Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eloknya Senja di Teluk Tomini...

Kompas.com - 26/08/2014, 09:31 WIB
SEMBURAT rona jingga senja perlahan memudar di ufuk barat Teluk Tomini saat KMP Cengkih Afo yang membawa tim Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014 singgah di Pulau Walea, Sulawesi Tengah. Dari kejauhan, pulau-pulau kecil tampak berpasir putih dengan warna air yang jernih.

Perjalanan melelahkan selama 19 jam dari Marisa ke Ampana pun terbayar dengan keindahan ”surga” laut itu. Sabtu (23/8/2014) sekitar pukul 09.00 Wita, jangkar kapal diangkat dan perjalanan dimulai dari Pelabuhan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Kapal akan menuju Ampana, ibu kota Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Menikmati keindahan Teluk Tomini jadi pengalaman menyenangkan bagi pesepeda.

Selepas Pelabuhan Marisa, laju kapal berbobot 549 gros ton mulai diempas ombak yang cukup mengocok perut. Kerasnya ombak yang menggempur lambung kapal membuat sejumlah peserta memilih meminum obat anti mabuk. Sebagian pesepeda lainnya memanfaatkan cuaca terik untuk mencuci dan menjemur pakaian di sekitar dek kapal.

Arus laut siang itu cukup kencang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengumumkan gelombang laut bisa mencapai 1,5 meter hingga 2 meter di tengah laut.

Setelah berlayar sekitar tujuh jam, sekitar pukul 16.00, KMP Cengkih Afo singgah di Dolong, Pulau Waleakodi. Kapal sandar di dermaga darurat sepanjang 3 meter dan lebar 2,5 meter. Riuh warga di sekitar dermaga yang menyatu dengan perkampungan itu mengundang peserta penjelajahan sepeda turun dari kapal.

Mereka berbaur dan berbincang dengan warga setempat. Beberapa di antaranya membeli kue tradisional yang dijual di tepi dermaga. Kapal singgah selama lebih kurang satu jam untuk mengangkut penumpang dan hasil bumi, seperti cengkeh, kopra, cokelat.

Menurut Ison Kasim (46), pengusaha hasil bumi dari Ampana yang juga naik KMP Cengkih Afo, hasil bumi jadi penopang utama perekonomian warga di sekitar Teluk Tomini. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, produksi cengkeh di Tojo Una-Una pada 2012 mencapai 1.201 ton dengan luas lahan 2.190 hektar.

”Jika sudah musim panen, kapal ini penuh dengan muatan hasil bumi. Selain cengkeh, juga ada kopra, kakao, kedelai,” ujar Ison. Menurut dia, meski hidup terpencil, hasil perkebunan mampu menopang kebutuhan hidup dan menyejahterakan warga pulau-pulau kecil di Teluk Tomini itu. Dari Ampana, hasil bumi dibawa ke Makassar untuk selanjutnya dikirim ke Surabaya.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Keindahan panorama Teluk Tomini dilihat dari Kecamatan Pinogaluman, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Kamis (21/8/2014). Keindahan alam tersebut sayangnya belum digarap secara maksimal oleh pemerintah daerah sebagai tujuan objek wisata.
Salah satunya Ani Katili (38), petani cengkeh dari Desa Dolong. Saat musim panen, dia biasanya mengangkut cengkeh untuk dijual ke Gorontalo. ”Kami angkut hasil panen dengan kapal ini,” ujarnya.

Terumbu karang

Dari Dolong, perjalanan kapal berlanjut untuk singgah di Pasokan, Pulau Walea. Ombak laut saat kapal menuju Pasokan tak seganas sebelumnya. Pesepeda yang sebelumnya banyak berdiam di ruang-ruang dalam kapal menghambur keluar untuk menikmati eksotisme alam laut.

