersepatu kulit pun bersepeda ke kantor. Kegemaran warga bersepeda ini menjawab pertanyaan mengapa sosok bertubuh tambun amat jarang ditemukan di Kopenhagen.
Tahun 2014 ini, untuk ketiga kalinya, Kopenhagen dinobatkan sebagai kota dengan kualitas hidup terbaik di dunia oleh majalah Monocle melalui survei The Monocle Global Quality of Life Survey 2013. Sejak tahun 2007, majalah asal Inggris ini rutin memublikasikan daftar kota di dunia yang memiliki kualitas hidup terbaik.
Beberapa kriteria penting dalam survei ini adalah keamanan/tingkat kriminalitas, keterhubungan secara internasional, cuaca/sinar matahari, kualitas arsitektur, transportasi publik, toleransi, isu lingkungan, akses terhadap alam, desain urban, kondisi bisnis, pengembangan kebijakan yang proaktif, dan layanan kesehatan.
Berada dalam daftar yang sama dengan Kopenhagen adalah Munich, Tokyo, Zurich, Helsinki, Vienna, Stockholm, Vancouver, Melbourne, Paris, Sydney, Honolulu, Madrid, Berlin, Barcelona, Montreal, Fukuoka, Amsterdam, Minneapolis, dan Kyoto. Sementara itu, secara lebih luas, The World Happiness Report yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, menempatkan Denmark sebagai negara paling bahagia di dunia dengan skor 7,6.
Aura bersahabat
Jejak-jejak kebahagian warga di kota dengan kualitas hidup terbaik ini terlacak jelas. Aura yang terpancar dari kota ini terasa bersahabat. Setiap warga kota, seolah sigap untuk menyungging senyum di bibir. Di tengah kota nyaris tidak ada kemacetan. Tidak ada suara bising klakson, tak ada ketergesaan yang memicu stres. Warga saling menghargai. Mereka juga sangat tertib dan disiplin dalam berlalu lintas.
Dari sisi wajah kota, Kopenhagen yang dihuni oleh tidak lebih dari 5 juta jiwa didominasi bangunan berwarna pastel yang menyiratkan aura teduh. Tidak ada gedung tinggi menjulang dengan eksterior mewah yang kerap terasa mengintimidasi saat dipandang dan saat dikunjungi. Gedung-gedung di pusat kota Kopenhagen dibangun dengan ketinggian yang sama, umumnya 5 lantai. Konsep ini memunculkan wajah kota yang bersahaja, bukan sebagai metropolitan yang gemerlap.
Tidak ada kesan angker, termasuk bagi pendatang atau turis yang baru pertama kali berkunjung ke Kopenhagen. Jalan-jalan di pusat kota ini, menawarkan rasa aman saat pagi hari ketika sebagian warganya masih terlelap tidur, pun saat malam mulai menjelang. Kota ini juga bersih dari sampah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.