Mereka mengabadikan foto diri dan lanskap di sekitar dek lantai dua. Peserta duduk-duduk sambil menikmati karunia alam Sang Khalik, terutama saat matahari beranjak tenggelam. Personel pendukung, seperti tim medis hingga pengendara motor yang selama ini mengawal konvoi, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk narsis. ”Keren banget. Berlama-lama di sini pun betah juga rasanya,” kata Chandra, pemotor dari Manado.

Tak salah jika Teluk Tomini acapkali dijuluki ”Surganya Sulawesi Tengah”. Teluk yang meliputi Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara ini merupakan salah satu teluk terluas di Indonesia yang kaya ikan dan juga lanskap indah pulau-pulau kecil berpasir putih.

Dari sekian banyak potensi alam, yang menjadi magnet wisata utama di teluk ini adalah Taman Laut Kepulauan Togean. Dalam buku panduan wisata para backpacker, Lonely Planet edisi Indonesia, Togean merupakan salah satu destinasi paling direkomendasikan bagi penyelam dunia. Kepulauan jadi bagian dari segitiga terumbu karang yang terhubung antara Indonesia, Malaysia, Papua Niugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.

Di wilayah taman laut ini ada tiga pulau kecil yang menjadi lokasi penyelaman utama, yakni Pulau Kadidiri, Tanjung Keramat, dan Mangempa.

Menurut hasil survei Conservation International (2001), di Kepulauan Togean ditemukan 262 spesies terumbu karang, 555 spesies moluska, dan 596 spesies ikan karang. Seperti yang dinikmati peserta dari atas kapal, pulau-pulau kecil di sepanjang Teluk Tomini menyuguhkan pesona gradasi warna air laut dari hijau tosca ke biru. Di perairan itu, perahu bercadik nelayan hilir mudik membentuk harmoni alam nan indah.

Transportasi minim

Sayangnya, seperti halnya pulau-pulau kecil lain di Nusantara, akses transportasi menuju sejumlah pulau di kawasan Teluk Tomini masih terbatas. Salah satu andalan masyarakat untuk menghubungkan mereka dengan daerah-daerah lain adalah KMP Cengkih Afo, kapal PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang dibuat pada 23 Agustus 1992.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Petani mengangkut kopra untuk dibawa ke pabrik pengolahan kopra di Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Selasa (19/8/2014). Harga kopra di kawasan tersebut saat ini berkisar Rp 8.000 per kilogram.
Kapal berangkat dari Pelabuhan Bitung Gorontalo dan Pelabuhan Marisa, Gorontalo. Penyeberangan dari Marisa berangkat dua kali seminggu, Rabu dan Sabtu.

Penyeberangan ini melayani wisatawan ke Pulau Togean. Setiba di Ampana, mereka bisa naik kapal cepat menuju Togean. Wisatawan juga bisa melalui Pelabuhan Bitung Gorontalo ke Pulau Wakai dan berlanjut dengan kapal cepat ke Togean.

Sebenarnya, jalur perintis ini merugi karena jumlah penumpang tak sebanding biaya operasional. Nakhoda KMP Cengkih Afo, Eko Wiyono, mengatakan, sekali jalan, rata-rata penumpang 20-50 penumpang dengan tarif Rp 86.000 per orang. Padahal, untuk perjalanan pergi-pulang menghabiskan 3 ton solar. Dengan harga solar nonsubsidi Rp 11.500, biaya untuk bahan bakar Rp 34,5 juta.

Setelah berlayar 19 jam, Minggu pukul 04.00, KMP Cengkih Afo berlabuh di Ampana. Dalam kegelapan malam, mereka melanjutkan perjalanan dengan bersepeda menuju penginapan.

Beban pemerintah mempertahankan penyeberangan perintis ke pulau-pulau kecil di Sulawesi boleh jadi sama beratnya dengan perjalanan peserta Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014. Pada etape ke-7, mereka menyusuri rute Ampana-Poso sejauh 162 km. Walau kondisi fisik mulai sempoyongan, tekad mereka tak jua sirna. (Gregorius Magnus Finesso/Dahlia Irawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com